NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anger

Setelah selesai sarapan, Tari kembali duduk di sofa, tubuhnya terasa lelah apalagi pikirannya. Yang ia butuhkan hanyalah tidur saat ini. Tari mulai berbaring dan perlahan memejamkan mata.

Ade yang masih duduk di meja makan mengawasi Tari sebentar sebelum mengalihkan perhatiannya kebawah. Ia mendengus kecil sambil mulai membereskan kotak makanan yang kosong. Dengan cekatan, ia membawa semua piring dan gelas kotor ke wastafel.

Ade mencuci piring-piring itu satu per satu, memastikan tidak ada sisa makanan yang tertinggal. Ia juga membersihkan meja makan yang tadi mereka gunakan, bahkan menyapu lantai di sekitar meja jika ada remahan makanan. Semuanya ia lakukan tanpa suara, agar tidak mengganggu Tari yang sejak tadi sudah tertidur.

Saat selesai mencuci dan mengelap piring terakhir, Ade mengeringkan tangannya dengan handuk kecil, lalu melirik ke arah sofa. Tari sudah tertidur lelap, tubuhnya miring ke samping dengan tangan memeluk bantal kecil. Ade tersenyum tipis, merasa lega melihat wanita itu bisa tertidur di depannya.

Pelan-pelan, Ade mendekati sofa sambil membawa selimut tipis yang ia temukan di kursi dekat meja makan. Ia berdiri sebentar, memandangi wajah Tari yang tertidur lelap, matanya masih terlihat sembab.

"Dia terlihat semakin kurus," Gumamnya pelan.

Dengan hati-hati, ia menutupi tubuh Tari dengan selimut itu. Ia merapikan tiap ujung selimut itu agar Tari tidak kedinginan. "Jangan terus-terusan terluka Tari," Ujarnya lirih.

Setelah selesai, Ade mengambil kursi kecil dari sudut ruangan dan duduk di seberang sofa, memastikan ia tidak terlalu dekat agar tidak mengganggu Tari. Ia menyandarkan tubuhnya, menatap Tari dengan ekspresi sendunya.

Sambil menatap Tari, Ade teringat kembali obrolan singkatnya dengan Riana semalam. tentang rencana wanita itu tentang kehamilan Tari, dengan tangannya sendiri ia bahkan sudah memesan obat itu. Ade tidak punya pilihan lain, ia tak ingin kehilangan Tari hanya karena anak yang belum lahir ini.

Ade menarik napas panjang, lalu memejamkan mata sebentar. Bayangan memori terlintas di kepalanya, saat dulu Tari memberitahu bahwa ia hamil dengan semangat padanya, bahkan saat itu Tari tak memikirkan kemungkinan hidupnya akan hancur karena kehamilan itu. Bagaimanapun Tari masih duduk dibangku 2 SMK saat itu.

"Kalau aku nggak mengikuti rencana Riana saat itu, apa keadaan akan berbeda untuk kita," Gumamnya lirih sambil tersenyum kecil, sambil menatap wajah Tari yang tertidur.

Ade ingin mengingat momen ini. Entah kenapa ia merasa ia tak akan bisa menghabiskan banyak waktu bersama Tari lagi.

.

.

.

.

Di sisi lain, Riana dan Yudha tengah sibuk di dapur. Aroma bawang yang ditumis bercampur dengan harum bumbu yang kental memenuhi ruangan.

Riana berdiri di depan kompor, mengaduk saus dalam wajan dengan gerakan pelan, sementara Yudha berdiri di sampingnya, mengiris sayuran dengan cekatan. Sesekali, pria itu mencuri pandang ke arah Riana, memperhatikan bagaimana wajah wanita itu terlihat serius saat memasak.

"Bukankah wajahmu terlalu serius?," ujar Yudha tiba-tiba, membuat Riana menoleh dengan alis terangkat.

"Hei, masak itu butuh konsentrasi," jawabnya, lalu mencelupkan sendok ke dalam saus dan meniupnya sedikit sebelum menyodorkannya ke Yudha. "Coba, gimana rasanya?"

Yudha tersenyum kecil, lalu menurut. Ia menyesap saus di sendok itu dan mengangguk pelan. "Hmm... kurang garam dikit."

Riana mendengus kecil. "Masak?, perasaan udah pas aja"

"Iya menurut aku, Tapi kalau menurutmu pas ya nggak usah di tambah lagi."

Riana mengerucutkan bibirnya sebal, "Aku kan masakin buat kamu,"

Yudha terkekeh kecil melihat nya, "Ya udah sebentar, biar aku yang tambahin."

Yudha menuangkan sedikit garam ke dalam wajan. Setelahnya, Yudha kembali mengaduk saus dengan sendok di tangannya, lalu mencicipinya lagi.

"Ini baru pas," katanya sambil tersenyum.

"Ntar tolong bungkusin buat Tari ya Ri, aku bakal ketempat nya bentar lagi,"

Riana terdiam sesaat sebelum menoleh, menatap Yudha yang kini balas menatapnya.

"Apa kamu harus datang kesana hari ini?" gumam Riana pelan.

Yudha tidak langsung menjawab, terdiam karena pertanyaan istrinya itu.

"Tari lagi hamil Ri, aku nggak mau ninggalin dia terlalu lama sendirian."

Riana menghela napas dan tersenyum lembut. "Baiklah. Aku akan siapin makanan untuk Tari juga. Kan ini bentar lagi selesai, kamu siap-siap aja dulu sana,"

"Oke aku tinggal ya,"

Yudha langsung bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian. Ia memilih kaus putih polos dan Jeans pendek berwarna Hitam. Tangannya cekatan merapikan rambutnya di depan cermin, sementara senyum kecil tidak juga hilang dari wajahnya.

