Anna diperkosa Dean Monteiro yang menginap di hotel karena mabuk. Anna ancam akan penjarakan Dean. Orang tua Dean memohon agar putranya diberi kesempatan untuk bertanggung jawab. Akhirnya Anna bersedia menikah dengan Dean, tapi Dean berniat ceraikan Anna demi menikahi kekasihnya, Veronica.
Anna terlanjur hamil. Perceraian ditunda hingga Anna melahirkan. Anna yang tidak rela Dean menikah dengan Veronica memutuskan untuk pergi. Merelakan bayinya diasuh oleh Dean karena Anna tidak sanggup membiayai hidup bayinya.
Veronica, menolak mengurus bayi itu. Dean menawarkan Anna pekerjaan sebagai pengasuh bayi sekaligus pembantu. Anna akhirnya menerima tawaran itu dengan bayaran yang tinggi.
Dean pun menikahi Veronica. Benih cinta yang tumbuh di hati Anna membuat Anna harus merasakan derita cinta sepihak. Anna tak sanggup lagi dan memutuskan pergi membawa anaknya setelah mendapat cukup uang. Dean kembali halangi Anna. Kali ini demi Dean yang kini tidak sanggup kehilangan Anna dan putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 ~ Tak Akan Mengalah ~
Dean diminta mengantar Anna pulang ke rumah tapi di tengah jalan rencana itu berubah. Ponsel Dean berdering dan perintah dari seberang sana harus segera dilaksanakan. Dean menyuruh Anna turun di jalan. Tak peduli apakah gadis itu tidak siap ditinggal di pinggir jalan. Dean melesat meninggalkan gadis itu untuk menemui Veronica.
Anna terdiam menatap mobil mewah itu yang melaju dengan cepat. Menjauh dan semakin menjauh. Masih berharap tiba-tiba Dean berpikir sehat lalu kembali untuk menjemputnya.
Namun, ternyata itu hanyalah khayalan muluk. Sebentar saja, mobil itu sudah tidak terlihat lagi. Tinggallah Anna dengan mata yang berkaca-kaca. Berharap sikap Dean akan berubah hanyalah khayalan yang sia-sia.
Anna sadar, sedikitpun dirinya tidak ada harga di mata Dean. Pria yang hanya peduli pada urusannya sendiri dan urusan kekasihnya. Pria seperti itulah yang akan menjadi suaminya kelak.
Tega sekali kamu. Aku tidak akan berharap lagi padamu. Aku juga tidak akan mengalah lagi sama kamu, batin Anna sambil menatap nanar di mana mobil Dean melesat semakin menjauh dan akhirnya menghilang.
Mau tak mau Anna memulai langkahnya. Dean meninggalkannya tanpa uang sepeserpun. Dean bahkan tidak peduli penjelasan Anna yang mengatakan dirinya tidak membawa dompet karena dijemput mendadak oleh sopir keluarga Monteiro.
Semua hal dianggap enteng oleh Dean. Semua dianggap bisa diatasi. Ya tentu saja. Bagi pria kelas atas seperti Dean, tersesat di benua Antartika sekalipun bantuan akan segera datang untuk menjemputnya.
Tega sekali kamu, batin Anna.
Melangkah dengan sesekali menoleh ke arah belakang. Berharap keajaiban muncul. Di jalan raya yang tidak dilewati transportasi umum itu, Anna berharap mendapatkan bantuan.
Namun, mustahil. Mobil-mobil mewah berlalu lalang. Di tengah kesibukan jalanan di kota besar, tidak ada satupun yang peduli pada Anna. Dan mungkin hanya dirinya saja yang berjalan kaki di jalan besar itu.
Hasilnya gadis itu harus pulang dengan berjalan kaki. Tidak ada transportasi yang melintas di tempat itu. Tidak ada ponsel untuk memesan transportasi online atau uang untuk membayar transportasi umum. Anna hanya bisa berjalan kaki dengan sesekali berisitirahat lalu menangis.
Tak ada yang peduli pada gadis yang sesekali berhenti untuk menyeka wajahnya yang tersiram air mata. Tak hanya itu, hujan deras yang tiba-tiba tercurah membasahi bumi menemani langkah kaki gadis itu.
Anna mencoba berteduh sebisanya. Namun, perjalanan itu akan semakin menghabiskan waktu. Dengan tubuh yang gemetar dan kaki yang sangat letih. Anna memasuki pekarangan rumahnya saat hari telah gelap.
Baru saja memasuki pekarangan, pintu rumah sederhana itu terbuka. Pak Achryan muncul dengan membawa payung. Tak ada gunanya karena Anna telah terlanjur basah kuyup.
Namun, bapak yang begitu menyayangi putrinya itu tak peduli. Meski hanya tinggal beberapa langkah lagi. Pak Achryan tetap menyongsong Anna dan memayungkan gadis itu.
“Dari mana saja kamu, Nak? Kenapa pulangnya telat sekali. Ayah dan ibu cemas menunggumu,” ucap Pak Achryan.
“Maafin Anna, Pak.” Hanya itu yang diucapkan Anna lalu tertunduk.
