Seorang gadis bernama Arumi terjebak satu malam di kamar hotel bersama pria asing. Tak di sangka pria itu adalah seorang CEO. Orang terkaya di kotanya. Apa yang akan Arya lakukan pada Arumi? apakah Arya akan bertanggung jawab dengan kejadian malam itu, lalu bagaimana dengan calon istri Arya setelah tahu hubungan satu malam Arya dengan Arumi. Apakah dia akan membatalkan pernikahannya dengan Arya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aina syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Olivia bersama Stefan.
Malam ini, Olivia masih berada di apartemen milik Stefan. Setelah kabur dari pernikahannya, Olivia menemui Stefan di rumah orang tua Stefan. Dan Stefan membawa Olivia untuk tinggal di apartemen pribadinya. Dan sudah satu minggu Olivia berada di sana. Olivia juga tidak pergi bekerja selama satu minggu ini.
Stefan masuk ke apartemen dengan membawa makanan untuk Olivia.
"Oliv. Aku baru pesan makanan di luar. Ayo kita makan!" ajak Stefan sembari meletakan kantong plastik yang berisi makanan itu di atas meja.
Olivia menatap Stefan lekat.
"Stef, kamu baru pulang?" tanya Olivia.
"Iya. Dari rumah sakit, aku langsung ke sini, takut kamu nungguin. Kamu pasti sudah lapar ya," ucap Stefan sembari duduk di dekat Olivia.
Olivia tersenyum walau hatinya masih merasa tidak nyaman.
Entah apa yang saat ini Olivia rasakan setelah kabur dari pernikahannya. Mungkinkah Olivia bahagia, atau justru dia sedih dan menyesal karena sudah meninggalkan Arya. Sebenarnya Olivia sangat mencintai Arya. Walau pun dia sudah kabur dari acar pernikahannya, namun dia pasti sulit untuk melupakan Arya. Karena kenangan bersama Arya yang begitu banyak.
"Liv, kamu tunggu di sini ya. Aku mau ambil piring dulu."
Stefan bangkit dari duduknya. Setelah itu dia mengambil piring untuk mereka makan. Stefan juga tidak lupa mengambil air minum untuk mereka. Stefan menyajikan makanan itu di atas piring.
"Aku cuma belikan kamu makanan yang simple aja. Nasi goreng. Aku beli nasi goreng ini di langganan aku. Pasti kamu suka. Karena nasi gorengnya rasanya enak."
"Iya. Makasih ya Stef."
Olivia dan Stefan kemudian makan bersama.
"Stef, aku mau pulang Stef," ucap Olivia di sela-sela kunyahannya.
"Apa! pulang? kamu mau pulang ke mana?"
"Ke rumah orang tua aku Stef."
"Olivia, kalau kamu pulang sekarang, situasinya masih nggak memungkinkan Liv. Orang tua kamu juga mungkin masih marah sama kamu. Bagaimana kalau mereka belum mau memaafkan kamu."
"Tapi Stef, aku nggak mungkin merepotkan kamu terus. Kamu sudah terlalu baik sama aku. Kamu sudah memberikan aku tempat tinggal. Dan aku nggak mau bergantung terus sama kamu."
"Oliv, bukannya aku melarang kamu untuk pulang. Kalau mau pulang, alangkah baiknya, kamu telpon dulu orang tua kamu. Kalau mereka sudah memaafkan kamu dan nggak marah lagi sama kamu, kamu bisa pulang sekarang."
Olivia mengangguk.
Setelah menghabiskan makanannya, Olivia kemudian mengambil ponselnya untuk menelpon orang tuanya. Olivia kemudian menekan nomer ibunya.
"Halo Mama.."
"Olivia. Kamu ke mana saja? sudah satu minggu kamu kabur dan nggak pulang ke rumah."
"Ma, maafin aku Ma."
"Maaf, maaf. Kamu itu sudah mempermalukan keluarga Olivia. Kamu masih berani minta maaf. Mama nggak akan maafin kamu."
"Ma, aku punya alasan kenapa aku pergi meninggalkan acara pernikahanku."
"Apa alasannya. Kurang baik apa Nak Arya sama kamu selama ini. Dia itu lelaki yang sangat baik, sopan sama orang tua, kaya raya, tampan, bisa-bisanya kamu mengecewakan dia."
"Ma, bukan itu masalahnya. Aku punya alasan sendiri kenapa aku pergi. Dan aku nggak bisa menjelaskannya sekarang."
"Terus sekarang kamu ada di mana?"
"Aku di rumah teman."
"Oliv, mendingan kamu nggak usah pulang dulu. Papa kamu sepertinya masih sangat marah sama kamu. Untuk sementara kamu tinggal dengan teman kamu dulu. Seharusnya, kalau kamu nggak mau nikah sama Arya, kamu bilang sama Mama dulu Liv. Biar Mama jelaskan ke semua orang, apa masalah kamu sama Arya. Bukan malah kabur-kaburan seperti ini. Kalau seperti ini, Mama dan Papa yang malu."