Riana berdiri di depan meja makan, matanya menatap kosong ke arah makanan yang ia siapkan. Tangannya refleks memasukkan lauk ke dalam wadah, membungkusnya dengan hati-hati.

Yudha kembali ke dapur, mengambil tasnya, lalu meraih bungkusan makanan dari tangan Riana. "Makasih sayang,"

Riana mendongak, memperhatikan suaminya yang kini tampak begitu bersemangat.

"Kapan kamu pulang?" Ujar Riana tersenyum kecil.

Yudha menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil. "Aku nggak tau Ri, aku bakal kabarin nanti."

Riana hanya mengangguk pelan meresponnya, tatapan matanya terlihat sendu.

Melihat raut wajah istrinya, Yudha mendekat dan mengusap lembut bahu Riana. "Nggak apa-apa kan?," Tanya nya memastikan.

Riana hanya tersenyum tipis. " Iya, Hati-hati di jalan."

Yudha mengangguk dan mengecup puncak kepala istrinya dengan lembut. Lalu Yudha melangkah keluar, meninggalkan Riana yang masih berdiri di dapur, menatap punggung suaminya yang semakin menjauh.

Senyuman sontak hilang dari wajahnya, tergantikan dengan ekspresi dan wajah yang dingin.

.

.

.

.

Yudha baru saja tiba di depan pintu apartemen Tari. Dengan satu tangan membawa bungkusan makanan, tangan lainnya membuka pintu.

Dengan hati-hati, ia mendorong pintu hingga terbuka perlahan. Langkahnya pelan, namun detik berikutnya, napasnya tercekat di tenggorokan melihat pemandangan di depannya.

Di hadapannya, Tari sedang tertidur di sofa, tubuhnya miring ke samping sambil memeluk bantal kecil. Selimut tipis menutupi tubuhnya. Namun yang membuat Yudha terkejut bukanlah itu—melainkan sosok pria lain yang tertidur di dekatnya.

Ade.

Pria itu duduk bersandar pada sofa dengan kepala yang menunduk.

Dada Yudha terasa panas. Ia tidak tahu apa yang terjadi sebelum ini, tapi pemandangan di depannya membuat pikirannya dipenuhi dugaan yang buruk. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah cepat ke arah Ade dan langsung meraih kerah bajunya.

Ade tersentak bangun dengan mata yang masih setengah sadar, sementara Tari langsung terlonjak dari tidurnya begitu mendengar suara bentakan dan gerakan kasar dari Yudha.

"Kenapa kau disini!" suara Yudha tinggi penuh dengan amarah. Ia menarik kerah baju Ade dengan lebih kuat, membuat pria itu kini benar-benar terjaga dan menatapnya dengan sorot mata tajam.

"Yudha?!" Tari buru-buru bangkit dan duduk, ia memegangi kepalanya yang berdenyut.

Ade mendengus pelan, tangannya terangkat untuk melepaskan cengkeraman Yudha, namun pria itu malah semakin mempererat genggamannya.

"Apa yang kau lakuin di sini hah?!, bukankah aku sudah cukup memperingatkan mu" Suara Yudha terdengar dingin, Tatapan matanya tajam.

Ade yang kini benar-benar sadar dari tidurnya, mengembuskan napas panjang sebelum menatap Yudha tajam. "Lepaskan aku, Bukankah kau seharusnya berterima kasih. Aku menjaga Tari saat kau asik bermesraan dengan Riana."

Rahang Yudha mengeras, tatapannya semakin gelap. "Apa kau bilang brengsek!"

"Yudha hentikan!" Tari akhirnya berdiri, tangannya buru-buru meraih lengan suaminya, mencoba melepaskan cengkeraman itu.

Yudha meliriknya melihat bagaimana raut wajah Tari yang tajam menatapnya. Ia mengalihkan pandangannya ke Ade yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bersalah.

"Nggak perlu berlebihan," ujar Ade akhirnya, suaranya tetap tenang meskipun sorot matanya tak kalah tajam. "Aku ada di sini buat jagain Tari, menggantikan kau yang nggak becus."

Yudha mendengus sinis. "Menjaga kau bilang? Dengan tidur di dekatnya seperti itu?"

Ade mendesah, merasa malas berdebat. "Hei, memang nya kau nggak lihat aku ketiduran."

Tari akhirnya berhasil menarik lengan Yudha dengan lebih kuat, membuat pria itu melepaskan genggamannya di kerah baju Ade.

"Cukup kalian berdua!"

Yudha melirik sekilas kearah Tari dan lanjut menatap Ade dengan rahang mengeras, sementara Ade hanya membalasnya dengan ekspresi datar.

"Jangan membuat keributan di tempat ku," Ujar Tari dengan suara dingin, menatap Yudha dengan tajam.

Yudha menoleh, Ia mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan diri. Sebelum akhirnya mengembuskan napas panjang. "Maaf Tari, Aku nggak suka lihat kamu berduaan dengan pria lain terlebih khususnya lelaki ini,"

Tari menghela napas panjang dan masih menatap kesal padanya. "Tapi tetap saja kau nggak bisa langsung masuk dan tiba-tiba marah kek gini, memperlakukan orang seperti itu."

Yudha mengusap wajahnya dengan frustrasi, lalu menatap Ade tajam. "Apa yang kau tunggu? Keluar lah dari sini."

Ade mengabaikannya dan justru menoleh ke arah Tari. Ekspresinya melembut. "Aku pulang ya, Tar. Jaga diri baik-baik."

Tari mengangguk pelan, tersenyum kecil.

Ade meraih ponselnya yang tergeletak di meja makan, lalu melangkah menuju pintu. Sebelum pergi, ia sempat melirik sekilas ke arah Tari, kemudian membuka pintu dan menutupnya dengan pelan.

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!