NovelToon NovelToon
Pengawal Kampung Duren

Pengawal Kampung Duren

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Keluarga / Persahabatan / Slice of Life / Penyelamat
Popularitas:392
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

bercerita tentang Boni, seorang pemuda lugu yang kembali ke kampung halamannya setelah merantau selama 5 tahun. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga dan sahabatnya, termasuk Yuni, gadis cantik yang disukainya sejak kecil.
Suasana damai Desa Duren terusik dengan kedatangan Kepala Desa, pejabat baru yang sombong dan serakah. Kepala desa bermaksud menguasai seluruh perkebunan durian dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Boni dan Yuni geram dengan tindakan kepala desa tersebut dan membentuk tim "Pengawal Duren" untuk melawannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Patroli Malam

Malam mulai menyelimuti Kampung Duren dengan ketenangan dan kesejukan. Suara jangkrik dan angin yang menyelusup di antara pepohonan membuat suasana terasa damai. Namun, malam itu berbeda. Boni dan teman-temannya memutuskan untuk melakukan patroli malam pertama mereka. Ada firasat aneh di hati Boni sejak beberapa hari terakhir. Dia merasa Kepala Desa pasti tak akan tinggal diam begitu saja setelah berbagai usaha mereka menggagalkan rencananya.

Mereka berkumpul di rumah Pak Jono sekitar pukul 8 malam, membawa senter, peluit, dan beberapa bekal ringan. Pak Jono tersenyum penuh bangga melihat semangat para pemuda Kampung Duren yang siap menjaga kebun mereka di tengah dinginnya malam.

"Anak-anak, kalian semua tahu ini adalah patroli pertama kita, jadi jangan terlalu tegang," ujar Pak Jono sambil menepuk pundak Boni.

Budi mengangguk sambil tersenyum lebar. "Tenang aja, Pak. Aku malah senang bisa patroli malam. Ini kayak main petualangan di film-film!"

Yuni tertawa kecil sambil menyenggol lengan Budi. "Iya, tapi ini dunia nyata, Bud. Kalau ketemu Kepala Desa, kita nggak bisa cuma lari-larian aja kayak di film."

Mamat yang sedari tadi diam hanya mengangguk setuju. Ia bukan tipe orang yang banyak bicara, namun malam itu terlihat sangat bersemangat, mungkin karena semangat teman-temannya menular padanya.

Setelah semua siap, mereka pun bergerak menuju kebun durian, melewati jalan setapak yang diterangi cahaya bulan. Boni yang berada di depan memberi arahan tentang rencana patroli. Mereka akan berkeliling kebun dan memastikan tidak ada aktivitas mencurigakan. Jika ada tanda-tanda kehadiran orang asing, mereka sepakat untuk memberikan sinyal lewat peluit agar yang lain bisa bersiap.

Sesampainya di kebun, mereka mulai menyebar dengan hati-hati, mengikuti jejak yang mereka buat pagi tadi. Suara daun yang terinjak dan bisikan-bisikan pelan dari mereka menjadi satu-satunya suara yang terdengar di tengah kebun yang luas itu.

Di sisi lain kebun, Yuni dan Budi berjalan bersama. Yuni memegang senter kecil yang ia arahkan ke tanah, sementara Budi menenteng ranting besar sebagai senjata, walaupun mereka tahu itu lebih untuk rasa aman.

"Sebenarnya, Yun, kamu nggak takut ya? Ini kan malam-malam, sepi pula," bisik Budi.

Yuni tersenyum tipis. "Iya, agak takut sih. Tapi kalau sama kalian, aku jadi lebih berani. Lagian, ini demi kampung kita juga kan?"

Budi mengangguk mantap. "Betul, Yun. Demi Kampung Duren! Lagian, kalau ada apa-apa, aku ada di sini buat jagain kamu."

Yuni tersipu mendengar itu, tetapi ia hanya tertawa kecil. Mereka melanjutkan patroli mereka sambil sesekali bercanda untuk meredakan ketegangan.

 

Di sisi lain, Boni dan Pak Jono melakukan patroli di area yang paling jauh dari jalan masuk. Boni mengamati setiap sudut dengan seksama, memastikan tidak ada yang luput dari pengamatannya. Ia merasa tanggung jawab ini sangat besar karena ia dan teman-temannya yang menginisiasi patroli ini.

"Pak, kira-kira Kepala Desa bakal nekat datang malam-malam gini nggak, ya?" tanya Boni sambil terus mengamati sekitar.

Pak Jono menggeleng. "Nggak bisa dipastikan, Bon. Tapi biasanya orang yang punya niat jahat bisa datang kapan saja, apalagi kalau dia tahu kita nggak akan ada di sini malam-malam. Makanya, ini langkah yang bagus."

Boni mengangguk, merasa sedikit lega mendengar Pak Jono mendukung langkah mereka. Sambil berjalan, mereka berbincang tentang kebun dan desa, membuat malam terasa lebih hangat meskipun udara semakin dingin.

 

Setelah beberapa jam berkeliling, mereka memutuskan untuk kembali ke titik kumpul yang sudah mereka tentukan di dekat markas kecil. Namun, saat mereka semua bertemu, Boni menyadari ada sesuatu yang berbeda.

“Eh, kalian lihat nggak? Itu… ada bayangan di dekat pohon durian besar!” kata Boni sambil menunjuk ke arah salah satu pohon besar yang sedikit jauh dari mereka.

