NovelToon NovelToon
Cinta Rasa Kopi Susu

Cinta Rasa Kopi Susu

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Zylan Rahrezi

Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghadapi Tantangan Bersama

Bab 33: Menghadapi Tantangan Bersama

Setelah malam penuh diskusi dan perencanaan, Rania dan Bintang memulai hari-hari baru dengan semangat yang lebih besar. Mereka menghadapi tantangan finansial dan logistik yang muncul dalam proyek seni mereka dengan hati yang mantap. Tak ada yang mudah, tapi mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tak ada hal yang tak bisa diatasi.

"Kita harus berpikir lebih kreatif," kata Rania suatu pagi, saat mereka memutuskan untuk mengejar sponsor baru. "Mungkin kita bisa mencoba pendekatan yang lebih personal. Alih-alih hanya menawarkan proyek, kita juga harus menunjukkan nilai dan dampak yang bisa kita buat."

Bintang menatapnya dengan penuh keyakinan. "Lo benar. Kita punya cerita yang kuat, Ran. Gue yakin orang-orang akan tertarik jika mereka tahu perjuangan dan visi kita."

Dengan semangat baru, mereka mulai menghubungi lebih banyak orang. Beberapa sponsor baru mulai menunjukkan minat, dan ada satu investor yang tertarik untuk bergabung lebih dalam, bahkan menawarkan bantuan untuk mengembangkan proyek mereka lebih besar lagi.

Namun, meski ada kemajuan, perasaan Rania masih terganggu dengan satu hal. Ia merasa semakin dekat dengan Bintang, namun terkadang keraguan datang begitu saja. Ia takut jika perasaan mereka semakin dalam, akan ada risiko yang harus dihadapi.

---

Malam Itu di Taman Kota

Rania dan Bintang duduk di bangku taman yang sama seperti beberapa bulan lalu, tempat di mana mereka sering berbicara tentang banyak hal. Malam itu, bintang-bintang bersinar terang, seolah-olah memberi kedamaian bagi hati Rania yang sedang bimbang.

"Lo kenapa, Ran? Gue bisa lihat lo lagi mikirin sesuatu," tanya Bintang, menyadari ekspresi Rania yang serius.

Rania menarik napas panjang, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Bintang, kita udah melalui banyak hal bersama. Gue merasa kita makin dekat, tapi... gue nggak bisa bohong kalau ada rasa takut dalam diri gue."

Bintang menatapnya penuh pengertian. "Takut? Takut apa, Ran?"

"Takut kehilangan apa yang kita punya sekarang. Gue nggak mau kalau ini berakhir dengan cara yang buruk."

Bintang tersenyum lembut, mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Rania. "Gue ngerti rasa takut lo, Ran. Tapi gue percaya kita bisa menjalani ini dengan cara yang sehat. Kita nggak perlu buru-buru. Kita punya waktu."

Rania menatap Bintang, merasakan ketenangan dalam hatinya. "Lo benar. Kita nggak perlu terburu-buru."

---

Beberapa Minggu Kemudian

Proyek seni mereka mulai mendapatkan perhatian yang lebih besar. Pameran yang mereka rencanakan akhirnya diluncurkan dengan sukses. Banyak orang datang, tidak hanya untuk melihat karya seni, tetapi juga untuk merasakan pengalaman yang ditawarkan oleh acara tersebut. Bintang tampil dengan penampilan musik yang memukau, sementara Rania mengatur setiap detail dengan sempurna, memastikan bahwa visi mereka tercapai.

Namun, di balik kesuksesan itu, ada satu hal yang masih mengganggu Rania. Ia mulai merasa bahwa ada lebih banyak yang harus ia berikan untuk dirinya sendiri. Ia mulai mempertanyakan apakah jalannya ini benar-benar sesuai dengan apa yang ia inginkan, atau apakah ada sesuatu yang lebih besar yang menunggunya di luar sana.

Suatu hari, Rania bertemu dengan Tara di kantor setelah pameran besar itu selesai. Tara melihat ekspresi Rania yang gelisah.