"Maaf Ma, sudah membuat Mama dan Papa kecewa. Baiklah kalau aku belum boleh pulang. Untuk sementara aku mau tinggal di rumah teman dulu. Tapi, aku masih boleh pulang kan?"
"Ya boleh, kapan-kapan kamu bisa pulang."
Olivia menatap Stefan setelah dia menelepon ibunya.
"Stef, benar apa kata kamu, aku belum bisa pulang sekarang. Papa dan Mama aku masih marah sama aku."
"Ya sudah kalau gitu. Kamu bisa tinggal di sini sampai kapan pun kamu mau. Lagian apartemen ini juga kosong. Karena aku kan kebanyakan tinggal di rumah orang tuaku."
Stefan menatap Olivia lekat. Dia sebenarnya sedih saat melihat Olivia rapuh. Namun Stefan tidak bisa melakukan banyak hal untuk membantu Olivia. Dia hanya bisa memberi tempat tinggal dan memberi makan sesuai kemampuannya. Namun untuk masalah cinta, Stefan belum berani untuk mengungkapkan cinta nya pada Olivia. Dia akan menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan cintanya pada Olivia.
Setelah makan malam selesai, Olivia dan Stefan membereskan piring-piring kotor yang ada di meja makan. Setelah itu, mereka mencucinya. Setelah semua beres, Stefan berpamitan untuk pulang.
Stefan meraih tangan Olivia.
"Oliv, kamu jangan khawatir ya. Aku akan selalu menjaga dan melindungi kamu dengan baik."
"Makasih ya Stef, untuk semua kebaikan kamu."
"Iya Oliv. Sekarang, kamu istirahat ya. Aku mau pulang dulu, sudah malam. Kamu jangan terlalu banyak memikirkan Arya. Dia memang lelaki yang nggak pantas buat kamu. Sudah mau nikah, malah main gila sama wanita."
"Cukup Stef. Jangan ingatkan aku soal itu. Hatiku sudah terlalu hancur dan terluka saat melihat vidio itu."
Stefan tersenyum. Setelah berpamitan pada Olivia, Stefan kemudian pergi meninggalkan apartemennya.
***
Jam sepuluh malam, ketukan dari luar rumah terdengar. Bik Ijah buru-buru ke depan untuk membuka pintu. Dia tersenyum saat melihat Arumi.
"Non Arumi sudah datang?" ucap Bik Ijah.
"Iya Bik."
"Ayo masuk Non. Biar bibi yang bawakan tas Non Arumi."
"Makasih bik."
Bik Ijah mengambil tas ransel milik Arumi yang berisi baju-baju Arumi. Arumi tidak membawa semua bajunya, karena Arumi takut dia tidak akan betah tinggal di rumah suaminya. Arumi dan Bik Ijah kemudian masuk ke dalam rumah. Sesampainya di ruang tengah, mereka menghentikan langkahnya.
"Non Arumi, kenapa sampai malam banget Non sampainya?" tanya Bik Ijah.
"Tadi jalanan macet banget Bik. Jadi aku dan Pak Bastian kemalaman."
Bik Ijah tersenyum.
"Nggak apa-apa. Yang penting Non Arumi sudah sampai dengan selamat."
"Mama dan Papa mana?" tanya Arumi.
"Mereka sudah masuk ke kamar Non."
"Kalau Fani?"
"Dia kan masih di kantor polisi. Tuan muda kan lagi sibuk di kantor. Jadi belum sempat ngurusin masalah adiknya."
Arumi manggut-manggut saat mendengar ucapan Bik Ijah. Arumi dan Bik Ijah kemudian duduk di sofa ruang tengah.
"Oh iya. Bibik mau telpon Pak Arya dulu. Katanya kalau Non sudah sampai, bibik di suruh ngabarin Pak Arya."
"Iya Bik."
Bik Ijah kemudian menelpon Arya.
"Halo Tuan muda."
"Ada apa Bik?"
"Non Arumi sudah sampai Tuan muda."
"Oh, suruh dia istirahat di kamar aku Bik. Sudah di beresin kan kamar aku?"
"Sudah Tuan muda."
"Ya udah, bilang sama dia, sebentar lagi aku pulang."
"Iya Tuan."
Setelah menelpon Arya, Bik Ijah menatap Arumi.
"Non, katanya sebentar lagi Tuan muda pulang. Ayo bibik antar ke kamar Tuan muda."
Arumi terkejut saat mendengar ucapan Bik Ijah.
"Apa nggak ada kamar lain Bik?"
"Kalian itu suami istri. Kenapa harus tidur terpisah. Nanti dimarahin lho sama Nyonya dan Tuan."
Wanita dan pria tidur di kamar yang sama. Apa yang akan terjadi. Ih, gimana kalau nanti malam Mas Arya macam-macam sama aku, batin Arumi sembari berjalan mengikuti Bik Ijah ke kamar Arya.