NovelToon NovelToon
Dikira Ojol Ternyata Intel

Dikira Ojol Ternyata Intel

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Suami ideal
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Pilips

Terpaksa menikah karena persoalan resleting yang tersangkut pada rambut seorang gadis bernama Laras ketika Polisi Intel itu sedang melaksanakan tugas mengejar pengedar narkoba. Polisi Intel itu menyembunyikan identitasnya dari sang Istri, ia mengaku sebagai seorang Ojol. Karena gagal menyelesaikan tugasnya. Aliando Putra Perdana hendak dipindah tugaskan ke Papua.
Tanpa Ali sadari, ia sengaja dikirim ke sana oleh sang Ayah demi menghindari fitnah kejam dari oknum polisi yang menyalahgunakan kekuasan. Ada mafia dalam institusi kepolisian. Ternyata, kasus narkoba berhubungan erat dengan perdagangan manusia yang dilakukan oleh oknum polisi di tempat Aliando bertugas.
Ingat! Bukan cerita komedi, bukan pula dark romance. Selamat menikmati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pilips, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Surprise

Bandara CGK. Pukul 6.00 pagi.

Setelah berpamitan pada ke dua orang tuanya, Laras menunggu jadwal penerbangan. Sementara Ali menitipkan boarding pass mereka dan segera membeli makanan untuk mengganjal perut.

Laras memandangi boarding passnya. Kening gadis itu mengkerut ketika melihat bahwa ia dan Aliando memesan first class dan pesawatnya adalah maskapai termahal. “Duit dari mana?”

Suaminya pun datang membawa dua mie cup. Ali memilih kopi dan Laras memesan thai tea boba.

Gadis itu menunjukkan boarding pass mereka. “Dipesankan sama bosnya Mas Al?”

Pria itu meletakkan bawaannya di kursi tunggu. Ia baru sadar jika dirinya belum menyiapkan alasan apa pun mengenai hal itu.

“Makan dulu,” kata Ali pura-pura menghalihkan pertanyaan Laras.

Meski hati Laras diselimuti pertanyaan, gadis itu memilih untuk makan saja, menikmati minumannya. Setelah ia kenyang seperti ular yang bersiap tidur. Info dari maskapai penerbangannya mengatakan bahwa para penumpang diminta agar segera menuju loket pemeriksaan tiket agar segera bisa naik ke atas pesawat.

Saat Aliando tengah menyerahkan boarding passnya dan menyerahkan ktp, Laras malah menghilang ketika ia berbalik. “Loh ….” Kepala pria itu menoleh kesana kemari. “Lihat wanita berambut panjang mengenakan bando abu gak di sini, tadi?” tanya Ali pada penumpang lain yang sedang antre.

“Oh, tadi katanya mau ke toilet.”

“Iya, kayaknya adeknya kebelet.”

Ali mendengus,” dia bukan adik saya,” jawabnya segera menuju toilet bandara.

Cukup lama Ali menunggu di luar, tak bisa masuk sebab itu toilet khusus wanita. Akan tetapi, ada sesosok wajah yang sangat ia kenali.

Aliando yang sedang bersandar segera bersembunyi. Matanya melebar seperti piring ketika ia mendapati Baskara dan Laras tengah berbicara satu sama lain.

“Hah?” Kedua alis Ali menyatu. “Mereka kenal? Mana saling ketawa malu-malu lagi!” Pria itu mengepal tangannya hingga gemetar.

“Kalau begitu, selamat sampai tujuan, ya.” Baskara mengusap rambut gadis itu hingga teracak sedikit.

Jantung Laras seperti akan meloncat keluar. Ia mengulum senyumnya, ke dua pipi gadis itu merona malu.  Ia mengangguk. “Kalau gitu, Laras duluan, Kak.”

“Iya. Bye.”

Laras setengah berlari menuju loket boarding tadi. Ketika Bass berpaling, Ali segera berlari menuju Laras.

Setibanya di sana, Aliando kelihatan berkeringat. Laras yang kebingungan mengeluarkan tissue dan menyeka keringat suaminya.

Ali mendengus, menghindar. “Tidak usah.”

“Ew? Kenapa?”

Ali segera menyeret tangan mungil itu, segera menuju garbarata dan mencari kursi mereka. Sepanjang perjalanan, Ali sama sekali tak berbicara. Karena Laras bingung, gadis itu memulai percakapan.

“Mas Al, sakit?”

“Tidak.”

“Tapi, ‘kok, diem mulu?”

“Males.”

“PMS?”

Pria itu menoleh. “Yakali!”

Pramugari datang membawa makanan dan minuman. Disuguhkan dengan anggun. Aroma perempuan itu sangat wangi hingga Laras bertanya, “ jual parfum gak, kak?”

“Iya, kak …, Anda mau?”

“Eum.” Angguk Laras lincah.

Jadi sekarang aku gak diperhatiin, nih? Lebih milih parfum? Dasar semua wanita sama saja, lihat yang ganteng sedikit langsung meleng!

