NovelToon NovelToon
Pedang Pusaka

Pedang Pusaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Murid Genius / Ahli Bela Diri Kuno / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan / Pulau Terpencil / Penyelamat
Popularitas:820
Nilai: 5
Nama Author: Cut Tisa Channel

Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjalanan Aneh

Pada masa itu, daerah pegunungan himalaya merupakan puncak puncak tempat dimana orang orang datang melewati masa liburnya.

Disana menjadi pusat destinasi wisata dari berbagai penjuru negeri. Bahkan ada pula dari benua eropa dan amerika yang datang berkunjung ke himalaya hanya untuk menyaksikan kemegahan paku bumi itu.

Namun sejak setahun yang lalu, hal itu banyak berkurang disebabkan desas desus hewan buas yang sedang marah di himalaya.

Mungkin hal itu ada benarnya sedikit. Namun, banyak kejadian yang terjadi di sana, pembunuhan pembunuhan yang terjadi banyak pula disebabkan oleh perebutan sebuah kitab dewa sakti.

Kitab dewa sakti merupakan sebuah kitab yang konon sudah ribuan tahun adanya. Karna diperebutkan oleh seluruh dunia persilatan, maka kitab itu dibawa oleh kakek guru Xiansu yang dikenal dengan nama Xian Cianpwe ke daerah puncak gunung yang paling ditakuti di himalaya.

Karena memperebutkan kitab dewa sakti itulah, banyak berjatuhan korban. Namun banyak juga para perampok yang tewas di tangan sepasang manusia iblis, begitulah sebutan masyarakat sekitar kepada sepasang suami istri yang sudah pembaca kenal diawal.

Mereka adalah Rambala dan Durgha yang tidak banyak berinteraksi dengan orang orang, namun jika ada yang mencari masalah dengan mereka, seperti telah kita ketahui di awal, sepasang manusia iblis tidak segan segan membunuh mereka.

Begitulah keadaan himalaya yang sebenarnya. Memang ada sosok beruang kutub besar yang menjaga gunung mong li tempat dimana kitab dewa sakti di simpan. Namun beruang putih itu tak akan melukai siapapun kecuali ada orang orang yang mencoba melanggar batas yang dijaganya.

Seperti sore itu, ada kelompok yang berjumlah delapan orang menuju ke gunung mong li dengan membawa senjata tajam di tangan mereka.

Baru setengah pendakian mereka, kedelapan orang itu segera di cegat oleh beruang kutub berbulu lebat berwarna putih keperakan.

Menyaksikan hal itu, ke delapan orang tersebut terdiam tak berkutik. Namun ada seorang yang nekat mencoba menyerang beruang tersebut yang membuat sang beruang murka dan langsung menghajar mereka.

Tujuh orang tewas dengan luka mengerikan, sedangkan yang seorang berhasil lolos melarikan diri menuruni tebing utara gunung mong li dengan penuh luka di sekujur tubuhnya.

###~***~###

Di sebelah paling utara perbatasan deretan himalaya dengan tibet, terlihat Rambala yang sedang duduk menjadi mandor bagi dua orang yang sedang mengerjakan bagian belakang rumahnya.

Kedua orang itu adalah pimpinan perampok bersama wakilnya yang hingga kini masih dalam pengaruh sihir Rambala dan Durgha.

Kini gubuk yang dulu kecil dan reyot telah menjadi sebuah rumah yang layak huni berkat kegigihan dua orang itu yang layaknya seperti hewan piaraan bagi Rambala dan Durgha serta putri mereka.

Putri semata wayang mereka sering kali bermain main hanya untuk lucu lucuan mengerjai kedua rampok yang berasal dari Burma itu.

Terkadang Naya mengetes ilmu sihir yang dipelajarinya dari orangtuanya kepada kedua perampok itu.

Sungguh malang sekali nasib Balanga dan wakilnya diperlakukan seperti itu. Akan tetapi salah mereka sendiri juga. Mereka berani beraninya menindas orang orang yang kelihatan lemah itu.

Setelah selesai membuat sudut rumah itu, Rambala memanggil istrinya dan bertanya,

"Sayang, menurutmu apa yang harus kita lakukan dengan mereka? Kita tidak membutuhkan lagi tenaga mereka sekarang".

Durgha yang kini duduk disamping sang suami segera menghardik ke arah kedua perampok itu.

"Kesini kalian!!, mulai sekarang, kalian akan jadi pemburu dan hidup dengan baik. Jangan pernah menyakiti orang lain lagi. Dengar?"

Suara lantang Durgha langsung mendapat anggukkan dari keduanya.

Setelah memberikan bekal mereka dijalan, Rambala dan Durgha segera menyuruh keduanya pergi ke arah Tibet melanjutkan perjalanan mereka.

Dan mulai saat itu, mereka menjadi sosok yang di katakan oleh Durgha hingga keadaan merubah mereka kelak. Sementara ini kita tinggalkan dulu kedua orang itu yang kelak akan menjadi musuh besar bagi keluarga Rambala dan Durgha.

"Ibu, kenapa kedua paman itu diusir?" Tanya Naya kepada ibunya sesampainya di situ.