Yuni langsung merapatkan senter ke arah yang ditunjuk Boni. Cahaya senter menangkap bayangan seseorang yang bergerak pelan di antara pepohonan. Seketika, mereka semua terdiam dan saling pandang dengan waspada.

“Siapa itu?” Mamat berbisik, suaranya sedikit bergetar.

Pak Jono memberi isyarat agar mereka tenang dan tidak panik. “Kita lihat dulu. Jangan langsung mendekat, tapi tetap waspada.”

Dengan hati-hati, mereka bergerak perlahan, mendekati bayangan itu sambil bersembunyi di balik pepohonan. Makin dekat, mereka bisa melihat lebih jelas bahwa bayangan itu adalah seseorang yang tampak sedang memeriksa pohon-pohon durian, seakan mencari sesuatu.

Boni memandang Pak Jono dengan tatapan penuh tanya. Pak Jono memberikan sinyal untuk menunggu sebentar sebelum mengambil tindakan. Mereka mengintai dalam diam, berharap bisa mendapatkan petunjuk lebih banyak tentang identitas orang tersebut.

Namun tiba-tiba, Budi yang tidak sabar bergerak terlalu cepat, dan ranting di bawah kakinya patah, mengeluarkan suara yang cukup keras. Orang itu langsung menoleh ke arah mereka, jelas terkejut.

“Hai, siapa kalian?!” teriak suara orang itu dengan nada marah.

Pak Jono menghela napas, menyadari bahwa mereka sudah ketahuan. Dengan tenang, ia melangkah maju keluar dari persembunyian diikuti oleh yang lainnya. Boni dan teman-temannya merasa gugup, namun mereka tetap berusaha tenang.

“Oh, jadi ini kalian yang sering gangguin saya, ya?” Orang itu adalah Kepala Desa! Pakaiannya sedikit lusuh, dan wajahnya tampak kesal karena tertangkap basah.

“Kami bukan mengganggu, Pak,” jawab Pak Jono dengan nada tenang. “Kami cuma menjaga kebun ini, karena kami tahu ada yang berniat mengubahnya jadi kebun sawit.”

Kepala Desa tersenyum sinis. “Dasar anak-anak kampung! Kalian pikir bisa menghalangi saya? Kebun ini tidak akan bertahan lama kalau saya sudah dapat izin dari pemerintah!”

Mendengar kata-kata itu, Boni merasa darahnya berdesir. Ia menggenggam tangan dengan kuat, namun tetap berusaha tenang. Yuni yang berada di sampingnya menyentuh bahunya, memberi tanda untuk tidak terbawa emosi.

“Kami cuma ingin menjaga apa yang sudah ada di kampung ini, Pak,” ujar Yuni pelan tapi tegas. “Ini bukan hanya soal pohon durian, tapi soal tempat yang punya banyak kenangan buat kami semua.”

Kepala Desa tertawa kecil, seakan tak peduli dengan perasaan mereka. “Kalau kalian pintar, lebih baik berhenti sekarang. Kalau tidak, kalian yang akan rugi.”

Setelah berkata demikian, Kepala Desa berbalik dan pergi dengan langkah cepat, meninggalkan mereka yang masih berdiri dengan perasaan campur aduk. Mereka merasa lega karena pertemuan itu berakhir tanpa kekerasan, namun kata-kata Kepala Desa tadi tetap terngiang-ngiang di kepala mereka.

 

Setelah yakin Kepala Desa benar-benar pergi, Pak Jono mengajak mereka kembali ke markas untuk berbicara. Mereka duduk melingkar di dalam markas yang sederhana namun nyaman itu.

“Anak-anak, kalian sudah lihat sendiri. Kepala Desa tidak main-main. Kalau kita lengah, kebun ini bisa hilang sewaktu-waktu,” kata Pak Jono dengan nada serius.

Mamat yang biasanya pendiam mengangkat tangan. “Pak, kita harus bagaimana sekarang? Kalau kita cuma pasang jebakan dan patroli, itu cukup nggak?”

Pak Jono mengangguk. “Itu sudah bagus. Tapi kita juga perlu rencana lain. Mungkin kita bisa ajak lebih banyak warga untuk terlibat. Kalau semakin banyak yang tahu tentang masalah ini, Kepala Desa akan kesulitan.”

Mendengar saran Pak Jono, mereka semua setuju. Boni merasa bahwa kebersamaan ini adalah kekuatan terbesar mereka. Mereka mungkin hanya sekumpulan pemuda desa, tetapi cinta mereka pada kebun ini tidak bisa dianggap remeh.

“Besok kita akan coba bicara dengan warga lainnya,” ujar Boni dengan semangat yang baru. “Semakin banyak yang tahu, semakin kuat kita.”

Yuni tersenyum, merasa bangga pada Boni yang selalu bisa memberi semangat pada semua orang. “Aku setuju. Kita nggak bisa menyerah begitu saja.”

Malam itu, mereka pulang dengan tekad yang semakin kuat. Meski pertemuan mereka dengan Kepala Desa meninggalkan rasa was-was, mereka yakin bahwa persatuan warga Kampung Duren akan bisa menjaga kebun durian dari tangan orang serakah.

Saat Boni kembali ke rumahnya, ia merasa lebih yakin daripada sebelumnya bahwa perjuangan mereka tidak akan sia-sia. Di bawah sinar rembulan yang bersinar terang, ia tersenyum, yakin bahwa kebun durian akan tetap berdiri kokoh, berkat usaha mereka semua.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!