Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.
Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung ke Sekolah Lama
Warna biru terbentang terang. Matahari tak segan-segan nya muncul dengan terangnya, suhu pada hari ini bisa di bilang sudah terasa mencapai 42° C, menuangkan telur di atas aspal pun bisa matang, apalagi jika kita yang berjemur di bawahnya bisa di bayangkan efeknya seperti apa.
Rin yang hari ini ditemani Raka menuju sekolah lamanya. Rin menggunakan pakaian bebas dan memakai kacamata berbentuk D-frame, setelah keluar dari dalam mobil Rin meninggalkan Raka dan langsung pergi menemui kepala sekolah.
Para siswa kini lagi berkutat dengan materi-materi pelajaran yang di jelaskan oleh guru mereka. Goresan pena tidak lepas dari lembaran kertas dimeja mereka, mencatat dan menyalin apa yang tertuang dipapan tulis kelas mereka.
Rin telah tiba di depan ruang kepala, diketuknya pintu didepannya itu sampai yang di dalam menyahut menyuruh Rin untuk masuk, Rin segera masuk dan menghampiri kepala sekolah.
"Oh kamu Rin, ada perlu apa?" tanya Rosmalina yang menjabat sebagai kepala sekolah.
"Begini Bu, saya mau meminta surat pengantar pindah sekolah." tutur Rin mengutarakan maksud dan tujuannya.
"Oh, kamu jadinya pindah kemana?" tanya Lina tentang kepindahan muridnya itu.
"Ke Akademi Roswaal Bu." jawab Rin memberitahu sekolah baru yang akan Rin masuki.
"Oh, SMA itu ya, kamu tinggal di asrama disana?" ucap Lina mengintrogasi Rin.
"Nggak Bu, saya tinggal di rumah yang sudah lama orang tua Rin beli disana." ujar Rin jujur ke Lina.
"Tinggal sendirian ya?" tutur Lina dengan nada yang terlihat kagum dengan kemandirian Rin.
"Nggak Bu, saya tinggal dengan karyawan saya disana."
"Eh, karyawan?" Lina sedikit bingung dengan perkataan Rin.
"Karyawan? Maksudnya gimana Rin?" tanya Lina meminta Rin menjelaskan perkataan dia tadi.
"Rin disana membuka sebuah kafe, dan beberapa karyawan yang dipilih orang tua Rin disuruh untuk tinggal bersama Rin." ujar Rin menjelaskan maksudnya.
"Oh begitu ya, kamu jangan terlalu tenggelam dengan pekerjaanmu, sampai sekolahmu nanti terbengkalai. Tapi setahu Ibu, sekolah yang mau kamu masuki itu sekolah elit kan, penuntutan pelajarannya juga tinggi, jadi kamu harus bisa membagi waktunya ya, dan serius dalam belajarnya." Lina memberikan nasihat ke Rin.
"Iya Bu, Rin akan ingat pesan Ibu hari ini. Oh ya Bu, kapan-kapan mampir ke kafenya Rin, ini brosur tentang kafenya Rin, hehe, sekalian promosi." tutur Rin tersenyum lebar setelah memberikan brosur cafe dia ke Lina.
"Iya, nanti kalau Ibu ada waktu ibu akan main ke tempat kamu."
Mereka terus mengobrol, sembari mengobrol, Lina masih membuat surat pengantar pindah untuk Rin. Bel istirahat berbunyi siswa-siswi berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing dengan langkah seribu mereka segera menyerbu ke kantin.
Tidak beberapa lama kemudian Lina selesai membuat surat pengantarnya, dia segera mengesahkan surat itu dengan menyertakan cap sekolah dan menanda tanganinya.
Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkannya, Rin segera izin pamit, dia segera meninggalkan ruang kepala dan menuju ke parkiran dimana Raka yang sudah menunggu, dia berharap agar dia tidak bertemu dengan teman sekelasnya dulu.
Rin terus mempercepat langkah kakinya menyusuri koridor sekolah, seiring ia berjalan dan melewati beberapa siswa, Rin mendengar siswa-siswi yang di lewatinya berbisik menyebut namanya.
Hal yang tidak di inginkannya akhirnya terjadi, dia berpapasan dengan teman sekelasnya. Namanya terus di sebut, namun Rin tidak menggubrisnya, Rin terus berjalan sambil mencengkram udara di tangannya dan mengernyitkan bibirnya, namun semakin Rin tidak peduli semakin keras kawannya itu dan mencegat Rin.
