NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Diikuti Hantu

Begitu mobil mulai melaju, aku langsung menonaktifkan ponselku. Takut kalau seandainya mbak Secha mungkin melontarkan bom atom atau bahkan bom nuklir dengan cara menelponku. Bisa kehabisan stock dongeng aku tuh untuk mengelabui mbak Bian dan mas Raka. Tentu saja begitu kunyahan roti mas Raka hanya tinggal menyisakan plastiknya saja, mas Raka mulai kembali melontarkan kata-kata absurd yang sukses membuat mbak Bian menggeplak kepalanya berkali-kali. Kadang aku salut ngelihat daya tahan kepala mas Raka. Mungkin kalau aku jadi mas Raka, sudah sedari dahulu aku mengalami geger otak.

 

"Lo lihat?"

Tiba-tiba mas Raka menghentikan banyolannya dan mulai memasang ekspresi serius.

 

"Terus?"

Berbeda dengan mas Raka yang terlihat serius, mbak Bian justru terlihat santai.

 

"Lo yakin, mereka bukan hantu?"

 

"Hah? Dimana mas?"

Aku langsung berteriak panik begitu mendengar pertanyaan mas Raka.

Ebuset dah, memang saat ini kami sedang melewati jalanan super sepi. Bahkan Cancan pernah menceritakan bahwa jalanan ini sering meminta tumbal karena gangguan makhluk ghaib.

 

"Seriusan dong mas!"

Mataku mulai celingak-celinguk, memastikan kebenaran ucapan mas Raka yang masih berbicara dengan ekspresi serius.

 

"Percayalah Bi, dua lawan sepuluh makhluk ghaib kurang imbang. Apalagi ada Icha disini."

Mas Raka lalu melihatku dengan ekspresi cemas, membuat bulu kudukku semakin berdiri.

 

Sekalipun aku sudah sering silaturrahmi dengan para makhluk ghaib di kampus, tetap saja aku masih takut setiap bertemu dengan mereka. Jangan harap aku akan terbiasa dengan mereka, mustahil! Aku lebih baik bertemu dengan ular daripada dengan mereka. Tapi ular kecil ya, jangan besar.

 

Mbak Bian tiba-tiba menekan pedal gas dan menambah kecepatan mobilnya, membuatku terpaksa bersandar saking terkejutnya.

"Icha takut hantu, kan?"

"Jadi tutup mata aja dulu ya. Gitu nyampe biar mas buka matanya."

Ucap mas Raka sambil menutup mataku dengan kedua tangannya.

 

Entah karena ini kali pertama aku melihat ekspresi kaku sekaligus super serius di wajah penuh banyolan mas Raka, aku langsung menuruti perintahnya tanpa banyak bertanya. Tapi percayalah, saat mata di tutup, maka indera tubuh lainnya akan terasa lebih sensitif. Buktinya saat ini aku seperti mendengar ada sesuatu yang mengapit kami di kiri dan kanan. Ya tuhan! Apa jangan-jangan itu hantunya?

 

"Sepuluh menit lagi sampai jumpa kerumunan."

Ucap mas Raka dengan nada aneh yang baru pertama kali aku dengar.

"Yang kiri ada genderuwo, sebelah kanan ada kuntilanak."

Lanjut mas Raka lagi, membuatku hampir saja berteriak karena mas Raka begitu frontal menyebutkan jenis hantu yang sedang mengikuti kami. Buset, ternyata dugaanku benar, saat ini di kiri dan kanan kami sudah ada para hantu yang mengikuti! Tapi, kenapa justru suaranya terdengar seperti suara sepeda motor ya? Apa saat para hantu terbang bunyinya seperti suara sepeda motor?.

 

"Mau pakai mantra aja?"

Tanya mbak Bian santai, seakan-akan menghadapi para hantu sudah menjadi makanan sehari-harinya.

 

"Nggak usah, entar mereka curiga. Usahakan mereka nggak bisa ngikutin kita lagi. Kalau kita keluarkan mantera disini, bisa-bisa usaha kita selama ini sia-sia. Malah kita bakalan langsung berhadapan dengan induk hantu sekarang juga."

 

"Lho? Kan bagus? Mereka nggak bakalan bisa nakut-nakutin orang lain lagi."

 

Mas Raka mendecih, sepertinya kesal dengan usulan mbak Bian,

"Sorry Bi, kita bukan kayak paranormal super power yang bisa nangkap mereka cuma berdua dan tangan kosong doang. Kita nggak tau mereka bawa senjata atau nggak. Yang ada kita mati konyol! Lagian gue belum nikah. Ogah gue mati deluan sebelum ngerasai punya bini"

Lanjut mas Raka lagi, membuatku sontak menghernyitkan alis. Kenapa mereka membicarakan para hantu seakan-akan mereka sedang membicarakan penjahat?

 

Setelah itu mas Raka dan mbak Bian hanya diam, hening tercipta di antara kami. Aku hanya bisa komat-kamit merapalkan doa yang sering nenekku ajarkan dulu untuk mengusir para demit. Beruntung mas Raka menutup mataku, kalau nggak bisa terkencing-kencing aku tuh melihat mas wowo dan mbak kunti.

 

Begitu laju mobil perlahan melambat barulah aku bisa bernafas lega. Mas Raka perlahan mulai melepas bekapannya di mataku, membuatku akhirnya bisa melihat jelas jalanan yang ramai. Aku mulai celingukan ke kiri dan ke kanan, memastikan mas wowo dan mbak kunti tak terlalu rajin mengikuti kami.

