Pesugihan Milik Istriku

Mila yang sekian lama terdiam akibat rasa sakit akhir nya bisa bangun dan susah payah berdiri menahan pinggang yang serasa mau patah, dendam sudah pasti pada wanita yang sama sekali tidak di kenal nya itu, dalam hati ia bertekad akan menyewa preman untuk balas dendam pada wanita gila yang memasukan dia kedalam sawah.

Dengan naik ojek dia pulang kerumah dan hampir kena tolak juga oleh tukang ojek nya karena mengira Mila adalah orang gila, tapi karena Mila sudah mengeluarkan uang maka tukang ojek itu pun mau mengantarkan dan tak lupa meminta ongkos tambahan karena motor dia kena lumpur dari tubuh Mila.

Sampai rumah bukan nya dapat obat yang bisa membuat hati adem ayem, malah kebetulan pula dengan Rosana yang baru pulang dari kota. oleh oleh yang sangat banyak dan kantong nya juga bermerek mall besar, sudah pasti dia habis shoping selama di kota dan menghabiskan uang banyak karena sekarang orgen dia laris manis.

Belum lagi dengan motor nya yang berwarna merah menyala dengan harga yang tentu fantastic sekali, membuat Mila tidak bisa melepaskan pandangan nya dari sana dan kaki ini juga tidak mau di langkah kan masuk kedalam rumah akibat rasa iri yang sangat besar karena tersaingi oleh tetangga nya yang paling miskin.

"Ibuuuu..wah banyak sekali oleh oleh nya!" Zulham berteriak girang.

"Eh lain kali kalau Ibu baru pulang jangan langsung di sambut ya." ucap Rosana pelan.

"Kok gitu, Bu?" Zulham tidak mengerti dengan larangan Rosana.

"Sebab Ibu kan baru pulang dari tempat jauh sehingga banyak debu dan kuman, tunggu Ibu sudah masuk rumah dan cuci kaki serta tangan baru lah di sambut." jelas Rosana sambil mengelus kepala putra nya.

"Iya juga ya, Bu! kan di jalan banyak debu, itu helm Ibu loh banyak debu nya." Sela menunjuk helm Rosana..

"Tunggu! kok kamu pakai helm dan bawa motor, itu juga motor baru sehingga plat nya saja belum ada." Halim juga membuka suara.

Rosana sudah menduga bahwa semua akan bertanya tanya saat dia pulang membawa motor, sudah pasti itu karena mereka tentu saja tak mengira bahwa uang Rosana akan sebanyak itu sampai bisa beli motor segala macam. ini saja Halim belum tau bahwa Rosana sudah menaruh uang di bank tempat ia kredit rumah sebanyak harga sisa rumah, sama saja dengan lunas.

"Itu lah kenapa Ibu selalu irit, sebenar nya Ibu nabung dan untung nya juga kita punya usaha maju sehingga tabungan Ibu cukup untuk beli motor! malah ada sisa juga, semoga minggu besok ada lagi yang sewa orgen." ucap Rosana.

"Ini motor mahal, Bu! sekitar tiga puluh lima juta kan?" Sela memang paham harga.

"Tiga puluh lebih sedikit, Ibu punya tiga puluh enam jadi nya ada sisa." Rosana sangat girang.

"Beneran kamu nabung sampai dapat sebanyak itu, Dik?" Halim kelihatan kurang percaya.

"Lah terus dapat dari mana aku kalau tidak nabung, Mas! mau jual diri juga tak akan laku, kalau pun laku paling cuma dua ratus ribu." sewot Rosana.

"Bukan gitu maksut nya, kok Mas tidak tau selama ini kamu nabung." Halim mulai cemas bila Rosana sudah mengerut kesal.

"Kalau kamu tau ya bakal pinjam dulu seratus, kamu loh kebiasaan kalau tau aku punya uang!" Rosana membuka bungkusan dan menata buah kedalam kulkas.

"Asiiiik, sekarang kulkas kita ada buah nya!" Zulham senang sekali.

Rosana tersenyum melihat putra nya sangat gembira melihat makanan yang sangat banyak, tadi dia memang sengaja belanja banyak untuk isi kulkas agar Zulham dan Sela bisa mendapatkan makanan bila sedang membuka kulkas. bukan cuma jeruk nipis separuh saja isi nya, sekarang sudah ganti dengan jeruk mahal.

Hal hal seperti ini lah yang membuat hati seorang Ibu terasa sangat nyaman dan bahagia, sebab anak nya sangat senang melihat makanan di rumah dan tidak perlu sampai minta minta atau mengemis di rumah orang. masih terbayang di pikiran Rosana, saat dulu Zulham sangat ingin makan es cream ketika melihat anak Bu RT yang paling kecil membuka kulkas.

"Makan es nya yang banyak, ini juga buah nya di makan." Rosana mencium Zulham penuh kasih sayang.

"Kalau di makan terus nanti cepat habis, Bu." Zulham takut bila makanan nya habis.

"Habis kita beli lagi, doakan saja usaha Ibu dan Ayah lancar." ujar Rosana.

"Ibu benar, pokok nya kalian doakan saja ya biar banyak yang sewa orgen kita." Halim juga berharap demikian.

"Tentu kami akan mendoakan untuk Ayah dan Ibu." Zulham dan Sela menjawab barengan.

Rasa nya bila sudah begini maka tidak masalah bagi Rosana untuk membunuh banyak orang lewat iblis kuda, melihat kebahagiaan anak anak nya seperti ini membuat dia tidak ingin lepas dari yang nama nya pesugihan dan tetap terus ingin mempertahan kan nya sampai kapan pun.

Yang ia takut kan ya cuma satu bila iblis kuda memang sungguh naksir pada Sela, anak gadis nya tidak boleh sampai celaka akibat ulah dari iblis yang dia puja. karena sudah dapat tangkal itu, hati Rosana agak adem dan anteng berharap Sela akan terus baik baik saja.

...****************...

Mia yang sesang di rumah Kakak nya jadi kaget melihat Mila berlumuran lumpur, bahkan datang datang langsung membanting tas akibat kesal melihat Rosana membawa motor baru, walau hati nya berusaha di dingin kan dengan mengatakan bahwa iti adalah motor pinjaman dari orang lain.

"Kenapa Kakak kotor sekali?" heran Mia menatap Mila.

"Tidak usah banyak tanya! di mana Reza?" tanya Mila sewot.

"Enggak ada dia pulang, kan pergi sama kamu kondangan tadi." sahut Mia.

"Kurang ajar sekali memang suami impoten itu, awas saja kalau nanti dia pulang!" Mila segera masuk kamar mandi untuk membersihkan diri dari lumpur bau ini.

Sedangkan Mia berdiri di depan pintu menatap motor nya Rosana yang berwarna merah, tangan wanita hamil ini terkepal erat karena menahan semua sakit hati dan juga iri.

"Kurang ajar sekali dia, kenapa sih pakai segala dapat warisan? aku yakin itu memang warisan!" rutuk Mia.

Dalam hati tidak terima karena malah sekarang dia yang bernasib buruk karena Rere datang dan dia hanya tinggal gigit jari saja, selain cuma do nikahi secara siri. semua harta yang Jarwo miliki semua nya atas nama Rere, sehingga sekarang Mia tidak bisa mau berbuat apa apa karena tidak punya hak dan tidak bisa juga mau menuntut kemana pun.