"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan Tipis
Hari-hari setelah percakapan mendalam dan kolaborasi kreatif dengan Ryan terasa kembali normal bagi Naura. Ia kembali tenggelam dalam dunia desain, menyusun ide-ide untuk proyek komunitas seni, dan menikmati setiap momen interaksi positif dengan rekan-rekan serta para penggemar. Namun, di balik kesibukan dan semangat berkarya itu, perlahan muncul suatu bayangan yang tipis namun mengusik—sesuatu yang seakan berusaha menyelinap ke dalam ruang pribadinya.
Pagi itu, saat Naura membuka ponselnya, ia langsung dikejutkan oleh beberapa notifikasi yang masuk dari sebuah akun anonim. Pesan-pesan tersebut singkat namun penuh makna, dengan kalimat-kalimat yang terasa sangat personal dan mengintai. Satu pesan berbunyi,
> "Aku selalu melihatmu, Naura. Jangan berpaling."
Awalnya, Naura mengira pesan itu hanyalah isapan jempol penggemar fanatik yang ingin terlihat eksklusif. Namun, seiring berjalannya hari, pesan-pesan serupa mulai muncul di berbagai platform—di Instagram, Twitter, bahkan pada kolom komentar di postingan karyanya. Ada nuansa yang berbeda dari komentar-komentar biasa, seolah seseorang dengan cermat mengamati setiap gerak-geriknya, tidak hanya di dunia maya tetapi juga di kehidupan nyata.
Di tengah kesibukannya menyelesaikan desain untuk kampanye komunitas, perasaan gelisah mulai merayap masuk. Saat ia sedang fokus mengatur palet warna di layar komputer, tiba-tiba matanya tertumbuk ke sebuah bayangan samar di luar jendela ruang kerjanya. Di antara hiruk-pikuk lalu lintas kota, sesosok pria dengan siluet samar tampak berjalan pelan, seakan mengamati gedung tempat Naura bekerja. Jantungnya berdegup kencang, dan ia berusaha menenangkan diri dengan mengingatkan bahwa mungkin itu hanya kebetulan belaka.
Namun, malam hari membawa rasa yang jauh lebih mengganggu. Sesaat sebelum tidur, suara notifikasi membuatnya terjaga. Dengan tangan gemetar, Naura membuka ponselnya dan mendapati pesan lain yang muncul dengan latar belakang gelap:
> "Bayangan ini takkan pernah pergi. Kau tak bisa lari dariku."
Pesan itu membuat bulu kuduknya merinding. Rasa takut dan curiga mulai menghantui, menyelinap ke dalam setiap pikiran yang tadinya dipenuhi inspirasi dan warna. Ia pun mencoba mencari-cari informasi tentang akun tersebut, namun jejak digital yang ditinggalkan tampak sangat samar, seolah sengaja dihapus agar identitas pengirim tetap tersembunyi.
Keesokan harinya, Naura berbagi kekhawatirannya dengan sahabat dekatnya, Lia, yang juga seorang seniman. Di sebuah kafe kecil yang biasanya menjadi tempat mereka berbincang santai, Naura menceritakan dengan suara lirih,
"Aku merasa ada seseorang yang terus mengawasi, Lia. Pesan-pesan ini... sepertinya bukan hanya sekadar kekaguman. Aku merasa terintimidasi."
Lia mendengarkan dengan seksama, wajahnya berubah prihatin. "Mungkin itu memang hanya penggemar yang berlebihan, tapi kalau sudah membuatmu merasa tidak nyaman, ada baiknya kamu melakukan sesuatu. Pastikan privasimu aman, dan jangan ragu untuk melaporkannya jika perlu."
Meski kata-kata Lia berusaha menenangkan, hati Naura tetap tidak tenang. Setelah pulang dari kafe, ia memeriksa pengaturan privasi di akun-akunnya, mengganti kata sandi, dan berusaha mengurangi informasi pribadi yang bisa diakses publik. Namun, usaha-usaha itu seakan tidak cukup. Pesan-pesan terus berdatangan, kadang pada jam-jam yang sepi, kadang saat ia tengah terlelap dalam keasyikan menciptakan karya.
Suatu malam, setelah seharian penuh bekerja di studionya yang penuh dengan kanvas digital dan coretan ide, Naura memutuskan untuk berjalan kaki menenangkan pikiran. Jalanan kota yang diterangi lampu-lampu remang memberi nuansa hening, namun sekaligus menyadarkan bahwa di balik setiap bayangan bisa saja tersembunyi sesuatu yang mengintai. Saat ia melangkah melewati gang sempit, ia merasa ada seseorang yang mengikuti dari jauh. Langkahnya mulai dipercepat, dan setiap detak jantungnya seolah menggemakan peringatan yang ia terima sebelumnya. Meski ketika ia menoleh ke belakang hanya tampak gelap pekat, perasaan terganggu itu tetap menghantui sepanjang perjalanan pulang.
