SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Ingin Menemuimu
Gavin selalu menunggu balasan dari pesannya pada Zoya, dari semalam gadis itu sama sekali tidak membalas pesannya. Gavin memutuskan untuk pergi ke tempat dimana dia sudah meminta Zoya untuk datang.
“Dia pasti datang,” gumam Gavino.
Zoya memenuhi janjinya pada Haven, mereka pergi berdua, entah kemana tujuannya namun Zoya tak peduli, dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama Haven ketimbang harus pergi dengan Gavin.
Dari kecil, Haven juga sudah menyukai Zoya namun gadis itu sangat sulit untuk di dekati karena Zoya lebih cenderung menutup diri pada orang lain.
Sedangkan Zay pergi menuju markas besar milik Zain, di sana begitu banyak anak buah Zain yang memang setia pada Zain selama ini. Zay yang merupakan seorang hacker cukup tertarik dengan semua organisasi dari Zain tapi dia tetap tidak ingin masuk ke dalam dunia Zain.
Haven dan Zoya jalan-jalan saja tanpa tujuan, mereka menikmati keindahan kota New York yang begitu ramai, Haven memberikan satu es krim pada Zoya, mereka menikmati es sambil berjalan.
“Apa kamu sudah punya kekasih Zee?” tanya Haven, karena selama ini Zain selalu bilang kalau Zoya tak punya kekasih.
“Udah.”
“Oh ya, siapa?”
“Zain.”
“Haha kamu ini, aku serius Zee.”
“Ya aku serius juga, kekasih aku Zain.”
“Ya ya aku tau, apa aku bisa gantikan dia menjadi kekasih kamu?”
“Nggak bisa, soalnya aku lagi nggak mau punya kekasih.”
“Selalu saja begitu jawabnya, sampai kapan coba kamu menutup diri seperti ini?”
“Aku juga nggak tau sampai kapan Haven, kamu kan tau sendiri, aku ini penyakitan, aku hanya fokus untuk pada diri ku sendiri belum kepikiran untuk punya kekasih.”
“Kalau masalah penyakit kamu kan bisa diobati Zee, apalagi sekarang kamu udah lumayan membaik kan.”
“Kalau punya kekasih itu, aku harus mikirin dia setiap saat, aku harus menaruh curiga kalau dia nggak kasih kabar, banyak lah pokoknya dan menurutku itu semua merepotkan Haven, lebih baik begini.”
“Ya mungkin itu pandangan kamu aja.”
“Ya iyalah pandangan aku Haven, kan yang jalani aku, gimana sih.” Mereka berdua tertawa.
“Maaf ya Zee, aku tidak bisa menyelamatkan Zain waktu itu.”
“Lupakan saja, aku pindah ke sini hanya untuk melupakan semua kenangan dengan Zain, tolong jangan mengingatnya lagi Haven, itu sangat menyakitkan.”
“Iya sangat menyakitkan.”
“Cari tempat duduk yang enak yuk, kaki aku pegal.”
Mereka mencari tempat duduk yang nyaman, Haven meraih kaki Zoya lalu memijitnya dengan perlahan, awalnya Zoya menolak tapi Haven memaksa.
“Kamu jago mijit juga ya.”
“Lumayan lah, kalau nanti istriku kelelahan, aku bisa memijitnya.” Zoya terkekeh.
“Kamu sendiri udah punya kekasih Haven?”
“Belum, kan sedari dulu aku nungguin kamu.”
“Apa sih, bukannya dari dulu kamu itu dekatnya sama Gaby dan Zeline?”
“Aku dekatin mereka kan biar bisa liat kamu juga, dulu itu dimana ada mereka pasti ada kamu juga.”
“Haha bisa banget kamu.”
“Bisa dong.”
Zoya memang tau kalau Haven dari dulu menyukainya tapi dia tidak ingin mendekati Haven karena Gaby juga menyukai Haven dulu, entah sekarang, tapi saat Haven mengajaknya pergi, Gaby terlihat biasa saja.