Tangan Rin di tarik dari belakang dengan sangat kencang, hal itu membuat Rin merintih sakit. Rin yang kesal hanya melihat wajah teman-teman sekelasnya, di tambah dengan hal ini, semakin membuat Rin geram darahnya sudah mendidih, namun Rin mencoba untuk mengontrol emosinya.
“Rin, kamu Rin, kan?” tanya Ari yang merupakan teman sekelasnya dan juga teman bermainnya, tapi itu dulu.
"Maaf, kalian siapa?" ujar Rin berbohong.
"Ini kami, Ari, Tari, Dimas dan Tata." ucap gadis yang ada didekatnya yang tak lain adalah Tari, yang pernah duduk di sebelah Rin waktu Rin masih disini dulu.
"Kami teman sekelas kamu, kamu kok bilang begitu, sudah hampir sebulan nggak ada kabar, kamu nggak kenal lagi dengan kami." tutur Tari.
Mendengar ucapan itu, hati Rin terasa tersayat-sayat, Rin hampir naik pitam, kesal dan geram menggerogoti pikirannya, namun dia mencoba untuk menahan emosinya itu.
"Maaf saya benaran nggak kenal dengan kalian." tutur Rin berbohong lagi.
Tiba-tiba tubuh Rin di guncang, gadis yang bernama Tata terus mengguncang tubuh Rin.
"Kamu beneran nggak ingat kami?"
Rin langsung menepis tangan Tata yang mengguncang tubuhnya, dan Rin mulai merasa geram.
"Saya mohon maaf, saya benaran tidak tahu siapa kalian." tutur Rin berbohong lagi.
"Saya harus permisi, masih ada yang harus saya lakukan." selesai mengucapkan itu Rin meninggalkan mereka berempat.
Mereka berempat masih tak percaya dengan yang barusan terjadi.
"Itu benaran Rin, kan, yang barusan." tutur Tata yang merasa sedih melihat sahabatnya tak menganggap mereka lagi.
"Apa dia masih membenci kita." tutur Dimas.
"Tentang kejadian dulu." sambung Ari.
"Mungkin."
Mereka berempat masih memperhatikan Rin yang sudah jauh, mereka melihat ada seorang gadis mendekati Rin, Adik kelas tersebut terlihat sangat akrab dengan Rin, membuat mereka tak ber enak hati melihatnya.
Seorang gadis mendekati Rin.
"Kakak, apa kabarnya." ujarnya menyapa Rin.
"Eh, kamu Nir, baik, kamu sendiri gimana kabarnya?" balik Rin bertanya.
"Tentu saja sehat dong Kak." jawab Nirmala tersenyum ceria.
"Oh ya, Kakak sungguh berterima kasih atas pertolonganmu waktu itu, Kakak nggak sempat berterimakasih soalnya."
"Iya, nggak apa Kak. Nirmala senang kok bisa nolongin Kakak. Oh ya, Kakak nggak sekolah di sini lagi ya." ujarnya sedikit sedih.
"Iya, Kakak putusin untuk pindah, kakak takut kejadian dulu mungkin bisa terulang lagi." tutur Rin dengan ekspresi wajah yang terlihat ketakutan dan tangannya yang gemetaran
"Pindah ke sekolah mana kak?"
"Ke Akademi Roswaal."
"Waw, keren tu Kak." tutur Nirmala dan wajahnya yang langsung terkagum mendengar jawaban Rin.
Mereka melanjutkan perbincangan mereka sambil berjalan.
"Kakak masuk ke sekolah elit di kota sebelah." puji Nirmala.
"Oh ya, ni buat kamu, kalau ada waktu mampir ya." Rin memberikan Nirmala brosur yang dia bawa.
"Apa ini Kak" tanya Nirmala saat menerima brosur dari Rin.
"Waw, Kakak buka kafe, keren, keren, pengen kesana sekarang rasanya." ujar Nirmala antusias.
"Ya, jangan lupa tuk mampir ya. Oh ya, buruan balik ke kelas sebentar lagi mau masuk, kan." tutur Rin sambil mengelus kepala Nirmala.
"Oke Kak, dah bye-bye." ujar Nirmala sembari meninggalkan Rin.
°
°