Menceritakan tentang Anis yang pindah rumah, Karena di tinggal kecelakaan oranf tuanya.Rumah tersebut milik tante Parmi yang ada di kampung. Banyak kejadian yang di alami Anis di rumah tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KERTAS PENA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cahaya Baru di Ujung Terowongan
Hari-hari setelah Anis kembali dari rumah tua itu dipenuhi dengan rasa lega dan ketenangan yang baru. Meski trauma dari pengalaman mengerikan itu tidak sepenuhnya hilang, ia merasa ada perubahan signifikan dalam hidupnya. Kesadaran bahwa ia telah membantu mengakhiri kegelapan yang mengikat Fina dan keluarganya memberikan Anis sebuah tujuan baru.
Namun, ada satu hal yang terus menghantuinya—apakah benar kegelapan itu telah pergi selamanya? Meskipun Pak Handoko meyakinkannya bahwa rumah itu kini dalam keadaan aman, Anis merasa ada yang belum sepenuhnya terpecahkan. Bagaimana dengan cermin dan kekuatan yang terkandung di dalamnya? Apakah masih ada jejak yang tertinggal dari bayangan kelam itu?
Satu malam, saat Anis terbaring di tempat tidur, pikirannya terus melayang kembali ke pengalaman di rumah tua itu. Sebuah suara di dalam dirinya menyuruhnya untuk kembali dan memastikan bahwa semua benar-benar telah berakhir. Dengan tekad itu, Anis memutuskan untuk kembali ke rumah tersebut—bukan hanya untuk memastikan, tetapi juga untuk mempelajari lebih lanjut tentang sejarah keluarga yang pernah menghuni rumah itu.
Keesokan harinya, Anis menghubungi Pak Handoko. Ia meminta izin untuk kembali ke rumah, kali ini dengan tujuan untuk menggali lebih dalam tentang asal-usul kegelapan yang pernah ada di sana. “Pak, saya ingin kembali. Saya merasa perlu memahami lebih banyak tentang sejarah keluarga ini dan apa yang sebenarnya terjadi di sini,” ucap Anis dengan tegas.
“Saya akan menunggu kedatangan Nona, saya juga merasa ada hal yang belum sepenuhnya jelas,” jawab Pak Handoko.
Setelah mempersiapkan diri, Anis berangkat kembali ke rumah tua. Begitu sampai, ia merasakan aura yang jauh lebih ringan dibandingkan sebelumnya. Walaupun rumah itu masih mengingat segala kesedihan yang pernah terjadi, kini terasa ada kehangatan yang mulai muncul. Anis disambut Pak Handoko di depan pintu dengan senyum hangat.
“Selamat datang kembali, Nona Anis. Saya merasa sangat senang Anda datang,” kata Pak Handoko. “Banyak hal sudah berubah. Mungkin kita bisa mulai dari perpustakaan di atas. Ada beberapa catatan dan buku tua yang mungkin bisa membantu kita.”
Mereka naik ke lantai atas dan memasuki perpustakaan. Ruangan itu dipenuhi dengan buku-buku kuno, debu, dan hening yang hampir membuat Anis merasa tercekik. Pak Handoko menunjukkan beberapa buku yang terlihat lebih baru dibanding yang lain. “Ini adalah buku catatan keluarga. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita pelajari dari sini,” ujar Pak Handoko sambil mengambil salah satu buku tebal.
Anis mengamati buku itu dengan penuh rasa ingin tahu. Halaman-halaman buku tersebut penuh dengan tulisan tangan yang rapi, menggambarkan sejarah keluarga itu sejak awal mereka tinggal di rumah tersebut. Anis membolak-balik halaman demi halaman, sampai ia menemukan bagian yang menarik perhatian—bagian tentang kegelapan dan kutukan yang menghinggapi keluarga.
“Ini dia,” Anis berbisik, saat menemukan catatan yang menjelaskan mengenai sebuah ritual kuno yang dilakukan oleh leluhur keluarga itu. “Mereka melakukan ritual ini untuk mengusir roh jahat yang mengganggu, tetapi ritual itu gagal, dan kegelapan itu justru menempel pada rumah ini.”
Pak Handoko mengernyit, membaca dengan seksama. “Jika mereka mencoba mengusir sesuatu, berarti ada alasan kuat mengapa itu ada di sini. Mungkin ada sesuatu yang lebih besar daripada kita yang perlu kita hadapi.”
Mereka melanjutkan membaca dan menemukan lebih banyak tentang Fina. Ternyata, ia bukan hanya menjadi korban, tetapi juga memiliki keterikatan yang mendalam dengan roh-roh yang pernah menghuni rumah tersebut. Fina dianggap sebagai penghubung antara dunia nyata dan dunia gaib, yang berarti ia terikat dengan takdir yang lebih besar dari sekadar kisahnya sendiri.
