Alysa seorang gadis muda, cantik serta penuh talenta yang kini tengah menempuh studynya di bangku kuliah. Namun, selama dua semester ia memutuskan untuk cuti, demi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang tengah bangkrut.
Dalam perjalananya, Alysa harus mendapatkan uang sebanyak 300 juta dalam semalam untuk biaya operasi jantung orang tuanya. Dalam keadaan mendesak, Alysa memutuskan menjadi wanita panggilan. Mengikuti saran sahabatnya, Tika.
Sialnya, pelanggan pertamanya adalah dosen ia sendiri. Hal itu membuat Alysa malu, kesal sekaligus bingung bagaimana harus melayani sang Dosen. Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya? serta bagaimana hubungan Alysa dengan kekasihnya, Rian. Akankah setelah mengetahui fakta sebenarnya ia akan tetap bersama Alysa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon By.dyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selesai
Pagi sekali Alysa sudah bersiap untuk masuk bekerja. Hari senin ini, tiga pekerjaannya full masuk. Mulai dari live streaming untuk jualan online, Assisten makeup pengantin di jam 2 siang, dan jam malam untuk siaran radio.
Harusnya Alysa bersemangat penuh menjalani hari, ada cicilan uang bulanan yang harus ia bayarkan, dan sekarang bertambah lagi beban dalam hidupnya, membayar pada Reyhan, uang ganti untuk biaya operasi Satria.
"Dapet dari mana gue?" monolog Alysa.
Selama perjalananya menaiki angkot menuju tempat siaran, isi kepala Alysa dipenuhi ancaman Reyhan. Pertanyaan bagaimana kalau dirinya tidak bisa menyelamatkan diri dari Reyhan, apakah Reyhan akan benar-benar melakukan ancamannya tersebut? Adalah pertanyaan yang terus berulang dikepala Alysa.
"Gak mungkin, gue pasti bisa bayar. Pasti!" ungkap Alysa semangat.
Angkot yang ditumpangi Alysa berenti di sebuah ruko. Tempat bekerja Alysa. Segera Alysa menyerahkan uang sebesar 10 ribu untuk ongkos.
"Makasi ya, Pak."
Mobil Angkot berlalu, Alysa segera berlari menuju ruko. Kedatangannya disambut senang oleh rekan kerjanya, Tia.
"Semangat banget." komentar Tia.
"Iya nih mba, mau nyari target pembeli, biar dapet bonus." sahut Alysa.
Kantor Alysa bekerja memang menyediakan bonus bagi setiap pekerjaannya yang mampu menjualkan produk lebih dari 100 psc dalam sehari. Entah bonus itu berupa barang atau uang. Kali ini, tentu saja alysa akan memilih uang sebagai imbalan, uang tersebut akan ia gunakan untuk membayar hutangnya pada Reyhan.
Alysa bergegas menyiapkan semuanya, mulutnya siap-siap mengeluarkan trik-trik jitu agar orang mau membeli barang dagangannya.
"Please banyak yang Cek out yaa." pinta Alysa, penuh harap.
Begitulah Alysa, semangatnya dalam bekerja tidak pernah redup, ia selalu mengusahakan apa yang ia bisa ia kerjakan, tentunya pekerjaannya ia selesaikan hingga tuntas. Mungkin, susah-mudah mendapat pelanggan untuk cek out 100 orang dalam satu hari, dikarnakan barang dagangannya terhitung brand baru yang masih mencari target marketnya. Tapi, Alysa percaya rezeki tidak ada yang tahu.
Menurut Alysa, akan selalu ada kesempatan besar bagi orang yang mau berusaha lebih keras. Sayangnya, mantra itu untuk kali ini tidak sedang bekerja dengan baik. Bukan karna Alysa tidak berusaha, akan tetapi kesempatan yang belum memberi ia kesempatan bonus bahkan pekerjaan.
Karna, pada kenyataannya, hari yang seharusnya membuat Alysa sibuk dengan pekerjaannya, dalam hitungan jam harus berenti secara disengaja. Semua itu, karna alysa mendapat pemberhentian pekerjaan secara tidak terhormat oleh atasannya sendiri.
"Mba, gak bisa gitu dong, saya juga udah berusaha." protes Alysa.
"Sa, mba Tia mana bisa lawan Ibu, itu udah jadi keputusan Ibu." kata Tia. "Ini, uang pesangon buat kamu sama gajih kamu satu bulan kemarin." Tia menyerahkan satu amplop coklat pada tangan Alysa.
"Mba, saya harus kerja apa? Saya harus gimana? Saya udah usaha jualan, kenapa harus pecat saya? Kenapa bukan tim marketing?" protes Alysa marah.
"Kata Ibu, udah hampir tiga minggu kamu gak optimal dalam live. Live kamu yang kurang optimal, buat pelanggan kabur dan ga minat buat beli, Karna itu Ibu pecat kamu, Sa."
Tia mengusap pundak Alysa. "Sabar ya Sa, semoga kamu dapet kerjaan lagi, yang lebih baik dari ini."
Tia meninggalkan Alysa sendirian di ruang live.Tentu saja Alysa menangis, semua rencananya berubah menjadi hari yang buruk.
Tangannya bergetar mencari kontak nama pada gawai miliknya. "Rian, aku butuh kamu." tutur Alysa.
Panggilan dimulai. Satu panggilan tidak diangkat, dua panggilan tidak terangkat juga, panggilan ketiga barulah Rian mengangkat panggilan Alysa.
"Kamu bisa gak sih, gak ganggu kerjaan aku? Aku dikantor Alysa." ucap Rian.
Alysa mengerjap mendengar nada suara Rian samar seperti sentakan. "Ak...uu... Aku.... Ak...uuu." Alysa tidak berhasil menyelesaikan panggilan yang terhubung dengan Rian.
"Apa Alysa, kamu gak jelas. kamu chat aku aja, aku sibuk Alysa." setelah mengucapkan itu, secara sepihak Rian mematikan panggilan.
Alysa semakin dibuat menangis oleh prilaku Rian. Sekalipun Rian tidak pernah ada waktu untuknya, setiap Alysa menelpon atau mengirim pesan berusaha untuk menghubunginya, setiap kali itu juga penolakan yang Alysa terima. Alysa harus apa?
Tika, satu nama yang bisa ia hubungi. Alysa menghapus air matanya cepat, jarinya bergerak cepat diatas layar smartphonenya.
"Hallo Tika."
"Kenapa Alysa, gue dikampus nih."
"Bisa ketemu ga? Sebentar aja, ada sesuatu yang pengen gue ceritain."
"Boleh. Lo ke kampus saja ya." Alysa sebenarnya berat sekali kalau harus mengunjungi kampus. Alysa takut bertemu temannya yang lama, Alysa belum siap dengan semua omongan orang lain setelah Alysa mengalami kebangkrutan dalam ekonomi keluarga.
Pandangan sebelah mata, pengucilan, omongan orang lain yang merendahkannya cukup bisa membuat Alysa sakit hati. Bagaimanapun juga, Alysa sebelum dalam kondisi sekarang, pernah menjadi bintang fakultas, serta bintang kampus. Apa jadinya komentar orang lain kalau melihat Alysa dalam kondisi seperti sekarang?
Alysa sudah cukup mendapat bullyan dari sosial media maya yang berkedok pembeli justru berkomentar negatif tentang dirinya. Bahkan sampai ada orang yang menyumpahinya miskin seumur hidup. Alysa sampai heran, kesalahan apa yang sudah ia perbuat, serta sesakit apa yang ditorehkan Alysa pada orang itu, hingga berani sekali mengucapkan hal itu.
"Alysa, ko lo diem si." panggil Tika.
Alysa mengerjap, mencoba kembali pada pembicaraan."Tik, boleh ga kalau kita ketemunya diluar kampus aja? Gue gak bisa kalau ke kampus."
"Boleh, tapi gue ga bisa lama gak apa-apa yah. Ketemu dimana?" tanya Tika.
"Kafe, samping kampus aja."
Alysa mengelus dada senang, setidaknya dalam kondisi terpuruknya hari ini, ia bisa bercerita pada Tika. Rian mungkin memang benar-benar sibuk, hari lain, Alysa akan mencoba menghubunginya dan menceritakan semua hal yang terjadi padanya.
Tanpa menunggu waktu yang lama, Alysa bisa bertemu dengan Tika. Sahabatnya itu, tampak senang melihat Alysa. Berbeda dengan Alysa, ia menghampiri Tika sambil berurai air mata.
"Sa, lo kenapa?" tanya Tika.
Alysa menggeleng cepat. "Gue dipecat Tika."
"Dipecat?" tanya Tika.
Alysa mengangguk. "Kita duduk dulu, lo tenang dulu ya."
Tika membawa Alysa pada meja, kemudian memberi Alysa minum yang berada diatas meja milik Alysa. Segera Alysa meminumnya, setelah itu bercerita.
"Tika, gue bingung banget sekarang, makanya gue hubungin lo, gue gak tahu harus cerita ke siapa lagi selain lo."
"Pelan-pelan ya, gue dengerin. Lo kenapa?"
"Tika, gue hari ini dipecat sama atasan gue. Bahkan, sebelum gue kenal sama atasan gue itu. Sumpah gue benci banget sama dia, gue benci sama mba Tia yang selalu bilang ibu, tapi sampe sekarang gue gak tahu siapa orang itu. Apalagi sekarang, setelah dia pecat gue secara mendadak." tutur Alysa.
"Ko bisa?" tanya Tika.
"Gue gak tau, katanya gue kerjanya kurang optimal. Ya ampun Tika, lo tau kan setiap gue live hebohnya gimana? Kalau soal pembeli dikit, kenapa ga nyalahin tim marketing sih, kenapa gue yang harus dipecat."
"Astaga, bisa-bisanya lo kena pecat Sa."
"Gue juga bingung. Gue harus kerja apa ya sekarang, gue butuh uang 300juta, Tika." ungkap Alysa yang membuat Tika membulatkan mata tidak percaya.
"Tiga ratus juta? Buat apa? Bokap lo sakit lagi?" tanya Tika serius.
Alysa menggeleng. "Bukan. Gue harus ganti sama orang. Jadi." Alysa menghembuskan nafasnya sebentar, kemudian menjelaskan semuanya pada Tika, termasuk pelanggan pertama dan terakhirnya sebagai perempuan panggilan adalah Dosennya sendiri.
"Hah? Yang bener? Jadi, selama ini Dosen kita, Pak Reyhan itu pelanggan lo." ucap Tika.
Alysa segera membekap mulut Tika. " Ga usah keras-keras." tegur Alysa.
"Sorry-sorry. Gue kaget beneran."
"Iya, dia pelanggan gue. Dan, malam itu kita ga lakuin apapun, dia kasih gue uang itu, sampai akhirnya bokap gue bisa operasi. Tapi, sekarang dia minta ganti." ucap Alysa.
"Pak Reyhan." panggil Tika, ketika melihat siapa yang datang dari arah pintu masuk kafe.