NovelToon NovelToon
Jejak Takdir Di Ujung Waktu

Jejak Takdir Di Ujung Waktu

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Pengantin Pengganti / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Musim_Salju

Gus Zidan, anak pemilik pesantren, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tuanya untuk menikah dengan Maya, wanita yang sudah dijodohkan sejak lama. Namun, hatinya mulai terpaut pada Zahra, seorang santriwati cantik dan pintar yang baru saja bergabung di pesantren. Meskipun Zidan merasa terikat oleh tradisi dan kewajiban, perasaan yang tumbuh untuk Zahra sulit dibendung. Di tengah situasi yang rumit, Zidan harus memilih antara mengikuti takdir yang sudah digariskan atau mengejar cinta yang datang dengan cara tak terduga.

Yuk ikuti cerita selanjutnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Langkah Awal Menuju Mimpi

Pagi itu, Zahra dan Zidan memulai persiapan mereka dengan langkah yang lebih nyata. Seiring berjalannya waktu, agenda pernikahan mulai terasa lebih dekat. Zahra berusaha menenangkan hatinya dengan menyibukkan diri. Di dapur, ia membantu ibunya membuat kue untuk keluarga yang ingin datang kerumah, sembari mendiskusikan dekorasi akad.

“Zahra,” panggil ibu sambil mengaduk adonan, “kamu sudah kepikiran tema dekorasinya? Kira-kira mau yang sederhana atau sedikit mewah?”

Zahra tersenyum, lalu menatap ibunya. “Sederhana aja, Bu. Yang penting hikmat dan nggak terlalu banyak ornamen. Zahra mau fokus ke akadnya, biar kesan sakralnya terasa.”

Ibu Zahra mengangguk puas. “Pilihan yang bijak, Nak. Nanti kalau kamu butuh bantuan untuk pilih dekor, bilang saja ke Ibu.”

Hari-hari Zahra penuh dengan aktivitas. Sebagai seorang santri, ia tetap menjalani rutinitas di pesantren. Selain membantu persiapan pernikahan, Zahra terus melanjutkan belajar di pesantren, mengaji, dan mengikuti pengajian bersama teman-teman santri lainnya. Meski sibuk, Zahra selalu berusaha menyempatkan diri untuk belajar dan menguatkan ilmunya tentang agama. Dalam suasana yang tenang itu, ia merasa siap menghadapi kehidupan baru bersama Zidan.

“Zahra,” sapa salah satu santri yang sedang mengaji bersamanya. “Kami dengar kabar kalau Zahra mau menikah. Selamat, ya!”

Zahra tersenyum lembut. “Terima kasih. Doakan ya, supaya semuanya lancar.”

Para santri tampak antusias, seakan mereka adalah bagian dari kebahagiaan Zahra. Kehadiran mereka memberikan energi positif yang membuat Zahra semakin yakin melangkah.

Sementara itu, Zidan juga sibuk dengan persiapannya. Bersama ayahnya, ia mengurus kebutuhan administrasi pernikahan di kantor urusan agama (KUA). Ia memastikan semua dokumen lengkap, karena ia tidak ingin ada kendala di hari besar nanti.

“Zidan,” tanya Abi Idris saat Zidan mampir ke ruangannya di pesantren. “Bagaimana persiapanmu?”

“Alhamdulillah, Abi. Sejauh ini lancar. Tinggal persiapan mental aja, Abi,” jawab Zidan dengan senyuman kecil.

Abi Idris tertawa ringan. “Itu yang paling penting, Nak. Ingat, pernikahan bukan hanya tentang akad dan resepsi. Itu awal dari perjalanan panjang. Kamu harus siap menjadi pemimpin yang bijak untuk istrimu.”

Zidan mengangguk penuh rasa hormat. “In syaa Allah, Abi. Saya akan terus belajar.”

Di tengah persiapan, Zahra dan Zidan tetap menjaga batasan dalam komunikasi. Mereka hanya bertemu untuk hal-hal penting dan sering kali disertai anggota keluarga lainnya. Meskipun demikian, setiap pertemuan mereka penuh makna.

“Zahra,” kata Zidan di suatu siang ketika mereka bertemu di rumah Zahra untuk membahas undangan. “Aku mau tanya, apa ada sesuatu yang kamu harapkan dari aku setelah kita menikah?”

