Asterion Estevan menjadi target utama seorang gadis kecil yang bernama Aily Calista untuk mencuri benih ideal miliknya, Aily sangat aktif untuk naik ke atas ranjang seorang pria tampan yang belum pernah tersentuh wanita manapun.
Dia sangat ingin mempunyai anak dari bibit sempurna seperti Asterion, rencananya itu untuk meluncurkan aksinya agar mempunyai ahli waris saat dirinya tiada, agar seluruh harta kekayaannya jatuh kepada anak semata wayangnya, Aily sangat tidak rela jika kakak tirinya lah yang akan menerima seluruh hak miliknya.
Namun Aily herus lebih keras lagi berusaha mendapat bibit unggul itu, karena Asterion yang kerap di panggil Rion itu sangat susah untuk di dekati.
Apakah Rion akan tahan ketika mendapat godaan dari gadis cantik dan juga sexy seperti Aily?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitryas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1
Aily Calista gadis cantik berusia 19 tahun dengan rambut panjangnya yang tergerai lurus hingga sepinggang, sedang menutup wajah dengan kedua telapak tanganya. Ia sudah berusaha menahan air mata yang sudah tidak terbendung lagi.
Cantik dan kaya tidak menjamin kebahagiaan gadis muda itu, karena nyatanya uang tidak bisa merubah segala yang sudah terjadi kepadanya.
Aily menyeka kasar air mata yang membasahi wajah mulusnya, wajah putih itu berubah memerah di bagian pipi dan hidung mancung miliknya. Gadis yang mempunyai tahi lalat di ujung bawah mata kanan nya itu menambah nilai kecantikanya.
"Tidak bisa di biarkan! aku harus cari ide agar hak miliku tidak jatuh di tangan nenek sihir dan mak lampir itu!" pekik Aily kesal.
Seolah sudah melupakan kabar buruk yang ia terima, gadis itu mulai semangat mencari ide agar seluruh harta yang di tinggalkan mendiang ibu kandungnya bisa jatuh ditangannya.
"Waktuku hanya setahun, aku harus cari cara!" Dengan wajah paniknya dia tak henti berjalan mondar-mandir memikirkan ide.
Setengah jam lalu Aily baru saja keluar dari ruang Dokter, dan sekarang sedang duduk di Cafe lantai bawah gedung Rumah Sakit itu. Dia tidak lagi sempat memikirkan kabar buruk tentang dirinya yang mempunyai Tumor di Otaknya. Yang dia takuti saat ini hanya harta peninggalan ibu kandungnya.
Aily tidak rela jika suatu saat dirinya meninggal seluruh harta Ayah dan Ibu nya jatuh kepada kakak tirinya. Aily meneteskan air matanya lagi tanpa ia sadari, walau berusaha bersemangat tetap saja kenyataan dirinya yang hidupnya tidak lama lagi membuat jantungnya kembali tersayat.
"Tidak! kamu tidak boleh menangis Aily, kamu bisa bertemu ibu mu di sana." Aily berusaha menenangkan dirinya sendiri. Wajahnya semakin sembab, dia menarik napas nya dalam-dalam dan mengeluarkan nya pelan, "jangan terlalu setres, nanti nenek lampir bahagia jika melihatku mati lebih cepat!" ucap nya dengan nada tinggi dan kembali bersemangat.
Aily memasukan lembar kertas yang menyatakan jika dirinya menderita Tumor Otak ke dalam tas kecil miliknya. Saat dirinya hendak pergi samar-samar dia mendengar pembicaraan seseorang yang duduk di samping mejanya.
"Ya ga mungkinlah, walaupun bapaknya meninggal hartanya ga akan di ambil mertuanya, kan masih ada anak dari hasil pernikahan mereka," ucap Ibu-ibu yang sedang menggosipkan saudaranya itu.
Aily kembali duduk dan menyeruput minuman di tangannya, seolah penasaran dengan topik yang di bicarakan seseorang di sebelahnya.
"Anak ..." lirih Aily pelan seraya menyelipkan rambut ke belakang telinganya untuk mempertajam pendengaran nya.
Namun karena kepala Aily terlalu dekat dengan kedua orang itu hingga membuat mereka menatap curiga ke arahnya. Aily menatap mereka saat keduanya tidak lagi berbicara. "Lalu apa yang terjadi?" tanya Aily menatap mereka, "lanjutkan ceritanya," pinta Aily lagi karena sangat penasaran dengan kelanjutan ceritanya.
Kedua orang itu langsung pergi dan saling berbisik menuduh Aily sedikit tidak waras. Lantas Aily langsung kesal karena tidak mendengar kelanjutan ceritanya dan di tuduh yang tidak-tidak.
Aily berdiri, "hey, kau salah! aku punya penyakit tumor bukan penyakit gila!" teriak Aily sambil menunjuk kedua orang itu, dan membuat seluruh pengunjung Cafe disana menatap ke arahnya.
"Huh, padahal aku penasaran dengan kelanjutan nya," Aily mendaratkan lagi bokongnya di atas kursi di Cafetaria di dalam rumah sakit itu, dan tidak memperdulikan orang disekitar yang menganggap dirinya aneh.
"Anak? bagus juga. Aku harus membuat anak agar menjadi ahli warisku, dia akan menerima seluruh hak ku." Aily terlihat kembali antusias dengan ide yang baru ia dapatkan itu.
Aily menggigit bibir bawahnya pelan sambil berpikir, "aku tidak boleh sembarangan menanam bibit benih di dalam rahimku," pikir Aily seraya mengeluarkan pensil dan buku kecil dari dalam tasnya.
Aily menatap beberapa Artis yang ada di dalam kolom pencarian di ponselnya, "aku harus pilih siapa? Artis ini pernah punya skandal," gumam Aily menatap pria tampan di dalam ponselnya.
Aily lalu menulis dan memblacklist pilihan pertamanya. "Wah si Robert ini tampan," aily langsung mebulis nama Robert di buku nya untuk menjadi target pertamanya, "tapi dia sedang berada di luar negeri untuk syuting satu tahun kedepan, aku keburu mati jika menunggu nya," Aily kembali menyenderkan punggungnya dengan raut kecewa di wajahnya.
Semangatnya mulai berkurang karena tidak mendapatkan pria yang cocok untuk menanam kecebong di rahimnya itu. Aily bisa saja meminta bantuan kepada Ayahnya agar dirinya bisa mendapatkan pria yang dia mau, namun sudah pasti dia tidak akan menyetujuinya jika tujuannya untuk menanam benih.
Tiba-tiba di loby terdengar teriakan anak-anak gadis dan beberapa wartawan yang berdatangan mengerubuni satu orang yang baru saja keluar dari mobil mewah, membuat Aily ikut penasaran dengan suasanya di tempat itu.
Dengan cepat Aily mendekati kerumunan itu untuk melihat siapa pria yang membuat seluruh wartawan menyorotinya. Aily masuk ke sela-sela kerumunan dan berdiri tepat di antara para wartawan.
Aily menatap pria bersetelan rapi, dengan postur tubuh bak binaragawan dengan rahang yang tegas, hidung mancung dan sorot mata yang tajam ketika pria itu membuka kaca mata hitamnya, "Sempurna!" teriaknya tanpa ada satupun yang mendengar teriakan Aily karena di sana sangat berisik.
"Kau jadi target utamaku Tuan, aku harus mencuri benih milikmu," gumam Aily detik itu juga. Aily tersenyum memancarkan rasa percaya dirinya dan semangat yang bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya.
.
.
𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑒𝑑...