NovelToon NovelToon
Asupan Lorong Kehidupan

Asupan Lorong Kehidupan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Preman / Penyelamat
Popularitas:705
Nilai: 5
Nama Author: Miftahur Rahmi

Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyergapan

Setelah tawa mereda, Inspektur Ali mengarahkan tim untuk kembali fokus.

"Kita harus tetap waspada. Mereka mungkin mengawasi kita, kita tidak bisa membuat mereka merajalela." inspektur Ali membagi dua tim.

Yang satu menjaga pos, yang satunya lagi menyisir si area-area yang mencurigakan. Mereka sepakat tidak menggunakan ponsel, atau perangkat lainnya yang bisa disadap. Saat mereka mulai menyisir tempat-tempat yang mencurigakan yang dilaporkan oleh warga. Mereka bergerak dengan hati-hati.

Namun, di tengah perjalanan, mereka mendengar suara langkah kaki dari arah depan. Ali mengangkat tangan, memberi isyarat agar tim berhenti.

“Siapkan senjata," bisiknya. Langkah itu tedengar semakin dekat. Mereka berbalik badan dan yang pertama kali adalah pria bermasker. Pria itu membawa tas besar di punggungnya.

Langkah kaki itu semakin dekat. Ketika cahaya senter diarahkan ke depan, mereka melihat seorang pria berdiri dengan wajah tertutup masker kain. Pria itu membawa sebuah tas besar di punggungnya.

“Berhenti di tempat!" seru Ali. Pris itu hanya diam. Namun dia menjatuhkan tas itu ketahan dan berlari kesemak belukar.

“Kejar dia!” teriak Ali. Beberapa polisi mengejar pria itu, sedangkan Ali memeriksa tas tersebut.

Mereka terkejut menemukan berbagai alat elektronik, termasuk drone yang tampak identik dengan yang sebelumnya terlihat mengintai posko.

“Akhirnya, kita dapat sesuatu,” gumam Ali. Ali terkejut suara bil mulai terdengar dari dalam tas. Wajah Ali berubah tegang.

“Semua mundur! Tas ini jebakkan!”mereka berlari menjauh.

Sebuah ledakkan kecil menguncang area tersebut. Tidak ada korban jiwa, namun mampu membuat para polisi merasa terancam dan lebih-lebih hati lagi.

Saat tim Ali kembali ke posko dengan alat-alat yang berhasil mereka selamatkan dari tas, suasana semakin tegang. Mereka tahu, pelaku tidak hanya mencoba mengintimidasi mereka juga cerdas, selalu selangkah lebih maju.

Namun, ada secercah harapan. Salah satu alat yang selamat dari ledakan adalah modul sinyal drone. Tim IT segera bekerja untuk melacak data yang tersimpan di dalamnya.

“Kalau kita bisa memecahkan ini, mungkin kita bisa tahu di mana mereka bersembunyi,” ujar teknisi dengan nada optimis.

Tapi waktu terus berjalan, dan pelaku sepertinya tidak akan berhenti sebelum mencapai tujuan mereka. Polisi tahu, ini bukan hanya soal menemukan pelaku, tapi tentang bertahan hidup.

Di posko, teknisi It polisi mencoba menganalisis data dari modul sinyal drone yang berhasil diselamatkan. Beberapa jam kemudian, mereka mendapat lokasi terakhir di komputer.

"Kita punya lokasi," ujar teknisi dengan nada serius. Inspektur Ali memerintahkan tim untuk bersiap mendatangi lokasi.

"Kita tidak bisa membiarkan mereka terus menghambat pekerjaan kita. Kita harus selesaikan mereka. Biar cepat bisa ku hisap darah mereka..." ujar Ali dengan mimik serius. Yang lain malah menahan tawa.

Satu tim menyergap langsung ke lokasi dan satu tim lagi tetap berjaga di posko untuk mengantisipasi teror lain akan terjadi. Tim mendatangi rumah kosong ditengah desa, tapi jauh dari keramaian. Jalan cukup sulit diakses, jalan berbatu yang banyak rusak dan becek dan ada juga jalan yang masih ada tanahnya, membuat mereka harus berjalan kaki dan ada yang menggunakan kendaraan taktis mendekati rumah itu. Tim di pimpin oleh inspektur Ali.

Sesampainya disana, mereka melihat tidak ada aktivitas yang mencurigakan diluar. Suasan hening. Tapi membuat para polisi tetap dalam waspada.

"Formasi menyebar. Masuk perlahan." bisik Ali. Mereka mulai bergerak mendekati rumah.

Saat satu polisi mencoba membuka pintu depan. Mereka dikejutkan dengan suara keras yang terdengar dari dalam rumah.

"Jika kalian masuk, semuanya akan meledak!" teriak orang dari dalam, diikuti oleh suara tawa. Ali memberi isyarat agar tim tetap tenang.

"Siapkan negosiator," ujar Ali melalu radio. Dia berbicara pelan, agar tidak didengar si pelaku. Belum sempat mereka bertindak, suara lain di tim posko terdengar.

"Pak, kami diserang! Ada yang menyerang posko."

Situasi di posko menjadi kacau. Sekelompok pria bertopeng menyerbu posko dengan senjata tajam dan molotov. Mereka merusak kendaraan, membakar dan melukai para polisi yang bertugas. Briptu Abbas yang memimpin tim berusaha mengorganisasi perlawanan.

"Lindungi alat komunikasi dan data kita! Jangan sampai mereka menghancurkan semuanya!" dalam situasi yang memanas. Briptu Abbas berhasil menangkap satu orang penyerang. Saat merasa terdesak, pria itu berteriak pada kawan-kawannya.

"Lari!" perintah itu mutlak. Mereka langsung melarikan diri, walau ada satu orang yang khawatir dengan keadaan temannya yang tertangkap.

"Walaupun dia tertangkap, dia akan senang. Jika kita tertangkap, kita akan menderita..." ujar salah satu penyerang mengingatkan temannya.

Pria itu di desak ke tanah dan Abbas membuka topeng sang pria. Ternyata mereka juga warga Pasir.

"Kenapa kau melakukan ini?" Abbas nampak emosi. Pria itu hanya tersenyum.

"Karena kalian terlalu sibuk menjadi pahlawan."

Kembali ke rumah kosong, inspektur Ali mendengar laporan dari radio. Dia tahu situasi semakin genting. Tapi mereka tidak akan menyerah.

"Kita masuk perahan. Jangan sampai jebakan yang mereka buat membuat kita kalah." tim masuk melalui jendela kayu samping rumah tersebut. Mereka menemukan ruangan penuh perangkat elektronik, monitor dan peralatan lainnya. Di salah satu monitor mereka. melihat siaran langsung dari posko polisi yang sedang diserang.

"Bajingan, mereka menonton kita..." gumam Ali.

Ali memberikan isyarat, dan seorang anggota polisi menembak perangkat utama pria itu. Namun kejadian lain pun terjadi, terdengar sebuah ledakan diujung rumah.

"Ini jebakkan! lari!" teriak Ali.

Rumah itu terbakar dengan cepat. Para polisi berhamburan berlari menyelamatkan diri dari kobaran api yang terus membesar. Asap tebal memenuhi udara. Ali orang terakhir keluar dari dalam rumah. Mereka keluar dari jendela kayu satu persatu, setelah didobrak dengan keras.

Ali adalah orang terakhir yang keluar, dengan napas terengah-engah. Dia menoleh ke belakang, melihat rumah itu terbakar habis.

"Ini bukan rumah biasa. Ini markas mereka dan kita baru saja menghancurkan bukti penting." gumam Ali penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa pak. Keselamatan tim lebih penting!" ujar anggota lain, mencoba menghibur Ali.

seorang polisi muda mendekat, wajah nya penuh abu dan keringat. "Pak, apa kita perlu memanggil bantuan atau memanggil pemadam kebakaran?" tanyanya.

Ali menggeleng. "Terlalu berbahaya. Kalau ada jebakan lain, kita bisa kehilangan lebih banyak orang."

Mereka hanya diam menatap api yang berkobar dari kejauhan. Mereka menyadari musuhnya selangkah lebih maju dari mereka. Polisi mencoba bermacam cara untuk membuat sang pria buka mulut. Namun sang pria hanya diam. Ancaman, provokasi-provokasi lainnya tidak mempan untuk pria itu mau berbicara. Tidak ada informasi tentang siapa yang mendanai aksinya atau nama teman-temannya yang melarikan diri. Sikap diamnya membuat para petugas frustrasi.