"Lo nggak kelihatan senang, Ran. Padahal, kita baru saja berhasil besar. Apa yang lo pikirin?"

Rania menghela napas. "Gue merasa ada yang kurang, Tar. Aku bahagia dengan apa yang kita capai, tapi aku merasa seperti ada sesuatu yang lebih yang harus aku temukan. Aku nggak tahu apa itu, tapi aku merasa terjebak di zona nyaman."

Tara mengangguk. "Ran, lo emang orang yang selalu bergerak maju. Coba deh dengerin hati lo, cari tahu apa yang sebenernya lo mau. Kadang, kita nggak bisa terus menunggu jawaban datang. Lo harus berani ambil langkah."

Rania merenung sejenak. Tara benar. Ia telah mencapainya banyak hal, namun sepertinya ia perlu mengejar sesuatu yang lebih, mungkin sebuah perjalanan baru atau tantangan yang lebih besar.

---

Pagi yang Penuh Pertanyaan

Rania berjalan sendirian di jalanan kota, merenung tentang arah hidupnya. Setiap langkah terasa lebih berat dari biasanya, karena ia tahu bahwa keputusan besar sedang menunggu di depan. Apakah ia akan tetap tinggal di tempat yang ia kenal, atau ia harus berani untuk melangkah keluar dari zona nyaman?

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Pesan dari Bintang masuk:

"Ran, gue mau ngobrol. Ada yang perlu gue katakan."

Rania membaca pesan itu, lalu membalas:

"Aku juga. Kita ketemu, ya?"

---

Di Kafe yang Sama

Bintang sudah menunggu ketika Rania tiba. Mereka duduk berhadap-hadapan, masing-masing terlihat serius.

"Lo ngomong duluan, Ran," kata Bintang, memberi kesempatan bagi Rania untuk berbicara lebih dulu.

Rania menatap Bintang dengan tegas. "Bintang, aku merasa kita perlu jujur sama diri kita sendiri. Aku merasa kita berdua sudah menemukan kenyamanan, tapi aku merasa seperti ada yang hilang dalam hidupku. Aku takut jika aku terus seperti ini, aku akan kehilangan bagian diriku yang lebih besar."

Bintang mengangguk dengan bijaksana. "Gue ngerti, Ran. Lo ngerasa kayak lo nggak bisa terus berkomitmen sepenuhnya karena lo nggak tahu ke mana arah hidup lo."

Rania mengangguk, merasa lega bisa jujur. "Aku cuma nggak mau ngulang kesalahan. Aku nggak mau terjebak dalam hubungan yang nggak berkembang."

Bintang menatapnya dalam-dalam. "Gue juga nggak mau lo merasa tertekan. Lo punya hak untuk menemukan apa yang lo cari. Kita bisa jadi lebih baik dengan saling memberi ruang, Ran."

Rania merasa terharu dengan pengertian Bintang. "Makasih, Bintang. Gue tahu ini nggak mudah, tapi gue nggak mau kita jadi saling menyakiti."

"Lo nggak nyakitin gue, Ran. Ini keputusan yang kita ambil bersama."

Mereka duduk bersama dalam keheningan, menyadari bahwa terkadang, meskipun cinta ada, terkadang keputusan untuk memberi ruang adalah yang terbaik.

---

To be continued...

Rania dan Bintang mulai memahami bahwa meskipun cinta itu indah, setiap individu juga perlu menemukan jalannya sendiri. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah mereka berdua menemukan jalan yang lebih baik untuk masa depan mereka, atau apakah ada kejutan lain yang akan datang dalam hidup mereka?

1
Zycee
Makasih
anggita
oke lah👌👍
Delita bae: semangat buat up nya🙏✌
total 1 replies
anggita
oke👌thor.. terus berkarya tulis. semoga novelnya sukses. salam buat mbak Rania barista kopi😊.
anggita
jadi ingat, klo ga salah dulu ada film judulnya Filosofi Kopi🤔
anggita
like+iklan 👍☝
anggita
Bintang⭐💻📝... Rania☕🍵
Fitria Mila astuti
bagus bahasa nya dan alur ceritanya...ringan tapi menarik. 👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!