Anastasia, wanita berhijab itu tampak kacau, wajahnya pucat pasi, air mata tak henti mengalir membasahi wajah cantiknya.
Di sudut rumah sakit itu, Ana terduduk tak berdaya, masih lekat diingatannya ketika dokter memvonis salah satu buah hatinya dengan penyakit yang mematikan, tumor otak.
Nyawanya terancam, tindakan operasi pun tak lagi dapat di cegah, namun apa daya, tak sepeser pun uang ia genggam, membuat wanita itu bingung, tak tahu apa yang harus di lakukan.
Hingga akhirnya ia teringat akan sosok laki-laki yang telah dengan tega merenggut kesuciannya, menghancurkan masa depannya, dan sosok ayah dari kedua anak kembarnya.
"Ku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk wanita rendahan seperti mu... ."
Laki-laki kejam itu melempar segepok uang ke atas ranjang dengan kasar, memperlakukannya layaknya seorang wanita bayaran yang gemar menjajakan tubuhnya.
Haruskah Anastasia meminta bantuan pada laki-laki yang telah menghancurkan kehidupannya?
IG : @reinata_ramadani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daddy?
°°°~Happy Reading~°°°
Sepasang kaki mungil itu melangkah tak tentu arah. Bola matanya menatap bingung pada setiap sudut rumah sakit yang tampak asing di mata bulatnya.
Lelah menunggu kedatangan sang mommy, gadis kecil itu putuskan untuk melarikan diri dari ruangan membosankan dokter Stephanie. Perawat yang sedari tadi menemaninya pun sampai tak sadar jika gadis kecil itu telah menghilang dari tempat duduknya, karena saking fokus dengan berkas-berkas di tangannya.
Langkah itu kian gontai. Pandangannya mulai mengabur saat linangan air mata itu memenuhi manik matanya.
"Mommyh, hiks... ."
Gadis kecil itu meracau ketakutan. Sungguh, adakah yang bisa menunjukkan dimana mommy nya sekarang?
Brukkk... .
Tubuh mungil itu terhempas saat sosok berbadan tambun itu menabrak tubuh mungilnya. Membuat susu dalam genggamannya itu pun jatuh memuntahkan isinya.
"Hwa... Mommyh... ."
Tangis seketika menggelegar memenuhi lorong rumah sakit. Gadis kecil itu terisak saat tubuhnya jatuh meringkuk di atas lantai. Susu kotak yang di genggamnya bahkan kini berceceran membasahi baju yang dipakai.
"Ahhh... Sial. Sepatuku."
Terdengar pekikan tak suka dari perempuan itu. Wajahnya berubah semakin kelam saat mengetahui sepatu miliknya kini tertumpah oleh susu coklat menjijikkan.
Geram akan hal itu, tangan kirinya refleks mengulur menarik telinga gadis kecil itu sekuat tenaga, membuat Maurin seketika memekik kesakitan.
"Hwa... Tatit tante, tatit. Mollin tatit, hiks..." Gadis kecil itu menangis histeris memegangi telinganya yang di jepit keras, namun tak sedikitpun mampu meluluhkan hati perempuan itu untuk melepaskan tarikan telinganya.
"Makannya kalau jalan lihat-lihat. Tuh lihat, sepatuku jadi kotor kan?"
"Hwaaa... Mollin tatit, leupashin Mollin. Hiks..." Maurin semakin memekikkan tangisannya. Membuat beberapa orang kini menatapnya, namun enggan menolongnya.
Dasar manusia picik yang tak berperasaan.
"Ini balasan karena kamu sudah mengotori sepatuku! Bahkan ini saja belum cukup. Kamu harus di pukul seratus kali."
Bola mata itu seketika melebar. Maurin ketakutan. Bagaimana jika perempuan itu benar-benar memukulnya?
Tidak. Maurin tidak mau.
Ia harus segera melarikan diri atau pukulan itu akan benar-benar menyiksa tubuhnya.
Membulatkan tekat, gadis kecil itu kemudian bersiap. Gigitan keras ia layangkan pada pergelangan tangan itu. Membuat perempuan itu seketika memekik dan refleks melepaskan jepitannya.
"Ahhhs... Sial!!!"
"Jangan lari kau bocah nakal!"
Kaki mungil itu mengayun cepat. Debaran jantung itu sudah tak dapat dijabarkan. Ketakutan itu benar nyata adanya. Maurin ketakutan. Isak itu bahkan luruh ditengah pelariannya.
"Dad--dyh..." pekik Maurin saat kini dirinya merengkuh sosok bertubuh jangkung. Entah siapa itu, Maurin tak tahu. Yang penting ia bisa terbebas dari amukan perempuan sadis itu.
"Daddyh... Tante itu dahat, mau dewell Mollin. Mollin tatut, hiks... ."
Sosok itu memicing saat sosok kecil itu tiba-tiba merengkuhnya tanpa permisi, menangis memeluk kakinya, apa gadis kecil itu telah salah mengenali?
"Heiii, berani-beraninya kau menggigit tanganku, huhhh..." pekik perempuan itu tak terima. Suaranya lantang penuh amarah. Membuat Maurin semakin erat memeluk kaki jenjang di rengkuhannya. Gadis kecil itu benar-benar ketakutan.
"Dad--dyh, Mollin tatut. Hiks..." isaknya tersengal-sengal.
"Hei... Kau benar-benar tidak becus mengurus anak. Lihat, anak nakal mu itu telah mengotori sepatuku, dia bahkan menggigitku. Aku tak terima. Kau harus ganti rugi atau aku akan laporkan ini ke pihak berwajib!!!" Cerocos perempuan itu tanpa menilik siapa yang kini tengah ia hadapi.
Sosok itu tersenyum sinis. Apa perempuan itu gila. Berani berhadapan dengannya?
"Mulutmu bahkan lebih buruk dari gonggongan anjing. Benar-benar memuakkan," umpatnya.
Sepasang tangan mungil itu kemudian mengulur menggenggam tangan besar itu. Manik matanya yang berair kini menatap pada wajah rupawan di atasnya penuh kesakitan.
"Daddyh, ayo peullgi. Mollin tatut, hiks..." isak Maurin penuh sesenggukan.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy reading semua
Saranghaja 💕💕💕