Zahra terdiam sejenak. “Saya cuma mau Gus tetap seperti sekarang. Jadi imam yang baik, yang sabar, dan nggak berhenti belajar. Itu saja.”

Zidan tersenyum. “Aku akan berusaha. Kalau dari aku, aku cuma berharap kamu selalu mendukungku, apa pun yang terjadi. Kita sama-sama belajar, ya?”

Zahra mengangguk. Dalam hati, ia merasa tenang mendengar jawaban itu. Ia tahu Zidan bukan orang yang sempurna, tapi kesungguhannya membuat Zahra yakin bahwa mereka bisa saling melengkapi.

Persiapan demi persiapan berjalan lancar. Keluarga Zahra dan Zidan semakin sering bertemu, membahas segala hal mulai dari catering hingga jumlah tamu undangan. Meskipun kadang ada perbedaan pendapat, semuanya bisa diselesaikan dengan baik.

Di sela-sela persiapan, Zahra menerima banyak nasihat dari orang-orang di sekitarnya. Salah satu yang paling berkesan adalah dari neneknya, seorang wanita bijak yang selalu menjadi tempat curhat Zahra.

"Zahra,” kata nenek suatu sore ketika Zahra menemaninya minum teh di halaman. “Kamu tahu, pernikahan itu seperti merawat tanaman. Kadang cuaca tidak mendukung, kadang ada hama. Tapi kalau kamu rawat dengan cinta dan sabar, ia akan tumbuh indah.”

Zahra menatap neneknya dengan mata berkaca-kaca. “Iya, Nek. Zahra akan ingat itu.”

Tiga minggu sebelum hari H, Zahra memutuskan untuk berhenti sejenak dari segala rutinitas yang padat. Ia ingin fokus mempersiapkan mental dan hatinya untuk menjalani kehidupan baru sebagai seorang istri. Di hari yang tenang itu, ia duduk di ruang tamu menggenggam handphone miliknya, berbicara dengan Gus Zidan melalui telfon. membicarakan tentang harapan dan impian mereka setelah menikah.

“Kamu siap, Zahra?” tanya Zidan diseberang sana.

Zahra menatap Zidan dengan penuh rasa cinta. “Insya Allah, Gus. Selama kita berjalan bersama, saya yakin kita bisa melewati segala tantangan yang ada.”

Zidan tersenyum, merasa sangat bersyukur memiliki Zahra di sisinya. “Saya berjanji akan selalu menjaga kamu, Zahra. Apa pun yang terjadi, saya akan terus berusaha menjadi suami yang baik untukmu.”

Zahra mengangguk, merasakan kedamaian di hatinya. Ia tahu perjalanan mereka belum selesai, tetapi dengan segala persiapan dan doa, mereka akan mampu menjalani hari-hari baru bersama.

Kini, hanya tinggal menunggu waktu sampai hari itu tiba, hari di mana mereka akan memulai perjalanan baru sebagai pasangan yang sah.

To Be Continued...

1
Jumi Saddah
👍👍👍👍👍👍👍👍👍
Berlian Bakkarang
nyai siti istri seorang kiyai tp bermulut pedas krn menghina zahra katax orang muskin segala
Nanik Arifin
waoow, dalam pesantren ternyata seperti dunia bisnis. ada lobi", ada persekongkolan, ada perebutan kedudukan, intimidasi/tekanan dll
Nanik Arifin
kog jadi ada nama Kyai Ridwan sebagai ortu Ning Maya ? Kyai Mahfud apanya Ning Maya ?
kirain kemarin" tu Kyai Mahfud ortu Ning Maya 🤭
Nanik Arifin
seorang Ning ( putri kyai ) melakukan intimidasi demi seorang lali" atau bahkan demi sebuah keangkuhan, bahwa dirinya putri seorang kyai. waoow....
ingat Maya, Adab lebih tinggi dari ilmu. sebagai putri kyai pemilik pondok ilmumu tidak diragukan lagi. tapi adabmu ??
Musim_Salju: benar banget kak, adab lebih tinggi dari pada ilmu, dan minusnya sekarang banyak yang tidak memperhatikan adab itu sendiri
Musim_Salju: Dunia sekarang banyak yang seperti itu kak, hanya saja tertutup dengan kebaikan yang dilakukan di depan banyak orang. Pengalaman pribadi saya sebagai seorang pendidik, sikit menyikut dan menjatuhkan saja ada
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!