“Jadi, Fina sebenarnya adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar? Dan kekuatan yang dia miliki menarik perhatian roh-roh lain?” tanya Anis, merasa bingung namun terpesona.
“Saya rasa itu mungkin. Dan jika benar demikian, kita harus berhati-hati. Kegelapan yang kita hancurkan mungkin hanya bagian dari keseluruhan,” jawab Pak Handoko.
Anis merasakan ketegangan di dalam hatinya. Kegelapan yang pernah menguasai rumah itu mungkin telah hilang, tetapi dengan penemuan ini, ia merasa bahwa ada potensi untuk munculnya kekuatan lain. Mereka memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut tentang ritual tersebut dan mencari tahu cara untuk memastikan bahwa rumah itu aman.
Setelah berjam-jam meneliti, Anis dan Pak Handoko akhirnya menemukan deskripsi tentang ritual pembersihan yang lebih kuat. Ritual itu harus dilakukan di bawah cahaya bulan purnama, dengan mengumpulkan elemen-elemen tertentu dan membaca mantra tertentu yang dapat memecah kutukan yang masih tersisa.
“Malam ini adalah malam bulan purnama,” ujar Pak Handoko. “Kita harus segera bersiap-siap untuk melakukan ritual ini sebelum semuanya terlambat.”
Anis merasakan semangat membara di dalam dirinya. Ini adalah kesempatan mereka untuk benar-benar mengakhiri kegelapan di rumah itu. Mereka mulai mempersiapkan semua yang diperlukan, mengumpulkan ramuan dari berbagai tanaman di kebun, dan menyiapkan lilin serta alat-alat yang dibutuhkan untuk ritual.
Saat malam tiba, Anis dan Pak Handoko sudah siap di halaman depan rumah. Bulan purnama bersinar terang, menerangi semua sudut rumah yang sebelumnya gelap. Anis merasakan getaran aneh di udara, seolah ada energi yang mengalir di sekitar mereka.
“Siap, Nona?” tanya Pak Handoko sambil memegang lilin yang menyala.
“Siap, Pak. Mari kita lakukan ini,” jawab Anis dengan penuh keyakinan.
Mereka mulai mengucapkan mantra yang telah dipelajari dengan suara tegas. Anis merasakan getaran dari tanah di bawah kaki mereka saat mereka melangkah maju. Cahaya bulan menerangi mereka, menciptakan aura yang membuat kegelapan seolah melarikan diri. Namun, di saat yang sama, Anis merasakan kehadiran yang menakutkan. Suara gemuruh dan bisikan halus mulai terdengar, menggema di udara sekitar mereka.
Ketika mereka melanjutkan ritual, Anis merasakan perubahan yang drastis. Angin bertiup kencang, dan bayangan gelap muncul dari sudut-sudut rumah, seolah mencoba melawan cahaya yang mereka ciptakan. Namun, Anis berusaha tetap fokus, mengingat betapa pentingnya momen ini.
“Fina, kami melakukannya untukmu,” bisiknya dalam hati, merasa bahwa semangat Fina masih ada di sekitar mereka.
Di tengah ketegangan itu, cahaya lilin mulai berkedip, dan suasana semakin berat. Anis dan Pak Handoko tidak boleh menyerah. Mereka terus melanjutkan mantra dengan semangat yang tidak surut, suara mereka semakin kuat dan penuh keyakinan.
Akhirnya, saat mantra terakhir diucapkan, Anis merasakan sebuah ledakan energi yang membuat tanah bergetar. Dalam sekejap, bayangan-bayangan itu seolah terhisap kembali ke kegelapan dari mana mereka berasal, menghilang tanpa jejak. Suasana menjadi hening, dan Anis merasakan kelegaan luar biasa.
Ketika semuanya kembali tenang, Anis dan Pak Handoko saling menatap, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka berhasil!
“Ini dia, kita berhasil, Nona!” seru Pak Handoko, wajahnya penuh kegembiraan. “Rumah ini akhirnya bebas!”
Anis tersenyum, merasakan beban berat yang terangkat dari bahunya. “Saya rasa kini kita bisa mengakhiri semua ini,” ujarnya sambil memandang ke arah rumah tua yang kini tampak lebih bersinar di bawah cahaya bulan.
Namun, meskipun kebahagiaan mengisi hati Anis, ia menyadari bahwa pengalaman ini telah mengubah hidupnya selamanya. Kegelapan mungkin telah pergi, tetapi pelajaran yang didapat dari perjalanan ini akan selalu ada bersamanya. Dengan tekad baru, Anis bersiap untuk menulis bab selanjutnya dalam hidupnya—bab yang dipenuhi dengan cahaya dan harapan, bukan lagi bayangan kegelapan yang menakutkan.