"Dia ini batu, Pak," ujar salah satu polisi muda sambil mengusap dahinya yang berkeringat.

"Sama sekali nggak bergeming." sang polisi menghela napas berat.

Ali pun ikut menghela napas. "Sudah cukup. Masukkan dia ke sel. Kita cari cara lain nanti."

Saat hendak melewati sel Fatur, Fatur terkejut melihat siapa yang diborgol oleh polisi, yaitu Agus teman baiknya. Di ikuti dari belakang Joni dan kawan kawannya juga ikut di borgol.

Joni juga salah satu pelaku teror terhadap Eva dimalam perampokkan. Saat investigasi berlangsung, Joni mengaku karena Eva dan suaminya memaksanya memberikan uang hasil memeras warga, pada mereka. Karena sebelumnya Joni sempat tidak memberikan uang hasil panen kebun Fatur selama Eva menjadi gila. Dia juga kesal, mereka berdua suka sekali memerintahnya dan memberi upah yang sedikit. Namun para perampok dimalam itu belum ditemukan.

Fatur berteriak menghentikan langkah polisi.

"Apa salahnya? Kenapa dia diborgol?" tanya Fatur dingin, menatap inspektur Ali tajam.

Inspektur Ali mengerutkan keningnya. "Dia terlibat dalam berbagai penyerangan dan yang paling penting dia dalang teror yang di alami bu Eva." jelas Ali.

Fatur mendengus pelan. "Aku mau dia satu sel denganku!" ujarnya tegas.

"Tidak bisa. Dia harus di masukkan ke sel lain sesuai prosedur..."

"Jika karirmu sebagai polisi ingin bertahan lama, biarkan dia satu sel dengan saya." ujar Fatur dingin.

Ali terdiam. Suasana mendadak hening. Dia tahu Fatur adalah seorang tahanan yang paling ditakuti. Ali menghela napas.

"Emang kau yang memutuskan karir ku bisa bertahan atau tidaknya hah? Jangan mentang-mentang kau ditakuti di sel ini, kau bisa seenaknya memerintah polisi." Ali mencoba menegaskan posisinya. Dia yang berhak mengambil keputusan, bukan Fatur yang hanya tahanan.

"Ku ingatkan sekali lagi, jika kau pengen hidup lebih lama dan hidupmu tenang,..." ucap Fatur dingin, tatapannya tajam.

"Biarkan dia satu sel denganku..." teriaknya mengema di ruangan. Akhirnya Ali memutuskan Agus satu sel dengan Fatur.

Mereka saling berpelukan saat agus sudah masuk ke dalam sel Fatur.

"Aku tidak mengatakan semuanya. Teman-teman yang lain tetap aman." jelas agus.

Fatur menganguk, "Aku sudah tahu. Semalam Vito sudah datang memberitahuku, bahwa kau tertangkap." jelas Fatur.

"Kau aman disini, selagi kita tetap bersama-sama."

"Bagaimana dengan rencana selanjutnya?" tanya agus. Fatur mengeleng.

"Tidak ada yang bisa benar-benar ku percaya di luar sana kecuali kau dan umi. Jika aku suruh umi, itu sangat berisiko. Jadi biarkan mereka hidup tenang dulu, setelah aku keluar, mereka akan mendapatkan hadiah yang pantas mereka terima." ujar Fatur. Agus hanya menganguk.

1
Miftahur Rahmi
Ayo tebak siapa yang teror Hasan dan Eva?
Graziela Lima
Cerita yang mampu.
Miftahur Rahmi: Makasih kak udah mampir. semoga suka ya, dengan ceritanya
total 1 replies
Ming❤️
Tolong update sekarang juga biar bisa tidur malam dengan tenang.
Miftahur Rahmi: udah upload chapter 4 kak, tapi belum disetujui sama editor. makasih ya kak, udah mau baca novel saya. jika ada salah dalam penulisan, apalagi titik koma nya, harap di koreksi ya kak. maklum masih amatir kak😥😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!