Dalam kehidupan sebelumnya, Xin Yi tidak pernah mengerti. Mengapa Gu Rui, yang disebut sebagai Putri satu-satunya keluarga Gu, selalu membidiknya.
Selalu merebut apa yang jadi miliknya, dan berusaha mengalahkan nya disetiap hal yang ia lakukan.
Tidak sampai suatu hari, Xin Yi menemukan catatan lama ibunya.
Dia akhirnya mengerti, bahwa yang sebenarnya anak kandung Tuan Gu adalah dirinya...
" Xin Yi, matilah dengan tenang dan bawa rahasia itu terkubur bersama tubuhmu. "
Gu Rui membunuhnya dengan kejam, merusak reputasinya, mencuri karya miliknya, dan memfitnah nya sebagai putri palsu yang hanya ingin menipu harta ayahnya.
....
" Tunggu, jadi maksudnya aku adalah Xin Yi itu sekarang.. "
Xi Yi, seorang pemenang penghargaan aktris terbaik selama lima tahun berturut-turut.
Harus kehilangan nyawanya akibat ditikam sampai mati oleh fans fanatiknya.
Dia kemudian terlahir kembali sebagai Xin Yi didunia yang lain.
Dia adalah seorang aktris, mampukah dia berubah menjadi Xin Yi Idol.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 : Godaan Huo Qian, Ancaman Penguntit !!!
Hari itu, setelah pengumuman eliminasi yang cukup mengejutkan, para peserta diberi kabar yang sedikit menghibur. Produser memutuskan untuk memberikan waktu libur selama dua minggu bagi semua peserta yang tersisa. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk beristirahat dan menyegarkan pikiran sebelum kembali ke kompetisi yang semakin ketat.
Xin Yi, yang merasa lega setelah malam yang penuh tekanan, segera menghubungi teman-temannya—Li Zhu, Lin Yue, Zao Min, dan Song Mei. Mereka semua sepakat untuk bertemu di luar acara dan menikmati waktu bersama. Setelah menentukan jadwal, Xin Yi pun bersiap untuk pulang ke rumahnya.
Namun, saat dia berdiri di depan pintu studio, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari ayahnya muncul di layar:
"Xin Yi, Ayah harus pergi perjalanan bisnis selama satu bulan. Jadi Ayah tidak akan ada di rumah. Jangan lupa jaga dirimu baik-baik."
Membaca pesan itu, Xin Yi merasa sedikit kecewa. Dia sudah membayangkan akan menghabiskan waktu bersama ayahnya selama libur ini. Tapi, dia juga mengerti bahwa pekerjaan ayahnya sangat penting.
Sambil memandangi layar ponselnya, dia tidak menyadari bahwa seseorang sedang berdiri di belakangnya.
“Jadi, kau akan sendirian selama liburan ini?” suara Huo Qian yang dalam dan lembut tiba-tiba terdengar.
Xin Yi terkejut dan hampir menjatuhkan ponselnya. Dia berbalik cepat, melihat Huo Qian berdiri dengan santai, senyum penuh arti menghiasi wajahnya.
“Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba seperti itu?” Xin Yi mendengus pelan, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.
Huo Qian menaikkan alisnya. “Kau terlalu asyik dengan ponselmu. Aku bisa saja mencuri sesuatu darimu, dan kau bahkan tidak akan menyadarinya.”
Xin Yi melipat tangan di depan dada, mencoba terlihat tenang. “Aku tidak tahu kau punya hobi menjadi pencuri.”
Huo Qian tertawa kecil, suaranya terdengar hangat namun menggoda. “Tidak, aku hanya mencuri perhatian seseorang.” Dia menatap Xin Yi dengan pandangan yang sulit diartikan.
Xin Yi langsung merasa wajahnya memanas. Dia berpaling, mencoba mengalihkan pandangan. “Kau terlalu percaya diri, Huo Qian.”
Huo Qian melangkah lebih dekat, membuat Xin Yi semakin gugup. “Jadi, apa rencanamu untuk liburan ini?” tanyanya santai, seolah tidak menyadari efek kehadirannya pada gadis itu.
“Aku sudah membuat janji dengan teman-temanku,” jawab Xin Yi singkat, masih menghindari tatapan pria itu.
“Dan setelah itu? Kau tidak mungkin hanya menghabiskan waktu dengan mereka selama dua minggu penuh, kan?” Huo Qian menyandarkan tubuhnya ke dinding, matanya masih tertuju pada Xin Yi.
“Setelah itu, aku akan kembali ke rumah,” jawab Xin Yi, mencoba mengakhiri percakapan.
“Rumah yang kosong?” Huo Qian menyindir, mengingat pesan yang tadi dia baca.
Xin Yi menatapnya dengan alis terangkat. “Kau membaca pesanku?”
“Bukan salahku jika kau membiarkannya begitu saja terbuka,” jawab Huo Qian dengan nada tidak bersalah, meskipun senyumnya mengatakan sebaliknya.
Xin Yi menghela napas panjang, merasa tidak ada gunanya berdebat dengan pria ini.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kau menghabiskan waktu di tempatku?” Huo Qian tiba-tiba berkata, membuat Xin Yi membeku.
“Apa?” Dia menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
“Apartemenku cukup besar untuk dua orang. Kau bisa tinggal di sana sementara. Setidaknya kau tidak akan merasa sendirian,” jawab Huo Qian dengan nada santai, meski ada kilatan menggoda di matanya.
