Agistya dan Martin awalnya pasangan yang bahagia.
Namun, semuanya berubah saat Agistya hamil di luar rencana mereka.
Martin yang ambisius justru membencinya dan merasa hidup mereka berantakan.
Tak lama setelah anak mereka lahir, Martin menceraikannya, meninggalkan Agistya dalam kesendirian dan kesedihan sebagai ibu tunggal.
Dalam perjuangannya membesarkan sang buah hati, Agistya bertemu dengan seorang pria yang baik hati, yang membawa kembali kebahagiaan dan warna dalam hidupnya.
Apakah Agistya akan memaafkan masa lalunya dan membuka hati untuk cinta yang baru?
Bagaimana pria baik ini mengubah hidup Agistya dan buah hatinya?
Apakah Martin akan menyesali keputusannya dan mencoba kembali pada Agistya?
Akankah Agistya memilih kebahagiaannya yang baru atau memaafkan Martin demi keluarganya?
Semuanya terjawab di setiap bab novel yang aku update, stay tuned terus ya!✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Listy
Tya berjalan mendekat dengan perlahan, keluarga Martin terlihat sedang sibuk membuat kue kering bersama-sama, Yunita langsung melihat ke arahnya lalu tersenyum sinis, "Masih inget suami toh?"
"Ma-maaf Bu, ayah ... Tya ke rumah ibu tanpa izin dulu."
"Gak masalah sih, justru disini kita seneng-seneng terus, apa kamu tau? Suamimu baru naik jabatan, terbukti sekali dengan ketidak beradaan kamu di rumah ini, sangat membawa dampak positif buat kamu semua, terutama kehamilan kamu yang membawa sial, semoga aja Martin ga turun jabatan lagi, soalnya kan kamu udah kembali kesini."
Ya tuhaaaan .... Lirih Tya dalam batinnya.
"Bu ... Cukup." Kata Martin menengahi.
Masih punya rasa iba kamu sama aku Martin?
Erlangga dan Komala memilih tidak ikut campur, mereka berdua asik menggulung adonan di atas meja dapur.
"Sayang, aku mau bantu." Ucap Tya pada Martin yang sedang menaburkan choco chip di atas kue yang akan masuk ke dalam oven.
"Jangan, nanti kamu mual malah ribet." Kata Martin menepis tangan Tya yang ingin membantunya.
Jika aku masuk ke kamar sekarang, artinya aku memperpanjang masalah ini, tapi jika aku tetap duduk di sini hatiku sakit sekali seperti orang yang tidak di anggap.
"Yaudah kalau gitu, aku istirahat dulu di kamar."
Martin tidak menjawab apapun, dia masih fokus dengan kegiatannya, begitu juga anggota keluarga yang lain.
Cinta dan kasih sayangmu hilang total Martin. Tya terus membatin memikirkan nasibnya saat ini.
***
Hari-hari dan beberapa Minggu terlewati, Tya sudah tidak pernah menangis lagi dengan semua perlakuan Martin dan keluarganya, lebih tepatnya Tya bisa lebih menahan air matanya agar tidak jatuh, walaupun hatinya tetap merasakan sakit.
Pagi itu, Tya bercermin melihat pantulan dirinya yang sedang memakai celana panjang hitam dengan blouse longgar berwarna biru, Tapi kali ini perutnya sudah makin membuncit, usia kehamilan hampir masuk bulan ke 5, sebenarnya Tya sudah tidak tega memakai celana, khawatir bayi di dalamnya tertekan, dan hari ini Tya memutuskan untuk mengajukan resign di kantornya, karena jika dia di pecat secara tidak hormat karena menyembunyikan kehamilannya, uang kompensasi nantinya tidak akan bisa di cairkan.
Martin baru selesai mandi dan sudah mengganti baju kerjanya, tidak ada percakapan apapun antara mereka, sampai pada akhirnya Tya membuka suara untuk membahas tentang pengunduran dirinya hari ini.
"A-aku mau resign hari ini." Ucapnya pada Martin yang sedang memakai kaos kaki.
Martin hanya terkekeh, dan masih tidak berkata apapun.
"Sayang, jabatanmu sudah naik. Apakah kamu tidak mau berubah fikiran soal nafkah untuk anak kita?"
"No ... karena anak itu bukan hasil kesepakatan kita berdua, kamu yang ceroboh ... kamulah yang harus menanggung semuanya."
Tya menghela nafasnya, meredakan hatinya yang terasa pedih karena perkataan Martin.
"Anak ini tidak akan ada jika hanya aku yang berbuat!" Entah keberanian darimana Tya menyanggah kata-kata Martin.
Martin telah selesai memakai sepatunya lalu berjalan perlahan mendekati Tya.
Wajahnya terus mendekat pada Tya sampai wanita itu memejamkan matanya karena takut pada suaminya sendiri.