"Mereka hanya menambah beban kita disini. Kita harus berbagi makanan dan rumah dengan mereka. Lebih asyik kita tinggal bertiga saja seperti sebelumnya". Jawab Durgha sembari mengelus kepala Naya.

"ah,, aku jadi tidak bisa mengerjai mereka lagi". Naya merengut manja yang dibalas dengan senyuman dari kedua orangtua nya.

"Bagaimana perkembangan pelajaran yang ayah berikan padamu Naya? Apa kau sudah hafal?" Tanya Rambala sambil memegang tangan anak nya menuju kedalam rumah.

"Pelajaran dari ayah susah, enak belajar sama ibu mudah di ingat dan pelajaran nya gampang gampang".

"Ok, sekarang ibu akan memberi pelajaran baru padamu, ayo ikut ibu ke dapur. Biarkan ayah mandi dulu".

"Pasti aku disuruh memasak lagi. Membosankan!!" Gerutu bocah sembilan tahun itu dengan cemberut.

Meskipun begitu, dia tetap mengikuti sang ibu yang masih menggandengnya.

Setelah memasak selesai, mereka pun makan siang bersama di meja ruang tengah sambil terus mengobrol bersama anak mereka. Dari obrolan obrolan ringan hingga berat mereka bincangkan, tujuan mereka adalah untuk mengetahui tumbuh kembang putri mereka yang sangat mereka cintai itu.

###~***~###

Setelah beristirahat di hutan dekat dusun perbatasan, Xiansu dan paman Bu segera mengajak mereka melanjutkan perjalanan.

Semua orang merasa takut dan ngeri setelah mendengar cerita paman Bu. Namun lain halnya dengan Siaw Jin. Dia tetap saja berjingkrak sana sini tertawa bermain tanpa menghiraukan masalah cerita seram paman Bu.

"Siaw Jin, jangan terlalu jauh. Nanti kau bisa tersesat". Seru Xiansu yang kini telah menganggap anak itu sebagai cucunya sendiri.

"Baik kek, tenang saja. Aku cuma bermain disekitaran kalian saja. Ayo adik Kim, kejar aku". Seru Siaw Jin yang kini mengajak adik angkatnya berlari larian kesana kemari.

Mulailah hawa dingin menyelimuti tubuh mereka. Rombongan yang kini hanya tinggal 17 orang setelah sebagian besar rombongan tidak ikut mereka kini buru buru mengambil baju tambahan untuk dipakai menghalau rasa dingin sore hari itu.

Hanya tiga orang saja yang tidak menambah baju luar. Mereka adalah Xiansu, paman Bu dan Siaw Jin.

Ketika perjalanan semakin jauh mereka tempuh melewati barisan kaki gunung yang terkadang merupakan tebing batu, terkadang rerumputan yang di tutupi salju, dan kadang pepohonan yang menjulang tinggi dengan hiasan putih salju menutupi bagian atas dedaunan.

Hingga tibalah mereka di sebuah tempat dimana Xiansu menunjuk sebuah pegunungan yang tampak jelas dari situ.

"Itulah gunung Mong Li, tempat kakek guruku bertapa dahulu".

Semua orang mengarahkan pandangannya ke sana. Termasuk Siaw Jin yang memang sangat penasaran dari awal, mengapa sebuah buku yang bernama Kitab Dewa Sakti itu sampai menjadi rebutan seluruh ahli ahli di dunia persilatan.

Sedikitpun Siaw Jin tidak pernah terpikir bahwa perlahan lahan takdir akan membawanya semakin dekat dengan kitab itu.

Ketika matahari telah tenggelam, Xiansu menyarankan agar malam itu mereka istirahat di situ. Dimana terdapat bekas bangunan reyot yang sudah lama terbengkalai, bahkan atap nya pun sudah tidak ada.

Perapian pun segera dibuat. Dalam rombongan tersebut terdapat enam orang wanita termasuk Siaw Kim.

Istri paman Bu yang memimpin setiap kali mereka singgah dan memasak untuk makan mereka. Sedangkan empat wanita yaitu istri bekas tentara bawahan paman Bu membantu nyonya Bu memasak dan mempersiapkan bahan bahan masakannya.

Siaw Kim yang memang senang sekali memasak selalu ikut nimbrung membantu Bibi mei, begitulah panggilannya kepada istri mantan panglima Bu.

"Siaw Kim, kau duduk saja menunggu di dekat perapian, disini dingin".

"Tidak apa bibi Mei, aku tahan kok, bajuku pun sudah tiga lapis. Aku ingin belajar masak sama bibi Mei". Sahut Siaw Kim menggemaskan.

"Baiklah kalau begitu. Jika kelak kau pintar memasak, untuk siapa kau akan memasak makanan?" Tanya nyonya Bu berkelakar.

"Untuk kak Siaw Jin". Celetukan Siaw Kim membuat para wanita yang lain tertawa.

Namun nyonya Bu merasakan jawaban Siaw Kim sedikit berbeda. Jangan jangan...

BERSAMBUNG. . .

1
anggita
terus 💪berkarya. moga novel ini sukses banyak pembacanya.
Cut Tisa Channel: terimakasih
total 1 replies
anggita
like👍+ iklan☝
Cut Tisa Channel: thanks ya kk
total 1 replies
anggita
Iblis bermuka Ular... 👿.. 🪱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!