“Terima kasih, tapi aku baik-baik saja,” jawab Xin Yi cepat, meski pipinya mulai memerah.
Huo Qian mendekatkan wajahnya sedikit, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. “Yakin? Aku punya banyak makanan enak, sofa nyaman, dan... aku sendiri sebagai bonus.”
Xin Yi melangkah mundur, mencoba menjaga jarak. “Kau benar-benar pria yang terlalu percaya diri, Huo Qian.”
Huo Qian tertawa pelan, menikmati reaksi Xin Yi. “Dan kau benar-benar gadis yang menarik, Xin Yi. Jangan terlalu serius. Aku hanya bercanda... kecuali kau benar-benar ingin mempertimbangkannya.”
"Sungguh, aku tidak mengerti kenapa kau selalu menggoda seperti itu," kata Xin Yi sambil menutupi bagian atas tubuhnya dengan tangan, mencoba untuk menghindari pandangannya yang terlalu tajam. "Tidak terima kasih, aku harus melindungi diriku sendiri dari pria mesum sepertimu."
Huo Qian terkejut sejenak, namun kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Tawa yang hangat dan penuh keakraban itu membuat Xin Yi semakin merasa canggung, namun dia tidak bisa menahan senyum kecil yang muncul di wajahnya.
"Kau sangat lucu, Xin Yi," kata Huo Qian sambil mengusap rambutnya, masih tertawa pelan. "Kau selalu saja bisa membuatku tertawa dengan cara yang tidak terduga."
Xin Yi melipat tangannya dengan tegas. "Aku tidak bercanda, Huo Qian. Kalau kau tidak berhenti, aku bisa saja menendangmu."
Huo Qian berhenti tertawa, namun senyumnya tetap tidak hilang. "Oke, oke. Aku akan berhenti menggoda, tapi hanya karena kau terlihat sangat serius sekarang."
Xin Yi merasa sedikit lega mendengar itu, tapi dia masih merasa ada sesuatu yang aneh di udara antara mereka.
Namun, sebelum dia bisa berkata lebih banyak, Huo Qian melangkah maju dan berkata, "Aku tetap akan mengantarmu pulang, Xin Yi. Kau tidak bisa menolak itu."
"Apa?" Xin Yi menatapnya dengan heran. "Aku baik-baik saja, aku bisa pulang sendiri."
"Tidak," jawab Huo Qian, dengan nada yang sedikit lebih serius. "Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendirian, apalagi malam ini. Jadi, siap-siaplah."
Xin Yi merasa sedikit terkejut dengan ketegasannya. "Tapi—"
"Tidak ada tapi. Aku sudah memutuskan," kata Huo Qian sambil tersenyum lebar. "Jadi, ayo. Kita pergi."
Xin Yi menghela napas panjang, merasa sedikit kesal namun juga tidak bisa menahan rasa senang yang muncul. "Kau benar-benar keras kepala, ya?"
Huo Qian hanya mengangguk dengan senyum nakal, dan mereka berdua pun berjalan keluar dari gedung bersama.
***
Di Mansion Keluarga Gu
Gu Rui berdiri dengan santai di depan jendela kaca besar di kamarnya, menikmati pemandangan malam yang sunyi. Cahaya bulan yang lembut menembus tirai jendela, menciptakan bayangan yang menenangkan di lantai marmer. Namun, ketenangan itu terganggu oleh suara telepon yang tiba-tiba berbunyi.
Dia menatap layar ponselnya yang menunjukkan pesan misterius, membuatnya sedikit terkejut. Di foto pertama, terlihat sebuah rumah kecil yang asri, dikelilingi taman hijau yang rimbun. Gambar itu tampak damai, seolah menggambarkan kehidupan yang tenang. Namun, foto berikutnya membuat hatinya berhenti sejenak.
Rumah itu hancur berantakan, dengan warna merah darah yang menyebar ke seluruh gambar. Di tengah kekacauan itu, ada tulisan yang jelas terlihat: "Berhenti atau Mati."
Gu Rui hanya tersenyum sarkastik, matanya menyipit dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tahu pesan ini bukan dari seseorang yang benar-benar ingin mengancamnya. Ini adalah pesan dari seseorang yang membenci Xin Yi, dan dia hanya kebetulan menjadi sasaran dalam permainan ini.
"Tentu saja, bukan aku yang mengirimkan ini," gumamnya dengan nada acuh tak acuh. "Tapi itu bukan urusanku."
Dia meletakkan ponselnya di atas meja, tanpa merasa perlu untuk menanggapi ancaman itu. Bagi Gu Rui, ini hanyalah sebuah permainan yang dilakukan oleh orang lain. Tidak ada yang perlu dia khawatirkan.
Gu Rui menatap bulan yang bersinar di luar jendela, seolah mencari ketenangan dalam kilauan cahaya yang menenangkan itu. "Ini adalah keinginan mereka, bukan keinginanku," lanjutnya dalam hati. "Aku tidak peduli."
Dengan senyum sarkastik yang masih tersisa di wajahnya, dia berbalik dan berjalan menjauh dari jendela, meninggalkan bayangan bulan yang perlahan menghilang di balik tirai.
Duh siapa itu kak, apa bakal ada penguntit dirumah xin yi?