Gavin menunggu Zoya di cafe yang sudah dia katakan pada Zoya, gadis itu tidak datang dan tidak membalas pesan darinya, Gavin tetap menunggu Zoya sampai gadis itu datang menemuinya.
Karena lelah, Zoya tertidur di dalam mobil Haven, pria itu sangat senang jika pergi berdua dengan Zoya begini.
“Aku mungkin akan menetap di New York demi kamu Zee, aku menerima permintaan Zay untuk memimpin organisasi Zain supaya aku bisa bersama kamu.” Lirih Haven sambil menandang wajah lelah Zoya.
...***...
“Makasih ya Haven, udah ngajakin keluar.”
“Mungkin nanti aku bakalan sering ajak kamu keluar Zee, aku akan memikirkan untuk membeli unit apartemen di sini.”
“Oh ya? Kamu mau tinggal di apartemen ini juga?”
“Rencananya iya.”
“Bagus kalau begitu.”
Haven pamit, Zoya memasuki kamarnya, Zay dan Gaby belum pulang juga, sekarang sudah pukul 8 malam. Setelah mandi dan siap untuk tidur, Zoya melihat beberapa pesan dan panggilan dari Gavino, dia tidak mempedulikan semua itu tapi hati nuraninya berkata lain.
“Kalau dia masih nunggu gimana? Ah tapi nggak mungkin, waktu itu aja aku telat dikit, dia udah pergi, mau main-main aja ini orang.”
Zoya mengirimkan pesan pada Gavino, pesan itu sangat menohok yang membuat Gavino tak lagi akan menemui Zoya.
[Jangan hubungi aku lagi, aku udah nggak mau ketemu sama kamu. Kamu itu menyebalkan.]
Gavin tersenyum mendapat balasan pesan dari Zoya, dia padahal sudah menunggu Zoya dari pagi dan ternyata penantiannya sangat sia-sia.
Gavin memilih untuk ke club, dia akan bersenang-senang di sana, setidaknya dia bisa melupakan Zoya untuk beberapa saat.
Club itu sangat ramai dan musiknya juga sangat memekakkan telinga, Gavin memasuki ruangan VIP lalu memesan minuman serta beberapa wanita untuk menemaninya, saat sedang bersenang-senang dengan wanita penghibur itu, dia semakin ingat dengan sentuhan bibir Zoya kemarin, dia bahkan tak bernafsu untuk mencumbu wanita yang ada di dekatnya.
“Pergilah, aku ingin sendiri.” Usir Gavin pada semua wanita itu, mereka tak membantah, mereka semua pergi dan membiarkan Gavin untuk menikmati minumannya seorang diri.
Gavin yang memang sedang resah karena memikirkan Zoya, kini beranjak dari club itu, dia ingin ke apartemen Zoya untuk menemuinya.
Saat di depan apartemen Zoya, Gavin melihat Zay baru saja masuk, dia mengurungkan niatnya untuk menemui Zoya, karena sudah di pastikan kalau Zay ada bersama Zoya sekarang.
Gavin memilih untuk pergi ke markas utamanya yang ada di New York, dia memasuki gedung besar dan mewah itu, beberapa orang penjaga tunduk hormat padanya.
Gavin menemui anak buah andalannya bernama Robert. Dia ingin mengetahui berita yang Robert dapatkan hari ini.
“Bagaimana?” tanya Gavino pada Robert yang sibuk dengan komputernya.
“Zen Zephyrs memiliki pemimpin baru.”
“Apa Zay?”
“Tidak bos, tapi Haven, dia yang mengelola Zen Zephyrs sekarang, dia juga yang mengambil beberapa daerah kekuasaan Zen Zephyrs saat ini.”
“SIAL!” Gavino terlihat begitu marah, dia bahkan membuat meja di depannya rusak.
“Kenapa bajingan itu, aku sudah menduganya.”
“Kekuatan Zen Zephyrs dan Titan Tribe kini bergabung di bawah pimpinan Haven, kita tidak bisa menghancurkan Zen Zephyrs dulu untuk saat ini, akan banyak organisasi sekutu mereka yang akan melawan kita, seperti Venon Vanguard dan Neon Nexus yang dipimpin oleh anak-anak Miller Marva.”
