Entah dari mana harus kumulai cerita ini. semuanya berlangsung begitu cepat. hanya dalam kurun waktu satu tahun, keluargaku sudah hancur berantakan.
Nama aku Novita, anak pertama dari seorang pengusaha Mabel di timur pulau Jawa. sejak kecil hidupku selalu berkecukupan. walaupun ada satu yang kurang, yaitu kasih sayang seorang ibu.
ibu meninggal sesaat setelah aku dilahirkan. selang dua tahun kemudian, ayah menikah dengan seorang wanita. wanita yang kini ku sebut bunda.
walaupun aku bukan anak kandungnya, bunda tetap menguruku dengan sangat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7
Sejak kecil aku tidak terlalu percaya dengan hal-hal berbau mistis, walaupun tinggal di ujung timur pulau jawa yang terkenal dengan aura kemistisannya. Namun, baru sehari kembali ke rumah, aku sudah mengalami banyak hal aneh. "Siapa yang tadi membuka pintunya?" pikirku yang masih berdiri terpaku sambil menatap pintu kamar leon. "Mbok, sarapannya ada di kamar aku?"
"Iya, Non. Udah Mbok simpen di kamar."
"Ya udah, ceritanya lanjut di kamarku aja, Mbok."
"Non sarapan aja dulu, nanti Mbok ke kamar," balas Mbok Wati seraya menutup pintu kamar Kevin.
"Oke." Aku pun kembali ke kamar.
***
Sekitar 15 menit kemudian, Mbok Wati datang ke kamar. Aku pun memintanya duduk di ujung tempat tidur. "Tadi baru sampe mana ya, Non?" tanyanya.
"Suara benda jatuh di kamar leon."
"Oh iya."
Mbok Wati melanjutkan ceritanya. Selain takut karena suara benda terjatuh, Kevin juga sering bermimpi buruk. Dia sering bermimpi dikejar ular besar berwarna hitam. Ular yang dia visualisasikan di buku gambarnya.
Mbok Wati memperhatikan, sikap Kevin mulai berubah. Dia lebih sering berdiam diri di kamar dan lebih pendiam. Agak sulit memaksanya cerita, karena sikapnya itu.
Sampai ... suatu hari Kevin akhirnya mau cerita. Dia merasa ada bayangan hitam yang selalu mengikutinya.
"Bayangan hitam?" Tiba-tiba aku ingat kejadian semalam.
"Iya, Non."
"Semalem aku sempet liat juga sekilas di kamar ini, Mbok," ucapku. "Tapi kayanya salah liat aja sih," sambungku.
"Iya, Non. Mungkin salah liat aja."
"Terus Kevinnya gimana, Mbok?" tanyaku.
"Den Kevin jadi gak berani sendirian di rumah. Dia juga ngeliat ...." Mbok Wati menggeser posisi duduknya. Mendekatiku.
"Ada apa, Mbok? Ngeliat apa?" tanyaku, heran.
"Perempuan rambut panjang," bisiknya.
"Yang ada di buku gambar itu?"
Mbok Wati mengangguk.
"Kenapa harus bisik-bisik segala, Mbok?"
"Kata Den Kevin, dia ada di mana-mana dan bisa tau kalau diomongin."
"Mbok pernah liat?"
"Belum pernah, Non. Tapi, belakangan ini Mbok sering ngerasa ada yang liatin."
"Aku juga ngerasa ada yang aneh sama rumah ini."
"Dari Ibu masuk rumah sakit, Non."
"Ya ampun, aku belum jenguk bunda di rumah sakit."
"Besok aja, Non. Hari ini istirahat dulu di rumah."
"Iya, Mbok. Tapi aku masih pengen denger lanjutannya."
Beberapa minggu sebelum Kevin meninggal. Kelakuannya sudah di luar batas kewajaran. Mbok Wati sering mendapati Kevin bersembunyi di dalam lemari, bahkan di kolong tempat tidur.
Tengah malam, Kevin semakin sering menjerit ketakutan. Berteriak-teriak memanggil Mbok Wati, untuk menemaninya tidur di kamar. Ketika ditanya ada apa? Jawabanya selalu sama .... "Ada ular di kasurnya," ucap Mbok Wati.
"Ular? Ular beneran?"
"Mbok juga gak tau, Non. Mbok, bapak dan Ahmad udah cari di kamarnya, tapi gak ada ular," jelas Mbok Wati.
Semakin hari tubuh adikku itu semakin terlihat kurus dan pucat, karena kurang tidur dan jarang makan. Di sekolah pun Kevin lebih banyak murung dan tidak bergaul seperti biasa.
