Jelita Putri Maharani adalah seorang perempuan cantik berumur 27 tahun yang menjadi piatu sejak dia masih duduk di kelas V SD.
Suatu ketika, papa Jelita sakit keras dan sebelum meninggal dia meminta putri kesayangannya itu untuk menikah dengan Rico Putra Permana, pria tampan berumur 30 tahun anak dari sahabat papanya dengan maksud agar Jelita ada yang menjaga.
Namun siapa sangka, 2 bulanan setelah pernikahan, Jelita mulai melihat sifat asli suami, mertua dan adik iparnya yang membuat emosi Jelita makin lama makin naik.
Bagaimanakah kisah selengkapnya? Yuk simak novel ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 Memberi Pelajaran
Minggu jam 4 pagi...
Dengan langkah pelan, Jelita, Bik Sumi dan Wati keluar dari rumah lewat pintu belakang dan langsung menghampiri Pak Seno yang sudah stand by di dalam mobil pribadi Jelita yang diparkir di sebelah selatan rumah.
Rupanya kemarin malam, Jelita sudah memberitahu Pak Seno lewat WA agar membawa mobilnya ke luar rumah dengan alasan karena dibutuhkan untuk kepentingan di toko, yang padahal mobil itu dititipkan di rumah Pak Seno yang kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Jelita.
Pak Seno sudah lama bekerja di rumah Jelita seperti Bik Sumi dan mereka berdua tidak diragukan lagi kejujurannya, oleh sebab itu Jelita berani menitipkan mobilnya di rumah Pak Seno.
"Sekarang kita meluncur ke rumah kontrakannya Ratih dulu untuk numpang mandi ya, Pak," kata Jelita setelah masuk ke dalam mobil.
"Siap, Mbak."
Tak lama kemudian, Pak Seno pun melajukan mobil Jelita menuju ke rumah kontrakannya Ratih, sahabat Jelita sejak kuliah yang sampai sekarang masih betah melajang dan hari ini juga diajak Jelita untuk pergi ke pantai.
"Memangnya gak apa-apa Mbak kita meninggalkan mereka di rumah Mbak Jelita tanpa pengawasan? Kalau mereka sampai menggadai barang elektronik yang ada di rumah Mbak Jelita bagaimana?" tanya Bik Sumi yang sebenarnya masih belum sreg dengan rencana liburan dadakan hari ini.
"Bik Sum gak perlu khawatir, di halaman depan rumah kan ada CCTV, kalau mereka sampai berani menggadai barang elektronik yang ada di rumah, pasti bakal terekam sekalipun dibungkus. Lagipula aku sudah hapal barang elektronik apa saja yang ada di rumah," Jelita berusaha menenangkan ART nya.
"Salah sendiri, sudah numpang hidup kok ngelunjak. Mulutnya makin lama makin rewel saja," tambah perempuan cantik itu dengan nada kesal.
"Awas saja kalau keterusan ngelunjak, bakal aku usir mereka, kalau perlu aku gugat cerai tuh si Rico," Jelita melanjutkan nggerundelnya.
Mendengar keluhan majikannya, ke 3 ART itu hanya bisa berdiam diri tanpa berani memberi komentar. Selama mereka bekerja pada Pak Adi dan Jelita, ke 3 ART tersebut memang merasa dianggap seperti keluarga sendiri oleh majikan mereka.
Namun siapa sangka, ketenangan di rumah Jelita sekarang mulai terganggu semenjak kedatangan mertua dan adik iparnya. Jelita sendiri tidak pernah mengira, jika sebelum papanya meninggal malah mempunyai permintaan terakhir, yaitu menyuruhnya agar menikah dengan Rico dengan maksud supaya Jelita ada yang menjaga.
37 menit kemudian, tibalah mobil tersebut di depan halaman rumah kontrakan Ratih. Setelah itu, Jelita, Bik Sumi dan Wati numpang mandi secara bergantian.
"Ayo Pak Seno, kita berangkat," kata Jelita sesudah semuanya ready.
Segera saja, Pak Seno melajukan mobil majikannya itu menurut rute yang mengarah ke salah satu pantai berpasir putih yang lumayan terkenal di kota tersebut.
"Memangnya separah apa sih Ta kelakuan mertua dan adik iparmu itu?" Ratih sangat penasaran.
"Intinya mereka itu aku ijinin tinggal gratis di rumahku tapi mulutnya rewel, Tih. Rewel soal makan, merendahkan para pembantu, sengaja ngomong tentang kebutuhan uang mereka di depanku, pokoknya bisa dibilang toxic lah," terang Jelita tanpa merasa sungkan sekalipun keluhannya didengar oleh ke 3 pembantunya.
