Takdir dari Tuhan adalah skenario hidup yang tak terkira dan tidak diduga-duga. Sama hal nya dengan kejadian kecelakaan sepasang calon pengantin yang kurang dari 5 hari akan di langsungkan, namun naas nya mungkin memang ajal sudah waktunya. Suasana penuh berkabung duka atas meninggalnya sang korban, membuat Kadita Adeline Kayesha (18) yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu mau tak mau harus menggantikan posisi kakaknya, Della Meridha yaitu calon pengantin wanita. Begitu juga dengan Pradipta Azzam Mahendra (28) yang berprofesi sebagai seorang dokter, lelaki itu terpaksa juga harus menggantikan posisi kakaknya, Pradipta Azhim Mahendra yang juga sebagai calon pengantin pria. Meski di lakukan dengan terpaksa atas kehendak orang tua mereka masing-masing, mereka pun menyetujui pernikahan dikarenakan untuk menutupi aib kelurga. Maksud dari aib keluarga bagi kedua belah pihak ini, karena dulu ternyata Della ternyata hamil diluar nikah dengan Azhim. Mereka berdua berjanji akan melakukan pernikahan setelah anak mereka lahir. Waktu terus berlalu dan bayi mereka pun laki-laki yang sehat diberi nama Zayyan. Namun takdir berkata lain, mereka tutup usia sebelum pernikahan itu berlangsung. Bagaimanakah kehidupan rumah tangga antara Azzam dan Kayesha, yang memang menikah hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan menggantikan kakak mereka saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon almaadityaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03. SMDH
So, jangan lupa dateng ya, Cha.
Ocha rasanya ingin tersedak mie ayamnya, dengan cepat ia segera meminum es tehnya.
"Gila, iya sih. Tapi gue masih shock aja, Sha. Emang beneran dua hari lagi ya?" Kayesha menghela nafas panjang.
"Ya gitu, gimana lagi. Yaudah ae pasrah sama Allah aja gue," Ocha menggeleng-geleng tak percaya.
"Gila... Gila... Seriusan Minggu ini?"
"Iya Ocha Puspita," tekan Kayesha disetiap katanya.
"Cepet banget anjir, btw gimana looks sapa sih itu Azzam ya? Ya pokoknya itu lah yang lo bilang tadi."
Kayesha menyeruput sedotannya di dalam es jeruk, ia mengulum senyum malunya. "Eum apa ya, ya gitu si normal."
Ocha berdecak, "ya terus masa ga normal? I mean spesifik nya itu lho, Sha."
Kayesha terkekeh, "ya gitu, ganteng sih, banget lah tapi gue biasa aja si. Terus sopan juga, tapi yang bikin gue speechless umurnya si, kalo dari look si okay tapi umurnya dua lapan gila, beda dua taun."
"HAH? SERIUS?"
Ocha sanking kagetnya sampai mengebrak meja kantin. Alhasil orang-orang yang ada disana mengalihkan pandangan ke mereka berdua.
"Malu, Cha, malu anjir," Ocha cengengesan tanpa dosa.
"Tapi seriusan, Sha? Berarti bukan anak sekolah lagi dong ya? Masih kuliah ya?" Kali ini suara Ocha sedikit merendah.
"Ya masa masih SMA? Ya pikir ae SMA mana yang mau nerima umur dua lapan. Jadi Azzam tuh udah kerja di Rumah Sakit Citra Medical," jelas Kayesha.
"Hah, mang iya? Jadi apa? Office boy?"
Kayesha mentonyor kepala Ocha.
"Dokter forensik," Ocha menutup mulutnya tak percaya.
"Oh my god? Are you f* seriously?"
Kayesha memutar bola matanya malas, "susah ya ngomong sama lo, udah ah."
"E-eh ngga gitu, gue shock aja lagi, Sha. Gue bingung kalo jadi lo antara sedih atau bahagia karena hoki."
"Biasa aja si, Cha. Ya intinya gitu deh ya, lo awas cepu ya!"
"Apasi, Sha. Emang pernah gue gitu? Ngga, kan?"
Kayesha menggeleng.
"Nah yaudah, lo cukup diem aja. Gue pasti datang kok, jam 10 kan?"
"Jam 11 an gitu aja lo dateng, soalnya undangannya ga rame rame banget juga cuma buat keluarga, kolega, sama orang-orang yang ada disana."
Ocha berpose hormat, "okay siap, gue hadiahin lo baju dinas ya? Mau yang terawang atau ga?"
"Setan lo, Cha."
\~•\~
Emang lo udah bisa menyesuaikan keadaan, Zam?
Azzam mengangkat sebelah alisnya.
"Maksud lo?"
Abim menepuk jidatnya pelan, "pertama, kalo lo ibarat suami istri kan otomatis lo bakalan sama dia terus ya, kan? Misalnya lo pas malem sama sama mau bobo gimana? Kan pasti bobo berdua gitu sekasur."
Lah iya juga, ya? Batin Azzam.
"Gatau gue ga mikir sampai situ, mikirin tinggal dimana aja belum tau gue. Ya paling kalo berdua sama dia juga, pisah tempat kaya misalnya gue dibawah terus dia diatas," bukannya paham kedua teman Azzam justru menganggapnya terdengar ambigu.
"Atas bawah apanya, Zam? Oh gue tau, lo suka yang di bawah ya?" Azzam memutar matanya malas.
"Serah kalian lah, gue ga tau intinya."
Yohan terkekeh, "bercanda, Zam. Saran gue si mending nanti lo beli rumah deh buat berdua."