Pihak sekolah sempat datang ke rumah, untuk memastikan apakah kondisi Kevin baik-baik saja. Namun setelah diceritakan semuanya, mereka masih tak percaya. Kevin malah disuruh istirahat di rumah selama seminggu.
"Kenapa Mbok gak cerita sama aku?" Aku kesal ketika mendengar cerita itu. Jika saja Mbok Wati cerita, aku tidak akan mendiamkan Kevin selama hampir sebulan terakhir.
"Den Kevin yang ngelarang Mbok kasih tau, Non."
"Tapi Mbok, seharusnya tetep cerita sama aku."
Jujur, aku sangat menyesal. Di saat adikku sedang berjuang melawan rasa takutnya, aku malah tidak berkomunikasi dengannya. Demi untuk memberi kejutan padanya.
"Maaf, Non."
"Iya, Mbok. Semuanya udah terjadi, mau gimana lagi. Terus ... gimana Kevin bisa meninggal dalam keadaan begitu?"
"Memangnya Non tau Den Kevin meninggal kenapa? Apa bapak sudah cerita?"
"Ayah gak cerita, tapi aku sempat liat sendiri."
Ketika kantung jenazah dibuka, kulihat Kevin hanya mengenakan celana pendek saja. Dengan tubuh yang basah.
"Ini semua salah Mbok. Seandainya ...."
"Seandainya apa?" Kulihat Mbok Wati sedikit menundukan kepalanya. Mengusap bulir bening yang jatuh di ujung matanya.
"Seandainya Mbok gak ninggalin Den Kevin sendirian."
Pagi itu, Mbok Wati tidak menemukan Kevin di dalam kamarnya. Setelah dicari keliling rumah, ternyata dia sedang duduk di pinggir kolam renang. Tatapannya kosong dan hanya tertuju pada permukaan air.
Saat ditanya sedang apa di sana, Kevin hanya bilang ingin berenang. Mbok Wati sudah melarangnya, karena kolam renangnya kotor. Semenjak leon meninggal, jarang ada yang menggunakan.
Namun Kevin bersikeras, dia langsung melepaskan bajunya dan terjun ke kolam renang. Mbok Wati tetap menemaninya, duduk di kursi, di pinggir kolam. "Tiba-tiba Den Kevin nyuruh bikinin Nasi Goreng, Non." Gurat kesedihan di wajah Mbok Wati semakin terlihat jelas.
Mendengar permintaan Kevin, Mbok Wati langsung pergi ke dapur. Itulah yang dia sesalkan sampai detik ini.
Sebenarnya dari jendela dapur, Mbok Wati bisa melihat keadaan di kolam renang. Namun, karena terlalu fokus memasak dia tidak sadar kalau Kevin sudah menghilang dari permukaan kolam.
Setelah mengetahui Kevin menghilang, Mbok Wati langsung mencari di sekitar kolam renang. Air kolam yang keruh menyulitkan Mbok Wati untuk melihat ke dalam air.
"Jadi Mbok gak cek ke dalam kolam?" tanyaku.
"Enggak, Non. Mbok gak bisa berenang. Tapi Mbok perhatiin permukaan airnya tenang, kaya gak ada orang habis berenang di sana."
"Terus Mbok ngapain?"
"Mbok kira Den Kevin udah balik ke kamar. Pas di cek ternyata gak ada. Udah Mbok cari keliling rumah juga gak ada. Terus Mbok lapor ke Bapak."
Ayah pun ikut mencari keberadaan Kevin, mulai dari kolam renang, tempat yang biasanya Kevin bersembunyi, kamar-kamar kosong, gudang sampai setiap sudut rumah. Hasilnya nihil. Kevin tidak ditemukan.
Kemudian ayah kembali ke kolam renang, menyalakan pompa untuk menguras kolam. Ketika airnya surut, Kevin ditemukan sudah terbaring di dasar kolam.
Ayah sudah berusaha menyelamatkannya, tapi Kevin tidak tertolong. Adikku itu sudah meninggal sebelum mobil ambulan datang. Tidak lama kemudian, aku pun tiba di rumah. Mbok Wati mengakhiri ceritanya. "Ya udah Mbok, aku mau lanjut istirahat dulu. Semalem kurang tidur."
"Iya, Non." Mbok Wati bangkit, lalu membereskan piring dan gelas.
"Mbok mau bersih-bersih dulu ya, Non," ucap Mbok Wati seraya berjalan ke luar kamar.
Sedangkan aku masih duduk di atas tempat tidur, sambil memikirkan banyaknya kejanggalan yang terjadi sebelum adikku meninggal.
"Ada apa dengan rumah ini?" batinku seraya membaringkan badan.
Siapa Wanita Berambut Panjang itu?
Apa hubungannya dengan ular?