“Kamu nggak apa-apa, kan? Apa yang terjadi padamu?” tanya Pak Achryan.
Di depan pintu berdiri Bu Rahayu dengan raut wajah cemas. “Bawa cepat masuk, Pak. Dingin di luar, Pak! Banyak angin!” seru Bu Rahayu mengingatkan suaminya agar tidak bertanya macam-macam dulu.
Anna mendadak bersin. Melihat itu Pak Achryan segera mengajak Anna masuk ke rumah. Bu Rahayu menyambut putrinya itu dengan sehelai handuk. Anna segera masuk ke kamar mandi. Pak Achryan dan Bu Rahayu saling memandang dengan raut wajah cemas dan bertanya-tanya.
“Ada apa ya, Pak? Apa yang terjadi dengan anak kita. Aku takut Pak. Untuk bertanya saja aku takut, Pak,” ucap Bu Rahayu sambil meneteskan air mata.
“Entahlah Bu. Bapak harap nggak terjadi apa-apa,” ucap Pak Achryan berusaha menenangkan hati istrinya.
“Tapi kenapa pulang seperti ini, Pak? Apa yang terjadi padanya di jalan?” tanya Bu Rahayu tidak puas dengan jawaban suaminya.
Pak Achryan hanya bisa menggelengkan kepala. Kedua orang tua itu menunggu Anna dengan cemas. Mereka butuh penjelasan.
Namun, sekian lama menunggu, Anna tak kunjung keluar kamar. Bu Rahayu yang tak sabar lagi langsung masuk ke kamar putrinya. Melihat Anna yang telah bergelung di dalam selimut.
Segera Bu Rahayu menempel telapak tangannya di kening Anna. Dengan cemas menatap wajah putrinya yang terlihat pucat itu. Anna hanya memejamkan matanya dengan sesekali terlihat menggigil.
“Anna demam, Pak,” ucap Bu Rahayu melapor pada suaminya.
“Ya, suruh dia makan malam dan minum obat setelah itu biarkan dia tidur, Bu,” ucap Pak Achryan.
“Tapi aku kasihan, Pak. Anna udah tidur,” ucap Bu Rahayu.
“Demi dia kesehatannya sendiri Bu, kalau nggak makan dan minum obat nanti makin sakit. Dia nggak akan bisa tidur nyenyak juga,” jelas Pak Achryan.
“Baiklah Pak, aku siapkan makan dan obatnya dulu,” ucap Bu Rahayu.
“Ya Bu,” ucap Pak Achryan.
Apa yang terjadi dengan Anna. Kenapa bisa seperti ini? Tidak biasanya dia pulang terlambat, batin Pak Achryan termenung menatap pintu kamar putrinya.
Setelah mengurus Anna, Bu Rahayu duduk di samping Pak Achryan yang menunggu di ruang tengah. Berkali-kali Bu Rahayu menghela dan menghembuskan nafas. Pak Achryan merasa terusik dengan tingkah laku istrinya itu.
“Ada apa Bu? Kenapa bernapas seperti itu?" tanya Pak Achryan.
"Entahlah, Pak," jawab Bu Rahayu singkat.
"Apa dia sudah tidur?” tanya Pak Achryan.
“Sudah Pak, makannya cuma sedikit tapi sudah minum obat turun panas,” jawab Bu Rahayu.
“Apa dia cerita sesuatu?” tanya Pak Achryan.
“Aku bertanya tapi dia menggelengkan kepala. Aku rasa terjadi sesuatu Pak, dia seperti ragu-ragu ingin bicara,” ucap Bu Rahayu dengan air mata yang mengalir.
Hatinya cemas. Ingin tahu apa yang terjadi tapi tidak mendapatkan penjelasan sedikitpun. Semakin cemas dengan segala pikiran buruk yang terlintas dibenaknya.
“Jika sudah mendingan, kita tanyakan Bu. Sekarang biarkan dia istirahat,” ucap Pak Achryan lalu tertunduk.
Bu Rahayu mengangguk. Keduanya termenung. Ingin tahu apa yang terjadi pada putri mereka tapi juga merasa takut mendengar kenyataan yang tidak diinginkan. Pak Achryan memutuskan agar besok Anna tidak usah masuk kerja. Pak Achryan sendiri yang akan menyampaikan permintaan izin sakit langsung ke atasan Anna.
“Ya Pak, biar Anna benar-benar pulih dulu. Pekerjaan Anna benar-benar menuntut ketahanan fisik. Jika belum pulih bisa-bisa dia jatuh sakit lagi,” ucap Bu Rahayu.
“Ya Bu, besok aku akan ke hotel,” ucap Pak Achryan.
Pak Achryan yang memang seorang yang berpikiran lurus. Seorang yang disiplin. Merasa tidak enak hati jika putrinya tidak masuk kerja tanpa memberi kabar. Berhubung mereka tidak memiliki ponsel untuk berkomunikasi, Pak Achryan terpaksa datang langsung ke hotel.
...🍀🍀🍀 ~ Bersambung ~ 🍀🍀🍀...