"Kenapa gitu?" Tanya Abim.
"Nih ya, kata nyokap gue. Nyokap gue dulu pengalaman tinggal serumah sama mertua, gak enak banget. Apalagi kan lo pengantin baru nanti jatuhnya kalo ada apa apa kan ga enak sama mertua lo. Takutnya juga nyusahin," ucapan Yohan ada benarnya juga, padahal Yohan sendiri masih jones.
"Jadi gue harus beli rumah gitu?"
Yohan mengangguk, "seterah lo mau nyewa, mau KPR atau langsung beli juga. Yang jelas sih mending gausah ngikut mertua ato ngikut nyokap bokap lo. Jadi kan enak buat lo berinteraksi sama Kayesha nanti, kalau dia kebiasaan harus ada orangtua nanti malah susah dan dia ga terbiasa."
Abim menepuk pundak Yohan, "pinter juga sohib gue, belajar dari mana lo, hah?"
Yohan mengacungkan jari tengahnya.
"Emang bisa gue beli rumah dalam waktu dua hari?"
"Ya jelas bisa lah, emang lo mau ngambil rumah daerah mana? Kalo lo mau beli kan tinggal isi apa aja yang harus di lengkapi, terus akad aja secepatnya."
"Tapi bisa kan dalam waktu dua hari? Gue ga berpengalaman kalau masalah beli rumah-rumahan kaya gitu."
"Bisa aja kok, Zam. Emang lo mau rumah yang letaknya dimana sama yang kaya gimana bentukannya?" Yohan bertanya.
"Ya paling beda sekilo atau dua kilo jalan Sadewa. Soalnya rumahnya nyokap bokap Kayesha disitu, biar deket juga. Terus kalo masalah rumah yang biasa aja lah, kan buat gue berdua juga sama Kayesha. Gausah yang bertingkat-tingkat gitu, yang penting lumayan luas sama kamarnya gede, yang ada garasi juga," jelas Azzam mendeskripsikan rumah yang akan ia beli.
"Sip, nanti gue cariin ya. Paling lambat malem ini deh, jadi besok tinggal lo konfirmasi sama orangnya, kebetulan kenalan gue disitu banyak," Azzam mengangguk.
Mereka pun berbincang-bincang seputar rumah-rumah dan tentang rumah tangga, khususnya untuk Azzam. Hingga tak terasa waktu sudah lama, Azzam memutuskan untuk kembali bertugas kerumah sakit.
\~•\~
Hoamm... Ck, haus...
Gadis yang mengenakan piyama berwarna pink muda itu turun dari kasurnya menuju dapur dengan kondisi rambut yang acak-acakan dan mata yang masih terbuka tertutup seperti mengantuk dan sadar tak sadar.
Sehabis meminum dua gelas air dari galon, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun terhenti ketika ia baru sadar ada ayahnya yang sedang menonton televisi di ruanh tamu sendirian. Ia pun menghampiri ayahnya, dan ikut duduk disana.
"Kok bangun sih? Kehausan ya?" Kayesha mengangguk.
"Ayah kok masih disini? Bunda mana?"
"Ada kok di kamar lagi istirahat tuh sambil buka TikTok katanya tadi," Kayesha pun ber oh-ria.
"Kenapa Ayah ga ke kamar aja?"
"Ini, mau ngabisin bola dulu. Bentar lagi kelar satu pertandingan," lagi lagi Kayesha hanya ber oh-ria saja.
Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Latif menjadi serius.
"Dek," Kayesha menoleh.
"Kamu serius kan, kamu gapapa kan dinikahin sama Azzam buat gantikan Mba Della?" Kayesha jadi bingung harus menjawab apa.
"Kok Ayah nanya nya gitu? Emang kenapa?"
"Engga, Ayah cuma kepikiran aja. Kali aja kamu terpaksa atau apa."
Kayesha terdiam sebentar, "kalo ditanya terpaksa ya iya emang aku terpaksa. Kalo ditanya siap gak siap pun ya emang ga siap, karena ini semua dadakan buat aku. Kalo bisa nolak lagi dan di kabulin, udah jelas aku bakal nolak—"
"Tapi, aku sadar cuma aku sekarang yang jadi harapan Ayah sama Bunda, aku pun tau Zayyan perlu sosok ibu seperti Kak Della juga kan? Meski pun aku ga bisa jadi kaya Kak Della, paling ngga Zayyan bisa liat aku seperti dia liat ibunya. Aku tau juga kalau pernikahan ini kan untuk menutupi aib keluarga juga, biar Kak Della bisa tenang juga disana. Apalagi aku tau kalau Bunda kan punya penyakit, ga bisa selamanya ngurusin Zayyan, Bunda juga udah cukup tua, begitu juga kan sama Ayah? Jadi aku coba paham-paham aja juga, insya Allah kalau ini emang jalannya, aku harus siap," Latif terdiam mendengarnya, berbeda dengan respon Kayesha di otaknya.
Latif tak kuasa menahan air matanya, ia langsung memeluk putrinya itu. "Maafin Ayah ya, sayang. Sekali lagi maafin, Ayah. Cuman ini permintaan terakhir Ayah sama Bunda, maafin kami ya."
Kayesha membalas pelukan Latif, "ngga, ini ngga salah Ayah sama Bunda. Ini emang takdir buat Kayesha, jadi aku harus bisa lewatin semuanya. Kalau emang niat pernikahan ini baik, insya Allah juga seterusnya bakal berjalan baik."