"Percaya gak Tih, bulan ini saja Rico cuma ngasih uang 500 ribu ke aku. Padahal ibunya sama adiknya beberapa kali nyinggung minta lauk ayam goreng lah, pingin soto daginglah... Hadeeh," tambah perempuan berumur 27 tahun itu yang membuat Ratih kaget.
"Beneran Ta kamu cuma dikasih uang Rico 500 ribu? Trus Bapak mertuamu ngasih uang ke kamu gak?" Ratih makin kepo.
"Iya Tih, beneran... Boro-boro Bapak mertuaku ngasih uang, biaya pindahan saja aku bantu 1 juta karena mereka kekurangan uang. Kurang baik apa coba aku, Tih?" Jelita melanjutkan curhatannya.
"Kamu gak kurang baik kok Ta, justru kamu perempuan hebat. Yang gak tahu diri itu mereka, sudah ditolong malah ngelunjak," tentu saja Ratih membela sahabatnya karena dia tahu betul siapa Jelita.
"Kamu yang sabar ya Ta, dan jangan takut bersikap tegas ke mereka. Kalau kamu ngalah, bisa-bisa kamu yang dimanfaatkan," Ratih memberi dukungan sekaligus saran untuk sahabatnya.
"Sejak aku nikah sama Rico, entah kenapa aku itu kok merasa kalau mereka sedang mengincar harta kekayaan peninggalan orang tuaku, Tih," ucap perempuan berumur 27 tahun itu.
"Menurutku juga begitu sih Ta, makanya kamu mesti hati-hati. Orang kalau sudah gelap pikirannya, apapun yang diinginkannya bisa didapat dengan menghalalkan segala cara, misalnya saja pakai guna-guna," Ratih mengingatkan sahabatnya.
"Iya Tih aku bakalan hati-hati, apalagi sekarang aku sudah gak punya anggota keluarga lagi. Oma Opa juga sudah gak ada," timpal Jelita sedikit sendu.
"Sekalipun kamu sudah gak punya anggota keluarga lagi, kan masih ada aku Ta. Kalau kamu pingin curhat ke aku, curhat saja gak apa-apa."
*
Sementara itu di rumah Jelita, Dewi bangun lebih dulu dari anggota keluarganya yang lain. Setelah membuka pintu kamar, wanita itu merasa heran karena suasana rumah tampak hening, lampu belum dimatikan dan pintu rumah belum dibuka.
Dengan masih setengah malas, Dewi pun melangkah menuju ke pintu rumah lalu membukanya. Untuk sesaat, wanita itu mengisi paru-parunya dengan udara pagi yang terasa segar.
Tak berapa lama, Dewi lalu beranjak dari ambang pintu untuk mematikan semua lampu rumah yang masih menyala kemudian melangkah menuju dapur yang tampak sepi.
Untuk kesekian kalinya wanita itu merasa heran dan bertanya-tanya, kemanakah gerangan Bik Sumi dan Wati yang biasanya mengerjakan tugas rumah dan memasak.
Tok tok tok!
"Ta! Jelita!" Dewi memanggil nama menantunya namun tidak ada jawaban.
"Pada kemana mereka ini? Apa mereka sedang belanja ke pasar ya?" gumam wanita berumur 48 tahun itu.
Dengan tetap menyimpan tanda tanya di pikirannya, Dewi pun lalu melangkah menuju ke dapur lagi untuk membuka kulkas tapi ternyata tidak bisa dibuka.
"Kok kulkasnya dikunci sih? Aneh banget deh. Mana perutku sudah lapar lagi," wanita itu menggerutu.
Karena masih punya pemikiran jika Jelita dan kedua pembantunya sedang pergi ke pasar, maka Dewi pun menunggu kedatangan mereka dengan duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan sambil mengganjal perutnya dengan makan apel.
"Kok sepi Buk? Bik Sumi sama Wati kemana? Perutku sudah lapar nih," tanya Sisca setelah berada di ruang makan.
"Ibuk juga gak tahu kemana mereka pergi, ke pasar mungkin. Makanya ini Ibuk lagi nunggu mereka," sahut wanita itu seraya mengunyah apel.
Karena perut Sisca tidak bisa diajak kompromi, gadis itu pun ikut-ikutan mengganjal perutnya dengan apel yang tinggal 1 buah.