 

"Udah nggak ada kok."

Ucap mbak Bian, membuatku seketika menghela nafas lega.

 

"Seriusan mbak? Syukurlah!"

Ucapku terkulai lemas di kursi.

 

"Tapi mas sama mbak keren banget. Tetap fokus nyetir walau diikutin hantu. Kalau aku udah pura-pura pingsan aja deh biar si mas wowo sama mbak kunti pergi."

Aku memandang mas Raka dan mbak Bian dengan tatapan kagum. Akan tetapi mereka justru kompak tertawa, membuatku semakin heran melihat tingkah mereka.

 

Mas Raka bahkan tertawa terbahak-bahak, sampai dia harus memegang perutnya

"Wow, nggak nyangka Icha yang bar-bar sepenakut ini."

Ucap mas Raka dengan susah payah di balik tawanya. Dia bahkan memukulku berkali-kali.

 

"Tenang aja Cha, gue sama Raka mah udah sering jumpa makhluk ghaib, bahkan yang kelakuannya lebih dari setan juga udah sering."

Mbak Bian menimpali sambil mengangkat bahu angkuh.

 

Mas Raka menganggukkan kepalanya sambil menatap jalanan dengan tatapan menerawang.

"Ini mah belum seberapa. Masih mending yang ini cuma ngikutin doang buat mastiin sesuatu. Tapi, aneh nggak sih Bi? Kok mereka bisa ngikutin kita? Apa kita udah ketahuan ya?"

Tanya mas Raka ke mbak Bian, yang lagi-lagi membuatku berasa seperti orang asing karena tak paham ucapan mereka.

 

Mbak Bian mengerutkan alisnya, terlihat berpikir sambil terus mengetuk-ngetukkan jarinya di stir mobil. Tiba-tiba, tanpa aba-aba mas Raka dan mbak Bian sontak melihat ke arahku. Mereka berdua langsung menghela nafas sambil geleng-geleng kepala.

 

"Kan bener dia. Dari aromanya aja aku udah bisa nebak."

Eluh mas Raka sambil menghempaskan tubuhnya ke kursi.

 

"Hah? Aku mas? Aku yang mancing hantunya buat ngikut gitu?"

Tanyaku panik sambil mulai mengendus-endus tubuhku. Mencoba mencium aroma tubuhku, mungkin aja terselip aroma kemenyan atau bunga kantil.

 

Mbak Bian menganggukkan kepala, membuatku semakin panik dibuatnya,

"Iya Cha, kayaknya dari tas Icha deh. Siniin deh tasnya, biar mbak pegang dulu sampe ke kos."

Tawar mbak Bian sambil mengulurkan tangannya. Tanpa banyak perlawanan aku langsung menyerahkan tasku kepada mbak Bian. Lagi-lagi mulutku mulai komat-kamit merapalkan doa. Amit-amit deh kalau mereka masih ngikutin.

 

"Oke sampai!"

Ucap mbak Bian girang saat mobil mulai memasuki area yang dipenuhi dengan deretan penjual jajanan kaki lima. Memang sebelum pulang tadi mas Raka dan mbak Bian berencana membeli banyak makanan dalam rangka menghabiskan malam bermain kartu. Itu jugalah alasan kenapa kami harus melewati jalanan super gelap.

 

"Oh iya, lo duluan aja sama Icha. Gue mau markir mobil dulu."

Ucap mbak Bian begitu aku dan mas Raka turun dari mobil. Mbak Bian lalu merogoh tasku dan mengambil sepuluh lembar uang seratus ribuan yang diberikan mbak Secha tadi, membuat mataku sontak terbelalak kaget.

 

"Pakai ini aja dulu. Habisin kalau perlu, tapi beda-beda lokasi. Biar mereka pusing karena uangnya pada mencar."

Ucap mbak Bian pelan sambil menyodorkan semua uang itu kepada mas Raka.

 

Dia lalu memandangku dengan senyuman yang terbentuk di sudut bibirnya

"Ntar mbak ganti ya Cha. Kalau perlu mbak gandain deh. Mbak gak ada uang cash. Mas Raka jangan tanya, uang receh ada aja syukur banget. Jadi pakai uang Icha dulu ya jajannya."

Ucap mbak Bian, membuatku terpaksa mengangguk setuju. Kalau aku menolak, bisa-bisa mbak Bian dan mas Raka akan memulai sesi tanya jawab lainnya perihal uang yang kata mereka punya aroma yang mereka kenali.

 

"Haish, lo nyerahi benda yang jadi biang kerok ini ke gue?"

Mas Raka mencibir kesal.

 

Lah, kenapa mereka memperlakukan uang seakan sumber masalah? Kalau aku sih bakalan memperlakukan uang ibarat kekasih hatiku. Memang sih aku pernah dengar uang bisa membawa pengaruh buruk, bahkan banyak hubungan persaudaraan rusak gara-gara uang. Apa itu alasannya kenapa mas Raka bilang uang ini biang kerok?

 

"Yaudah deh. Skuy Cha, kita hedon!"

Mas Raka lalu menarik tanganku, membuatku hanya bisa terplongo dan mengikutinya dari belakang. Sebenarnya mereka ini kenapa sih?

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!