Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari pertama
Keesokan harinya.
Erlangga sudah bersiap-siap pergi ke kantor. Ia mengenakan kemeja jas dan dasi yang sudah disiapkan oleh Bundanya.
"Pilihan Bunda memang keren."
Erlangga merapikan rambutnya. Ia pun segera keluar kamar. Dan meminta pendapat Omanya soal penampilannya.
"MasyaAllah cah bagus. Sudah rapi kok."
"Ini Bunda yang nyiapin, Oma."
"Bundamu itu memang the best ya. Ndak salah dulu kamu ngotot pingin ngelamar Bundamu untuk Padamu yang tipe robot Jepang itu."
"Ehem... siapa yang Mama bicarakan?" Bariton Pras terdengar agak berat.
Oma Widia dan Erlangga hanya bisa mengulum senyum. Karena sebenarnya mereka tahu kalau Pras mendengar ucapan mereka. Winda berjalan menyusul suaminya, membawakan tas kerjanya.
Lagi-lagi Erlangga meminta pendapat Bundanya soal penampilannya. Ia ingin melihat reaksi Papanya.
"Bunda, apa dasiku miring?"
"Coba Bunda lihat."
Bunda Winda mengeceknya.
"Sudah rapi, Bang." Ucapnya, seraya menepuk bahu putranya.
"Honey, coba lihat ini kerahku rapi tidak?"
Bunda Winda menoleh kepada suaminya tanpa menyentuhnya.
"Tidak kok, Pa. Sudah rapi ini."
"Hahaha.... Papa cuma pingin diperhatiin, Bun. Takut kalah sama Er."
"Dasar, awas kamu ya!"
Papa Pras menjawab telinga Erlangga.
"Aw aw... ampun Pa. Maafin Er."
"Pa... ya ampun, sama anak sendiri iri. Sudah sana berangkat. Sudah jam 9 ini."
"Ya sudah, Papa berangkat dulu."
Pras mengecup kening istrinya, Bunda Winda pun mencium punggung tangan suaminya. Erlangga pamit kepada Oma dan Bundanya. Kaki ini ia hanya mengecup kening Omanya, karena Bunda sedang ada pawangnya. Winda mengantarkan suami dan putranya ke depan.
"Do'ain lancar ya, Bun."
"Pasti, Bang."
Erlangga dan Papanya masuk ke dalam mobil. Kali ini Erlangga yang mengemudi mobil. Bunda, Winda melambaikan tangannya kepada mereka.
Di perjalanan, Erlangga banyak ngobrol dengan Papanya. Mereka membahas proyek dan saham perusahaan serta kendala yang dialami perusahaan mereka saat ini. Tidak terasa mereka sudah sampai di depan kantor.
Kabar kedatangan CEO baru yang merupakan putra dari pemilik perusahaan santer terdengar sejak beberapa hari yang lalu. Papa Pras sudah memerintahkan Pak Ruben untuk mengumpulkan mereka di aula. Karena hari ini ia akan memperkenalkan CEO yang baru. Sebelumnya CEO nya adalah Arjuna, adiknya. Sekarang Arjuna sudah memimpin perusahaan milik mertuanya.
Staf karyawan sudah berkumpul di aula. Mereka menunggu kedatangan pimpinannya.
"Harap tenang, Pak Pras akan memasuki ruangan." Ujar, Pak Ruben.
Desas desus pun terdengar saat Erlangga memasuki ruangan tersebut. Terutama dari para wanita. Tak sedikit dari mereka yang memuji ketampanan Erlangga serta senyumnya yang ramah.
"Tolong perhatiannya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. "
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
"Langsung saja. Perkenalkan ini Erlangga, putra saya. Dia yang akan menggantikan Pak Juna di perusahaan ini sebagai CEO. Saya harap kalian bisa bekerja sama dengannya."
Erlangga menangkup kan kedua tangannya di depan dada kepada mereka.
"Baik Pak."
"Cukup sekian, kalian bisa kembali ke tempat masing-masing. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
Erlangga dan Papanya meninggalkan aula dan naik ke atas menuju ruangannya. Ruangan mereka bersebelahan. Erlangga mulai sibuk menata meja kerjanya. Ia tersenyum saat melihat foto kecilnya terpajang di dalam ruangan tersebut.
"Pasti Bunda yang naruh. Keren juga ya kecilku. " Monolognya.
Erlangga pun membaca berkas-berkas yang harus ia pelajari. Sebelumnya, di Jerman Erlangga tidak hanya kuliah tapi juga magang di perusahaan Aldi sebagai arsitek. Jadi, ia sudah punya tabungan sendiri. Uang yang dikirim orang tuanya pun ia simpan.