"Aku tidak peduli." Bisik Martin tepat di dekat telinga Tya.
Tya merapatkan giginya kesal, tangannya terkepal jual menahan emosinya, bagaimana bisa Tya bisa bersama dengan lelaki yang tak punya hati seperti Martin.
"Kamu naik jabatan pun pasti karena anak kita Martin! Setiap anak membawa rezeki nya masing-masing, kamu jangan pura-pura tidak mengerti, sejak dulu kamu sangat sulit kan naik jabatan? dan ketika aku hamil ... dengan mudahnya kamu naik, dan itu pasti karena kehadiran anak kita!"
Martin memegang Kuat kedua pipi Tya, dengan wajah sangarnya dia menatap Tya dengan kejam. "Ini semua karena usaha aku, anak yang ada di perut kamu, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya." Martin lalu menghempaskan wajah Tya hingga wanita itu terhempas ke meja. Martin meninggalkan Tya seorang diri di kamar dan melakukan sarapan pagi bersama keluarganya.
.
.
***
1 Minggu sudah berlalu, ini hari pertama Tya menjadi seorang istri yang tidak bekerja dan menunggu sang suami pulang dari kantor.
Sambil mengelus perutnya, Tya membaca buku tentang lancar persalinan, dia sama sekali tidak menghiraukan sikap mertua dan adik iparnya, daripada Tya makan hati.
Tya sudah jarang melakukan sarapan bersama, atau makan bersama lainnya, dia lebih memilih memasak sendiri atau memakan lauk sisa jika mereka sudah selesai makan. Itu semua Tya lakukan agar mentalnya tetap sehat.
Untuk masalah sopan santun, Tya sudah membuang jauh rasa itu ... Yang terpenting adalah mental, kehamilan dan juga hubungan rumah tangganya.
Sore itu mobil Martin sudah terparkir, dengan wajah sumringahnya Tya langsung menyambut sang suami ke depan pintu utama.
"Sayang, udah pulang? Sini aku bawain tasnya."
Martin menyerahkan tas kerjanya dengan wajah malas, dan tanpa berkata apapun pada istrinya.
Tya terus mengekori Martin dengan langkahnya yang cepat, mengikuti langkah Martin yang seakan tidak mau berjalan beriringan dengannya.
"Sayang, mau aku masakin air hangat."
"Ngaco kamu, hari lagi panas begini kok nawarin air hangat."
Tya terdiam, lalu dia menawarkan masakan yang tadi pagi dia masak sendiri, "Sayang, aku masak ayam goreng, sambalnya minta yang ibu aja, aku gak tau cara bikin sambal yang enak kayak gimana, tapi nanti aku bakal belajar kok." Ucap Tya dengan antusias.
"Gak perlu maksain diri jadi istri yang sebenarnya, aku mau makan masakan ibuku, kasihan dia harus di bayang-bayangi hidup susah karena kehamilan kamu."
Tya menghela nafasnya, lalu membiarkan Martin melakukan apa yang dia mau, karena Martin selalu menolak apa yang Tya tawarkan padanya.
Selama kamu tidak mengkhianatiku, aku masih sanggup menahan semua ini, asalkan kamu tetap berada di sisiku, walaupun nyatanya kamu tidak ada di pihaku, itu tidak masalah. Batinnya.
***
Di kantor, Martin menjadi pribadi yang banyak bicara sekarang, karena dia sudah menguasai pekerjaannya dia lebih menyukai datang ke tempat karyawan lain hanya untuk sekedar mengobrol dan menceritakan keburukan istrinya.
Ada satu pegawai baru di bagian keuangan perusahaan atau bisa di bilang tangan kanan bos nya di perusahaan, Dia wanita berumur 30 tahun, belum menikah dan suka sekali menggunakan pakaian ketat.
Dan Martin tertarik padanya, dia terus mendekati Listy Adisty, karyawan baru itu dengan alibi mengajarkan Listy hal-hal yang belum dia pahami.
Listy pun merasakan hal yang sama, karena Martin terus membantunya di saat dirinya kesulitan di kantor.
Martin selalu memberitahu Listy dengan cara yang lembut, walau sebenarnya Listy menurutnya adalah seorang yang bodoh dalam hal mengelola keuangan kantor, tapi karena penampilannya yang menjadi pusat perhatian semua lelaki di kantor menjadikan Martin seperti berlomba untuk mendapatkan Listy lebih dulu di banding teman-teman nya yang juga mengincarnya.
"Kamu wangi banget." Puji Martin pada Listy yang sedang di ajari cara membuat Laporan, olehnya. Jarak mereka kali ini sangat berdekatan telinga mereka sudah saling menyentuh saking dekatnya.
thank you Thor 😘😍🤗
semangat lanjut terus yaaa 💪💪😘🤩🤗🤗
ini nih slh satu org Kufur..
Tdk bersyukur...