“Sial, aku akan pikirkan lagi cara untuk menghancurkan Zen Zephyrs, kau tetaplah pantau mereka, aku ingin mengetahui setiap kegiatan mereka dan semua rencana mereka untuk ke depannya.”
“Baik bos.”
“Perintahkan seluruh anak buah kita untuk menyerang Zen Zephyrs di pelabuhan, transaksi yang mereka lakukan malam ini harus digagalkan bagaimana pun caranya dan semua barang mereka harus menjadi milik kita, aku ingin lihat, bagaimana Haven akan menjalankan semua ini tanpa Zain, Haven itu tidak selihai Zain.”
“Baik bos, akan saya lakukan.”
Robert bergerak dengan membawa beberapa anak buahnya ke pelabuhan, Gavin merasakan kalau ponselnya bergetar, dia melihat siapa yang memanggil dan langsung mengangkatnya.
“Ada apa?”
“Aku ingin bertemu denganmu.”
“Dasar gadis plin plan, tadi kau bilang tidak mau menemuiku, sekarang mau apa kau denganku?”
“Aku hanya ingin bertemu denganmu, apa tidak boleh?” bentak Zoya.
“Kau membentakku?”
“Iya kenapa? Kau mau membunuhku? Aku tidak takut.” Gavin tersenyum mendengar perkataan Zoya itu, terdengar manis di telinganya.
“Baik, aku mau kau datang ke apartemenku.”
“Baiklah, tapi kau jemput aku ya.”
“Aku bukan sopir pribadimu.”
“Aku tidak mau naik taksi malam-malam begini, kalau aku diculik dan dianiaya orang bagaimana?”
“Kau jelek, tidak akan ada yang menculikmu.”
“Kau mengataiku?”
“Iya, memangnya kenapa?”
“Kau mau menjemput aku atau tidak?”
“Tidak.”
Gavin memutuskan sambungan telfon itu, dia segera balik ke apartemennya, sebelum itu dia akan ke apartemen Zoya terlebih dahulu, bukan untuk menjemput Zoya, melainkan membuntuti Zoya dan memastikan kalau gadis itu aman sampai ke apartemennya.
Gavin melihat Zoya sedang menunggu taksi, dia berdiri lumayan jauh dari gedung apartemen, hal itu Zoya lakukan agar Zay tidak tahu kalau dia keluar.
Zoya hanya mengenakan piyama tidurnya, dengan rambut yang dia biarkan tergerai indah. Gadis itu tak membawa apapun kecuali ponsel yang ada ditangannya dan sedikit uang di dalam saku piyamanya itu.
Gavin mengikuti taksi yang membawa Zoya, namun anehnya, taksi itu tidak menuju ke arah apartemen melainkan menuju ke tempat yang sepi. Gavin terus mengikutinya, lalu betapa kagetnya Gavin saat Zoya terlempar dari taksi yang sedang melaju itu, Zoya mengalami luka dan cedera.
Gavin segera melipirkan mobilnya dan menyusul Zoya.
“Zoya, bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit.” Gavin menggendong Zoya lalu memasukkan Zoya ke dalam mobil.
Gavin terlihat panik, untuk pertama kalinya dia sepanik ini pada seorang gadis, terlebih gadis yang baru dia jumpai.
Wajah mulus Zoya kini penuh luka dibagian kening, pelipis, dagu dan juga tangan serta kaki Zoya. Dia menangis, Zoya sangat ketakutan saat ini.
“Aku mau ke apartemen mu, aku tidak mau ke rumah sakit.”
“Kau sudah gila ya? Di apartemenku tidak ada obat.”
“Kau bisa membelinya di apotik.”
“Jangan membantah aku Zoya.”
“Kalau begitu turunkan aku di sini.”
“Oke, aku akan membawamu ke apartemen.”