Saat sedang mencocokkan data, Tiba-tiba telpon kantor berdering.
"Hallo... "
"Er, setelah shalat Dhuhur ikut Papa ke luar."
"Ke mana, Pa?"
"Bertemu klien. Kamu harus mulai action dan kenal banyak orang."
"Iya, Pa."
Erlangga membuka jam tangan dan jasnya, lalu menekuk kemejanya sampai siku. Kemudian ia keluar dari ruangannya dan pergi ke kamar mandi untuk berwudhu'.
Banyak mata yang diam-diam memperhatikannya. Terutama para staf perempuan. Ada tiga karyawan perempuan yang sedang membicarakannya.
"Ya Allah... Pak Erlangga ganteng banget ya."
"Hus, jangan keras-keras!"
"Lihat itu, sepertinya dia mau shalat. Udah ganteng, sholeh, kaya.... "
"Jangan berharap mendapatkannya!"
"Haha... bermimpi kan boleh, siapa tahu jadi nyata."
Erlangga pun pergi ke Musholla kantor. Ia shalat Dhuhur. Ternyata Papanya juga baru saja akan shalat dan menjadi imam. Selesai shalat, Erlangga dan Papa Pras berjalan bersama kembali ke ruangannya.
"10 menit lagi kita berangkat, Er. Sekalian makan siang."
"Oke, Pa."
Erlangga memakai jam tangannya kembali lalu merapikan pakaiannya dan memakai jasnya.
Akhirnya mereka pun berangkat ke salah satu restoran ternama di Surabaya. Perjalanan agak sedikit macet, sehingga mereka agak telat sampai di restoran.
Sesampainya di restoran, Erlangga memarkirkan mobil. Kemudian, mereka turun dan masuk ke dalam. Mereka langsung menuju ruang VIP. Di sana sudah ada beberapa orang. Dan yang Erlangga kaget, salah satu dari mereka adalah perempuan yang kemarin berpapasan dengannya di toko kue. Erlangga membuka kacamata hitamnya.
"Maaf Pak Dion dan yang lain, kami telat. Tadi sedikit macet."
"Tidak masalah Pak Pras. Cuma telat 10 menit."
Pras memperkenalkan Erlangga kepada mereka. Erlangga menjabat tangan merea. Kecuali kepada perempuan tadi ia hanya tersenyum dan menangkup kan kedua tangannya.
"MasyaAllah, Er tersenyum kepadaku." Batinnya.
Mereka mulai membahas rencana kerja sama. Mereka akan membangun sebuah pabrik bahan tekstil. Erlangga mendengarkan pembahasan mereka dan sekali-kali nimbrung.Qonita pun demikian. Erlangga tidak sadar jika dari tadi ada yang memperhatikannya.
Setelah beberapa menit kemudian, pembahasan mereka pun selesai. Makanan yang mereka pesan datang. Mereka makan sambil ngobrol santai.
"Erlangga ini punya banyak potensi lho, Pak Pras." Puji Pak Dion.
"Ya, dia memang selalu mau belajar hal baru."
Perlu diketahui bahwa Pak Dion merupakan Paman Qonita. Papa Qonita sudah meninggal sejak ia lulus SMA. Pak Dion sudah menganggap Qonita seperti anaknya sendiri, karena ia tidak memiliki anak perempuan. Dulu Papa Qonita yang bekerja sama dengan Pras.
"Qonita, kamu harus banyak belajar kepada Erlangga."
"Iya, Om."
"Erlangga, Qonita ini masih mau menyelesaikan S1 nya. Sekarang dia sedang melakukan penelitian untuk skripsinya. Boleh lah kamu bantu dia."
"Dengan senang hati, Om." Jawab Erlangga, enteng. Karena memang sebaik itu Erlangga.
Tentu saja hal tersebut membuat Qonita senang dan menaruh harapan yang selama ini ia pendam.
"Pak Pras selain tampan, putramu ini sangat humble rupanya."
"Jangan dipuji terus, Pak Dion. Dia ini gampang terlena haha... "
Erlangga hanya menyunggingkan senyum menanggapi ucapan sang Papa.
Pov Qonita:
Aku akan semakin dekat dengannya. Apa ini jawaban dari do'aku? Bahkan selama ini aku selalu menjaga hati untuknya. Belajar agama untuk bisa menyeimbanginya.
Bersambung...
...****************...
Maaf belum bisa maksimal kak, karena author ada tugas negara 😂
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka