NovelToon NovelToon
Aletha Rachela

Aletha Rachela

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Delima putri

Masa lalu yang kelam mengubah hidup seorang ALETHA RACHELA menjadi seseorang yang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Masalah yang selalu datang tanpa henti menimpa hidup nya, serta rahasia besar yang ia tutup tutup dari keluarganya, dan masalah percintaan yang tak seindah yang dia banyangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Kasih sayang 2

Satria dan Damian baru saja pulang dari kantor, dan saat ini mereka berada di kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Namun, Darian, teman mereka, sedang menginap di rumah temannya. Setelah beberapa saat, Satria dan Damian turun ke bawah untuk makan malam. Mereka mendapati meja makan sudah terhidang, namun ada satu hal yang menarik perhatian Satria.

"Bunda, Aletha belum turun?" tanya Satria sambil menarik kursi dan duduk.

Damian, yang mendengar suara adiknya, langsung mengalihkan pandangannya dan melihat sekeliling. Memang benar, Aletha belum terlihat di meja makan. “Damian, panggilkan ya bun?” tanya Damian dengan lembut, mencoba membantu ibunya.

Dania, yang sedang menata nasi di piring suaminya, mengangguk dan menjawab, “Aletha sedang demam, dia baru saja tertidur setelah meminum obat.”

Satria mendengar itu dan terkejut. “Apaaa? Satria makan malam nanti saja, Bun,” ujarnya sambil berdiri, ingin segera menemui adiknya yang sedang sakit.

Damian, yang lebih tenang, mengikuti adiknya dan berkata, “Damian juga bun,” menambahkan, meskipun ia sudah merasa kenyang.

Namun, Rama, yang sedari tadi duduk dengan tenang, menegur dengan tegas. “Tidak, kalian makan dulu. Adik kalian baru saja istirahat. Jangan mengganggu dia sekarang.”

Satria, yang sudah tidak sabar, masih ingin melihat keadaan Aletha. “Aku tidak akan mengganggu, Ayah. Aku hanya ingin melihat keadaan Aletha,” kekehnya, berusaha meyakinkan.

“kalian makan dulu, baru setelah itu kalian boleh melihatnya. Ayah tidak menerima bantahan,” ujar Rama dengan suara tegas namun penuh kasih sayang.

Satria menggerutu kesal, “Ck, sialan,” tapi ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia kembali duduk dengan berat hati, melanjutkan makan meski dalam suasana hati yang cemas.

Makan malam berlangsung dengan hening, hanya terdengar suara sendok dan garpu. Jika ada yang bertanya tentang Lala dan Rere, sebenarnya mereka sudah pindah ke apartemen. Keputusan itu diambil karena mereka merasa tidak nyaman terus-menerus tinggal di rumah Adijaya.

"Satrian, makan dengan perlahan, nanti tersedak," ujar Dania sambil mengingatkan Satria yang masih makan dengan cepat.

Satria melirik ibunya yang mengingatkannya dengan lembut. Ia tersenyum tipis, merasa sedikit terburu-buru karena khawatir dengan keadaan Aletha. Namun, ia mencoba menuruti nasihat ibunya dan mulai makan dengan lebih perlahan. Di sisi lain, Damian yang lebih tenang sudah menghabiskan makanannya dan duduk dengan sabar, menunggu waktu yang tepat untuk menemui Aletha.

“Damian, kamu memang lebih sabar daripada Satria,” kata Diana sambil tersenyum kecil, menikmati momen kebersamaan mereka. “Satria selalu tidak bisa menunggu.”

Satria hanya menggaruk tengkuknya, merasa sedikit malu dengan komentar ibunya. "Aku cuma ingin memastikan Aletha baik-baik saja, Bun," jawabnya, namun ia mulai melanjutkan makan dengan lebih pelan, meskipun masih terburu-buru.

Rama, yang duduk di samping mereka, menatap kedua anaknya dengan senyuman hangat. “Aku tahu kalian khawatir dengan adik kalian, tapi kalian juga harus belajar untuk menunggu. Jangan sampai kalian menambah kekhawatiran orang lain,” ujar Rama dengan bijak, memandang kedua anak laki-lakinya.

Damian yang mendengarnya hanya mengangguk dengan penuh pengertian. Ia sudah terbiasa dengan nasihat semacam ini dan lebih tenang dalam menghadapi situasi seperti ini. Satria, meskipun sedikit kesal karena harus menunggu, akhirnya menuruti arahan orang tuanya dan kembali fokus pada makan malam.

Beberapa menit kemudian, Damian menatap ibunya dengan lembut. “Bun, aku selesai. Aku akan menemui Aletha sekarang,” ujarnya pelan, sambil berdiri dari kursinya. Satria, yang melihat abangnya siap pergi, langsung berdiri juga. “Aku ikut, Damian! Aku juga mau lihat Aletha.”

Diana menatap kedua anaknya dengan pandangan lembut. “Satria, kamu sudah janji untuk makan dulu, kan?” kata Diana dengan tegas. “Damian, tolong jangan tergesa-gesa. Aletha masih sangat lemah. Beri dia waktu untuk istirahat.”

Rama yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara dengan suara tenang. “Satria, kamu tetap harus makan sampai selesai. Aku akan menemani Aletha dulu sebentar. Kalian bisa naik setelah itu.”

Satria mendengus kecil, namun ia tahu ia tidak bisa membantah. “Iya, Ayah,” jawabnya malas, meskipun hatinya masih penuh rasa khawatir.

Damian yang melihat adiknya sedikit kesal, tersenyum kecil dan menyentuh bahunya. “Sabar, Satria. Kita semua ingin melihat Aletha cepat sembuh, kan?” Damian mencoba menenangkan adiknya, meskipun dirinya sendiri juga cemas.

Satria hanya mengangguk, sedikit merasa lebih tenang karena dukungan dari abangnya. Ia kembali duduk di meja, meskipun rasa cemas masih menyelimuti hatinya.

Tak lama setelah itu, Rama berdiri dari kursinya dan mengatakan, “Aku yang akan menemani Aletha dulu.” Ia menyelesaikan makanannya dengan tenang. “Kalian tetap di sini, makan dan istirahat.”

Diana mengangguk dan melanjutkan membereskan meja makan. Ia melihat anak-anaknya, yang meskipun sedikit gelisah, akhirnya menerima arahan dari suami mereka. Sebagai orang tua, ia merasa lega karena mereka semua saling mendukung, meskipun kadang emosi dan kekhawatiran membuat mereka sulit untuk menunggu.

Rama menuju lantai atas dengan langkah tenang. Meskipun dalam hatinya, ia merasa cemas terhadap kondisi putrinya. Sesampainya di kamar Aletha, ia mendapati putrinya masih terlelap tidur, dengan tubuh yang tampak sedikit lemah.

Rama duduk di sisi ranjang Aletha, mengelus rambutnya dengan lembut. Ia merasa lebih tenang setelah melihat putrinya tidur dengan damai. “Nak, kamu harus cepat sembuh,” bisiknya penuh kasih sayang, meskipun ia tahu putrinya tidak bisa mendengarnya.

Di bawah, Satria akhirnya menghabiskan makanannya dengan lebih tenang. Namun, sesekali ia melirik ke atas, berharap bisa segera menemui Aletha dan memastikan adiknya baik-baik saja. Damian yang duduk di sampingnya hanya tersenyum dan menepuk punggung adiknya. “Kamu sudah melakukan yang terbaik, Satria. Tenang saja,” katanya dengan suara lembut.

Meskipun kata-kata Damian sedikit menenangkan, Satria tetap merasa tidak sabar. Ia hanya bisa menunggu hingga waktunya datang untuk bertemu dengan Aletha.

Sementara itu, Diana berdiri di dekat jendela, memandang keluar rumah. Dalam hatinya, ia hanya berharap kondisi Aletha segera membaik. Setiap detik terasa berharga baginya, terutama ketika salah satu anaknya sedang sakit. Ia tahu bahwa di luar sana, dunia terus berputar, tetapi bagi mereka, yang paling penting adalah keluarga yang tetap saling mendukung dan menjaga satu sama lain.

Rama yang kembali ke bawah setelah beberapa saat menemani Aletha, tampak lebih tenang. Ia memberi isyarat kepada kedua anaknya untuk segera naik ke kamar. “Aletha sudah tidur lebih nyenyak sekarang,” katanya, menenangkan mereka berdua.

Satria dan Damian segera bangkit dari kursinya, melangkah dengan hati-hati menuju lantai atas. Begitu sampai di kamar Aletha, mereka melihat adik mereka yang tampak lebih tenang, tidur dengan damai di ranjang.

“Bagaimana, Ayah?” tanya Damian dengan suara pelan, tidak ingin membangunkan Aletha.

Rama menatap anak-anaknya dengan senyum lembut. “Dia sudah lebih baik. Tidur adalah yang terbaik untuknya sekarang. Kita beri dia waktu untuk istirahat.”

Satria dan Damian duduk di sisi ranjang, sambil memandang adik mereka dengan rasa kasih sayang yang mendalam. Meskipun mereka khawatir, mereka tahu bahwa dengan cinta dan perhatian yang tulus, Aletha akan segera sembuh dan kembali ceria seperti biasanya.

“Semoga cepat sembuh, Aletha,” bisik Satria, sambil memandang wajah adiknya yang tampak damai dalam tiduran.

“Ya, kita akan selalu ada untukmu, Nak,” tambah Damian, mengelus tangan Aletha dengan lembut.

1
Febrianto Ajun
cerita ini bisa bikin saya menangis! Tapi juga sukses bikin saya tertawa geli beberapa kali.
Hitagi Senjougahara
Boss banget deh thor, jangan lupa terus semangat nulis ya!
Dear_Dream
Senang banget bisa menemukan karya bagus kayak gini, semangat terus thor 🌟
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!