Di apartemennya yang sederhana, Naura pun mulai mencatat setiap detail yang ia alami dalam buku catatannya. Ia menuliskan setiap pesan, setiap kali ia merasa diawasi, hingga setiap bisikan angin yang membuatnya teringat pada kata-kata misterius itu. "Siapa kau? Apa maksud semua ini?" tulisnya dalam salah satu halaman, seolah tinta yang dituangkan bisa menjadi saksi bisu pergulatan antara keinginan untuk berkarya dan ketakutan yang semakin menghimpit.
Dalam keheningan malam, di balik layar komputernya yang kini menampilkan berbagai upaya untuk mengamankan data pribadinya, Naura merasa bahwa bayangan tipis itu bukanlah semata-mata isapan penggemar. Ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah kehadiran yang mulai mengganggu dan mencuri ketenangannya. Ia mulai mempertanyakan apakah keberadaan seseorang yang selalu memantau setiap langkahnya hanya bisa dijelaskan dengan obsesi semata, atau adakah motif tersembunyi yang belum bisa ia pahami.
Kekhawatirannya tidak hanya dirasakan secara digital. Di sela-sela aktivitas sehari-hari, seperti di kafe, di studio, bahkan saat bertemu dengan rekan-rekan seniman, Naura mulai merasakan tatapan atau perasaan bahwa dirinya sedang diawasi. "Kamu terlihat berbeda, Naura. Ada apa?" tanya salah satu rekan dengan nada prihatin. Ia hanya bisa tersenyum tipis dan mengatakan, "Ah, cuma banyak pikiran saja." Namun, di balik senyum itu tersimpan kegelisahan yang semakin hari semakin sulit disembunyikan.
Seiring waktu, ketidaknyamanan Naura semakin memuncak. Pesan-pesan itu kian sering, dan kata-kata yang disampaikan berubah dari sekadar pernyataan misterius menjadi pernyataan yang terkesan mengancam. "Kau tak akan pernah lepas dari bayanganku," begitu bunyi salah satu pesan yang diterimanya pada suatu malam hujan. Suara hujan yang menghantam jendela apartemennya seolah menambah dramatis suasana, membuat setiap kata terasa berat dan menggelitik rasa takutnya.
Dalam benaknya, Naura mulai merancang langkah-langkah untuk menghadapi situasi ini. Ia memutuskan untuk mendokumentasikan setiap pesan, setiap insiden, dan bahkan gerakan yang ia curigai sebagai bagian dari kehadiran bayangan itu. "Aku harus tahu siapa kau, dan apa yang kau inginkan dariku," tulisnya dengan tekad yang terpancar meskipun hatinya bergolak.
Di sela-sela kekhawatiran itu, Ryan juga mendapat kabar dari Naura mengenai situasi yang semakin mengganggu ini. Melalui pesan singkat, Ryan menyampaikan,
> "Naura, aku mendengar apa yang kau alami. Aku tahu betapa pentingnya kebebasan dalam berkarya. Jangan ragu untuk mengambil langkah yang perlu, dan jika kau butuh bantuan, aku di sini."
Kata-kata Ryan memberikan sedikit kelegaan, namun tidak cukup untuk menghapus bayangan yang terus menggelayuti setiap sudut kehidupannya. Ia mulai berkonsultasi dengan ahli keamanan siber dan bahkan mempertimbangkan untuk memasang kamera pengawas di sekeliling apartemennya. Namun, setiap upaya itu seolah hanya menambah lapisan kekhawatiran, karena bayangan itu tetap saja muncul, tak terduga dan selalu membuatnya merasa terpojok.
Di tengah pergulatan antara keinginan untuk terus berkarya dan tekanan yang datang dari bayangan yang tak diinginkan, Naura menyadari bahwa ia berada di persimpangan antara kreativitas dan ketakutan. Ia tahu bahwa setiap seniman memiliki sisi rapuh yang bisa saja dihantui oleh kehadiran hal-hal yang tidak terduga. Namun, ia juga yakin bahwa untuk melanjutkan perjalanan kreatifnya, ia harus menemukan cara untuk mengatasi dan memahami kehadiran bayangan tipis ini—meskipun itu berarti harus menghadapi kegelapan yang selama ini ia hindari.
🤗