Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 18
"Assalamualaikum", sapanya saat membuka pintu ruangan Eun-mi.
Eun-mi melihat ke arahnya dan tersenyum tipis.
"Wa'alaikumussalam. Ada apa? Mau nyari tahu hasil kencanku hari ini?", Eun-mi kembali menatap laptopnya.
"Gimana hasilnya?", Rayyan yang berlagak tak tahu kemudian duduk di depan Eun-mi.
"Sepertinya kau mendoakanku terlalu khusyuk. Bagaimana mungkin setelah sekian orang menolak, yang ini malah menawarkan diri untuk menjadi seorang muslim", ucap Eun-mi yang terlihat seperti keberatan.
Menawarkan diri? In-ho tak memberitahunya tentang hal itu. Tapi tunggu, apakah itu berarti Eun-mi tak menanyakan kesediaan In-ho sampai-sampai ia sendiri yang harus menawarkan diri?
Rayyan seperti menangkap gelagat aneh pada Eun-mi. Mengapa setelah ada setitik harapan, Eun-mi malah terlihat tak bersemangat. Apa ia tak menyukai In-ho? Tak mungkin! Bahkan dirinya dan Salman saja begitu terpesona dengan sosok In-ho. Bagaimana mungkin Eun-mi yang seorang wanita tak merasakan hal itu?
"Bukannya bagus kalo dia malah menawarkan diri. Berarti beres kan?", Rayyan berusaha memberi semangat pada Eun-mi.
"Dia minta waktu sehari dulu buat berpikir. Ya udah, ku iyakan", ucap Eun-mi masih tak antusias.
"Kok malah lemes gitu? Bukannya sudah dapat calon yang mantap tuh? Tinggal didoakan dia mau, ya sudah tinggal dijalanin aja", ucap Rayyan.
Eun-mi menatap Rayyan dengan tatapan tajam seolah tak suka dengan ucapannya tadi.
"Aku cuma capek. Tadi malam begadang karena ada urusan mendesak di perusahaan. Ya jadinya lemes gini. Andai aja ada rujak buah yang pedes pol, pasti badan sama mataku bisa seger lagi", Eun-mi mengatakan itu tanpa melihat Rayyan namun mulutnya tersenyum.
Rayyan melengos mendengarnya.
"Bilang aja minta dibikinin, pake bahasa persinggungan segala", Rayyan kemudian berdiri dan keluar dari situ diiringi kekehan Eun-mi.
Namun sesaat kemudian tawanya hilang. Dia hanya terdiam untuk beberapa saat, dan akhirnya sebutir air mata mengalir di pipinya tanpa bisa ia tahan.
*******
"Bawa apa itu? Buat aku ya?", tanya Salman saat bertemu Rayyan yang sedang membawa satu kantong buah-buahan di minimarket.
"Bukan sih, tapi bolehlah ambil satu mana yang kamu suka", sahut Rayyan seraya membukakan kantong buah itu untuk Salman.
"Asik.. thanks ya bro. Jadi sebenarnya buat siapa? Kalo buat jenguk orang sakit, harusnya dikasih keranjang biar bagus. Masa iya ngasihnya pake kantong plastik gitu. Gak ada estetisnya sama sekali", ucap Salman seraya menggigit apel di tangannya.
"Buat bikin rujak, ada yang ngidam", sahut Rayyan asal.
Salman ternganga mendengarnya, bahkan gigitan apel di mulutnya hampir terjatuh karenanya.
"Ck, becanda bro. Itu tuh, Eun-mi nyuruh bikin rujak. Tadi malam dia begadang ngurus perusahaan kakeknya, jadinya perlu asupan vitamin C biar gak lemes", Salman pun akhirnya bisa lega.
"Ada gula merah gak? Di rumah kehabisan", tanya Rayyan sambil celingukan di rak yang biasanya ia datangi kalau mencari bahan masakan khas Indonesia.
"Ada, tuh", tunjuk Salman pada satu sisi rak.
"Lagian ngapain bikin rujak sih, kampungan banget si Eun-mi. Salad buah kek, biar kekinian", celetuk Salman, tak paham dengan selera Eun-mi yang terlalu Indonesia.
"Ya dia sukanya rujak, masa dipaksa makan salad buah. Orang kita aja yang malah aneh, maksa-maksain lidah buat makan makanan Korea biar dianggap gaul dan kekinian. Padahal kalo lidahnya ketemu nasi sama lalapan, baru tuh bisa puas lahir batin. Eun-mi aja yang semi Korea doyan makanan kampung kok", bela Rayyan.
Salman hanya melirik sinis.
"Gimana tadi kencan Eun-mi sama In-ho, lancar gak?", tanyanya mengalihkan topik.
"Kayaknya lancar-lancar aja sih. In-ho minta waktu sehari buat mikir. Jadi paling lambat dalam dua hari ini sudah ada keputusan mereka bakal setuju menikah atau gak", sahut Rayyan.
"Wah.. bagus itu. Berarti sebentar lagi kamu juga sudah bisa melanjutkan rencana kamu buat menikah, ya gak?", Salman menjadi bersemangat.
"Iya.. Insya Allah. Jangan lupa doanya, biar lancar dan kamu sekeluarga harus datang pas nikahan aku nanti. Semua ongkosnya aku yang tanggung", ucap Rayyan yang ditanggapi Salman dengan sumringah.
"Siip.. siap bos. Lumayan bisa mudik gratis", kekeh Salman.
Rayyan hanya mencebik kemudian segera permisi dari minimarket.
*******
Rayyan, Eun-mi dan juga Asna kini tengah asyik menikmati rujak buah buatan Rayyan sembari menonton televisi di lantai dua. Toko sudah tutup setengah jam yang lalu dan para pekerja sudah pulang. Kecuali Asna yang memang diajak Eun-mi untuk ikut makan rujak. Walaupun sebagian buah yang dipakai tak sama dengan yang biasa dibikin rujak, tapi cukup untuk mengobati kerinduan mereka akan tanah kelahiran.
"Apa musti begadang gitu? Gak bisa ditunda apa, urusan perusahaan kakekmu?", tanya Rayyan.
Eun-mi melirik Rayyan sebentar, sementara Asna tak bergeming sedikitpun.
"Kan cuma kalo ada kondisi tertentu aja, gak setiap malam juga. Makanya aku ngambil Wina jadi asisten, biar kerjaanku bisa jauh lebih ringan dan bisa bagi waktu antara toko sama perusahaan".
"Kalo terlalu sibuk gitu, gimana nanti kalo sudah nikah. Sementara calon suami kamu kan juga orang sibuk. Kalo sama-sama sibuk, kapan ketemunya. Malam? Udah klenger kecapean. Besoknya? Pagi-pagi buta sudah pada berangkat ke kerjaan masing-masing. Kan gak asik jadinya", timpal Rayyan.
Eun-mi mendadak menjadi dongkol mendengar ucapan Rayyan. Dia kemudian berdiri dan menatap tajam pada Rayyan.
"Ya udah, kalo gitu aku gak usah nikah. Selamanya. Biar aku bisa kerja dan sibuk semauku tanpa perlu ngurusin hal lain. Lagian bukannya aneh kalo aku harus ngorbanin waktu dan kesenanganku buat seseorang yang baru aku kenal dan gak aku sayang", Eun-mi kemudian pergi begitu saja.
Sementara Asna yang masih tak menunjukkan ekspresi apapun ikut berdiri dan meninggalkan Rayyan yang kini melongo seorang diri.