Karena gerakan tubuh Ali sangat tidak bersahabat, Laras menyenggolnya keras. “Kenapa sih? Nyebelin banget deh.”

Pria itu menunjuk wajahnya dengan telunjuk. “Aku? Menyebalkan? Bukannya kamu?”

Laras mengernyit. Sudut mulutnya terangkat ke atas. “Sumpah deh, Om. Ada masalah apa sih?”

“Om …, Om!” Ali berseru kesal, “aku ‘kan sudah bilang, jangan panggil, Om!”

“Yaudah iya, Mas Al! Kenapa? Ada apa? Kalau gak mau jawab, aku balik yaaa ke kota J!”

Ali melipat ke dua tangannya ke dada, gengsi sekali jika harus bertanya persoalan tadi.

Ketika parfum Laras datang, ia menyikut pinggang suaminya. “Bayarin.” Bibir gadis itu mencebik.

Pramugari itu tersenyum, “sangat serasi.”

Laras melirik, ia tersenyum canggung, “kami tidak ada hubungan apa-apa.”

Namun, Ali segera bereaksi, “enak aja. Dia istri saya!” Dikeluarkannya dompet tebal itu. Dibayar cash  dan masih ada kembaliannya. “Ambil saja lebihnya.”

Pramugari itu menerima uang tersebut, mengangguk berterimakasih kemudian mundur perlahan untuk melakukan tugasnya yang lain.

Laras sempat melihat isi dompet itu, banyak sekali kartu kredit, lembaran merah pun berjejer rapih di dalam sana. “Sebanyak itu ya duit ojol?” beo Laras menatap penasaran.

Ali berdeham, memperbaiki posisi duduknya. “Kenapa? Kamu mau duit?”

Laras mencebik kesal, membelakangi Ali dan menarik selimut karena udara dalam pesawat terasa semakin dingin. “Siapa yang gak suka uang? Munafik mah kalo ada yang bilang gak suka.”

Setelah Laras mengatakan itu, suasana mendadak sangat sepi. Karena perasaan Aliando merasa sangat terganggu. Ia memberanikan diri untuk bertanya.

“Laras ….”

“Emmm.”

“Siapa laki-laki yang kamu temui tadi?”

Mata Laras yang tertutup sontak terbuka lebar. Perlahan tubuh mungil itu berbalik menatap lawan bicaranya. “Mas Al lihat? Nguntit aku, ya?” tuduh gadis itu dengan wajah heran.

“Dih, pd banget! Lagian kamu itu kalau mau pergi bilang-bilang! Tadi kita hampir saja ketinggalan pesawat!”

Mulut Laras membola, reaksi suaminya begitu berbeda. Biasanya, ekspresi wajah pria itu sangat datar, tak kentara emosinya. Namun, kali ini sangat berbeda, tergambar jelas rasa cemburu di wajahnya. Tapi, bagi Laras, apa iya dia cemburu? Bukannya terpaksa nikah ya?

“Cuma teman, ‘kok,” jawab Laras.

Bahu Ali bergetar karena ketawa kesal. “Cuma teman, ternyata wanita juga pandai berbohong.”

“Apaan sih? Kalau gak percaya, ya udah.”

“Sangat menyebalkan, baiknya aku buang dari kaca jendela pesawat,” gumam Ali.

Namun, gadis itu mendengarnya dengan sangat jelas, “apa? Mau buang aku? Oh, oke …, aku bakalan loncat sendiri!” Laras berdiri, dengan nekat ia meninju kaca pesawat.

Ali tidak menyangka tindakan kekanak-kanakan itu. Dengan sigap, Ali menarik pinggang si Mungil. Kini, posisi Laras berada di atas pangkuan Aliando. Karena ke dua tangannya mencakar kaca jendela. Ali segera mengunci tangan mungil itu. “Diem.”

“Gak!”

Ali peluk tubuh itu hingga tak bisa bergerak. “Diem, kalau gak, aku cium.”

“Heh? Mesum banget!” Laras hendak berontak tapi dekapan Ali begitu kuat sehingga takkan bisa melepaskan diri kecuali Ali sendiri yang melepaskannya.

Laras menelan ludahnya berkali-kali, bukan karena marah tetapi …. gadis itu salting sekarang.

“Kamu punya pacar?” tanya Ali tiba-tiba. Suaranya agak teredam sebab ia memasukkan kepalanya mendekat pada lengan Laras. Pria itu membaui aroma Laras.

“Enggak,” jawab Laras cepat.

“Terus, siapa laki-laki yang tadi?”

“Sudah Laras bilang, dia cuma teman.”

“Tapi kenapa muka kamu merah?”

“Astagah, sampai ekspresiku pun diperhatikan? Kamu kayaknya kecintaan deh sama aku, Om!” seru Laras mencoba menetralkan jantungnya yang seperti akan meloncat dari ketinggian 35.000 kaki.

Polisi intel itu menghela napas. Sekali lagi bertanya, “dia itu siapa?”

“Siapa?” tanya Laras balik, nampak bego.