Mobil terus melaju hingga Zoya digendong oleh Gavin untuk memasuki apartemennya. Sebelumnya Gavin sudah membeli beberapa obat dan semua yang dia perlukan untuk mengobati Zoya.
Mereka duduk di ruang tamu, Gavin dengan telaten mengobati luka Zoya saat ini. Zoya terus menatap wajah tampan Gavin dan tangannya terulur menyentuh pipi Gavin.
“Ada apa?” tanya Gavin heran.
“Kau mengingatkan aku pada Zain, itu kenapa aku ingin menemuimu Gavin, bahkan Zay sendiri tidak bisa mengobati rasa rinduku pada Zain.”
“Aku tidak mau menjadi pengganti kekasihmu itu.”
“Haha dia bukan kekasihku, dia kembaranku, kami kembar tiga dan dia sudah berpulang lebih dulu, aku sangat merindukannya Gavin.” Gavin sebenarnya sudah mengetahui mengenai Zoya namun pria itu hanya pura-pura polos saja.
“Tapi aku tidak mau menjadi saudaramu.”
“Lalu?”
“Ya kalau bisa lebih dari itu.”
Zoya dan Gavin saling menatap, tanpa disadari, Gavin telah menghapus jarak antara dia dan Zoya hingga ciuman mereka kembali terjadi, namun hanya menempel saja, tidak seperti malam saat di cafe.
Zoya membuka matanya dan kembali menatap Gavin lagi, Gavin sangat tampan di mata Zoya.
“Ciuman waktu itu membuat aku sangat merindukan kamu, apa itu bisa terulang kembali?” tanya Gavin pada Zoya, sebenarnya Zoya juga merasakan hal yang sama. Zoya meraih wajah Gavin lalu pria itu kembali menempelkan bibirnya di bibir Zoya.
Gavin melumat dengan lembut bibir manis milik Zoya, terasa sangat lembut dan menyenangkan. Zoya kini sudah bisa sedikit membalas ciuman Gavin namun tetap terasa amatir bagi Gavin yang sudah pro player.
Gavin menekan tengkuk Zoya untuk memperdalam ciuman mereka, kepala mereka bergerak ke kiri dan kanan untuk meraup udara sebisa mungkin, bibir Gavin menyapu seluruh wajahnya, kening, mata, hidung, pipi, dagu dan bibirnya.
Lidah Gavin yang awalnya hanya berada di mulut Zoya, kini beralih ke leher jenjang milih Zoya, tapi dia tidak meninggalkan bekas apapun di sana. Karena dia tahu kalau Zoya masih kuliah dan dia tidak ingin Zoya ternilai sebagai wanita murahan oleh teman-temannya nanti. Gavin kembali meraup bibir Zoya.
“Buka mulutmu!” Perintah Gavin yang dituruti oleh Zoya, Gavin memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulut wanita cantik itu hingga Zoya mengeluarkan suara kenikmatan yang membuat Gavin semakin bersemangat.
Lidah mereka kini kembali saling membelit, tangan Gavin mengusap lembut punggung Zoya dan menahan kepala sang gadis, sedangkan tangan Zoya mengusap lembut wajah Gavin yang begitu tampan dan mempesona menurutnya.
Bibir mereka kembali terlepas, mata mereka saling memandang satu sama lain, Gavin menyatukan keningnya dengan Zoya, mereka baru saja saling mengenal namun terasa sudah saling memiliki.
“Jangan memintaku untuk jauh darimu Zoya, aku akui kalau ini bukanlah yang pertama bagiku tapi ini sangat berbeda." Zoya hanya diam menikmati deru nafas Gavin yang menerpa wajahnya, Zoya memegang tangan Gavin yang saat ini menangkup kedua pipinya
Gavin melihat bibir Zoya yang basah akibat lumatannya tadi, dia kembali memiringkan wajahnya dan kembali meraup bibir dan menguasai mulut Zoya.
Suara khas dari penyatuan kedua bibir itu terdengar memenuhi ruangan tamu apartemen milik Gavin, mereka berdua hanyut dalam kenikmatan itu.
...***...