“Laki-laki yang tadi, dia siapanya kamu? Sudah lama kenal?”

“Oh …, namanya Baskara.”

Astagah, mereka benar kenal. Bagaimana jika identitasku sudah terbongkar? Apa Laras pura-pura bodoh?

“Dia …, Polisi,” kata Laras.

“Kalian sangat akrab berarti.”

“Engga, ‘kok. Cuma kenalan dua tahun lalu di kampus.”

Napas Ali terasa berat dan Laras merasakan itu dengan baik. Gadis itu menarik napasnya panjang kemudian berkata, “cuma crush, selebihnya gak tahu apa-apa.”

Mata Ali terbuka, ia mendongak pada gadis itu. Wajahnya begitu bersinar nampak dari samping. “Berarti cinta sepihak, dong?” ejek Aliando tiba-tiba.

“Eung? Enak aja! Orang cuma ngefans doang!” Laras berseru kesal. Tangan mungilnya berhasil lolos. Ia memukul pundak suaminya. “Lepasin, gak?”

“Gak mau.”

“Heh?”

“Jadi kamu cuma tahu sebatas itu?” Ali mecoba mengorek kenyataan.

“Iyaaa, cuma itu, kenapa, sih?”

Karena Laras mungil tapi berat, polisi itu menempatkan Laras kembali ke kursinya. Suara pilot pun terdengar dari radio pengumuman bahwa para penumpang diminta untuk tidak melepaskan sabuk pengamannya.

Ali menghela napas melirik Laras karena sejak tadi gadis itu tidak mengenakan sabuknya. “Pasang, Laras.” Tunjuk Ali. “Sebentar lagi pesawat bakalan take off.”

Laras memajukan bibirnya. Memasang sabuknya dengan malas. Sesekali sambil melirik awan.

“Kenapa lihatin aku terus?” pede Aliando.

“Ih, siapa yang lihatin? Orang lagi mandang awan, ‘kok.”

“Oh.”

***

Akhirnya, Laras dan Ali berada dalam mobil avansa hitam. Ketika Ali tiba di Bandara, seseorang datang memberikan kunci mobil padanya.

Karena Ali tidak ingin ketahuan. Ia segera memberi kode khusus yang sering digunakan para Intel untuk berkomunikasi.

Semua aman, berjalan sesuai rencana yang dibuat Ali. Kini, mereka menuju sebuah tempat tinggal yang sama sekali tidak pernah Aliando sangka akan diberikan lokasi seperti itu.

Laras tertidur, sangat lelah rupanya. Sekitar empat jam dari pusat kota. Kini, mobil itu berhenti di depan rumah Honai.

Ali berkedip beberapa kali, mencoba berpikir. Ia garuk ujung bibirnya lalu mengirim sebuah pesan singkat.

(Beneran gue tinggal di sini, Prass?)

Tinggg!

Satu pesan masuk, dijelaskan panjang lebar.

(Cuma itu satu-satunya tempat tinggal yang mendukung penyamaran lo selama di sana. Kalau Papa aku kasi kamu rumah di kota, ya gampang ketahuan lah lokasi lo. Eh, beneran deh, lu di sana jadi supir pribadi Kapolda, haha. Selamat bertugas yaaa. Tahan aja, cuma sebulan, ‘kok.)

“Sial,” decak Ali. Ia menoleh pada Laras yang masih tertidur, terdengar dengkuran kecilnya.

Ali menggeleng, ia pukul setir mobil itu pelan. “Gimana kalo dia minta pulang karena kondisi rumah kayak begini?”

Pria itu mengusap wajahnya kasar. “Lagian ngapain sih, dikasi rumah Honai? Kalo alasan biar gak ketahuan, ya masih banyak kali rumah batu yang lain, aneh banget sumpah! Jangan bilang gue juga disuruh pake koteka selama di sini!”

Halooo semuanya, semoga suka ya sama part ini. Selanjutnya, akan ada kegiatan seru lain yang bisa membangun karakter tokoh agar lebih terikat satu sama lain.

Ayo komen, kira-kira Ali harusnya kayak gimana?

1
widya widya
lanjutt Thor.. seru
Laksmi Dewi (Pilips): up tiap hari kak, pantengin yaaa..
total 1 replies
widya widya
Ceritanya seru dan kocak.
widya widya
Seru dan kocak.
Laksmi Dewi (Pilips)
Karya pertamaku di Noveltoon
Rian Moontero
bukan cerita komedi,,tpi bikin aq ketawa🤣🤣🤸🤸
Laksmi Dewi (Pilips): jangan lupa mingkem kak
total 1 replies
yanah~
mampir kak 🤗
Laksmi Dewi (Pilips): makasih kak
total 1 replies
Alucard
Jalan ceritanya memukau!
Laksmi Dewi (Pilips): novel ini up tiap hari kak, makasih atas komentarnya
total 1 replies
Risa Koizumi
Masuk ke dalam cerita banget.
Laksmi Dewi (Pilips): sip kak, lanjutkan. novelnya up tiap hari
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!