seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Pertempuran Terakhir
Quenn merasa adrenalin mengalir deras dalam tubuhnya saat alarm itu menggema di seluruh markas. Di detik berikutnya, tembakan mulai terdengar, menggema di lorong-lorong gelap. Pasukan Marco sudah mengetahui keberadaan mereka, dan mereka tak punya banyak waktu lagi. Semua rencana yang telah mereka susun dengan cermat kini terancam hancur dalam sekejap.
"Jangan berhenti! Fokus!" teriak Quenn, suaranya memecah kekacauan yang melanda. Dia berlari memimpin timnya, tubuhnya bergerak cepat melalui lorong yang sempit dan gelap. Di belakangnya, Vincent, Rina, Erik, dan beberapa anggota lainnya mengikuti dengan sigap, bergerak bersama seperti bayangan, berusaha menghindari kontak langsung dengan musuh.
Tembakan-tembakan semakin intens, dan Quenn bisa merasakan ketegangan yang memuncak. Setiap detik terasa semakin panjang, seolah dunia mengelilingi mereka dalam gerakan yang lambat. Mereka harus cepat, mereka harus berhasil, atau semuanya akan berakhir dengan kekalahan.
“Tunggu!” teriak Vincent dari belakang. "Ada beberapa pasukan di depan! Mereka sedang menunggu di titik penghalang!"
Quenn menghentikan langkahnya sejenak, merasakan ketegangan yang merayap di sepanjang tulang belakangnya. Dia menatap sekeliling, kemudian melirik ke Erik yang berdiri di sampingnya.
"Erik, pastikan pintu itu terbuka. Rina, kamu siap dengan peledak?" tanyanya dengan nada tegas.
Rina mengangguk tanpa berkata-kata, segera menyelipkan bahan peledak di sekitar pintu yang tertutup rapat di depan mereka. Sementara itu, Quenn dan Vincent bergerak ke sisi lain, menyusun strategi untuk menyerang musuh yang tengah menunggu mereka.
Ketegangan memuncak. Quenn tahu bahwa setiap keputusan yang mereka ambil sekarang bisa mengubah jalannya misi. Semua yang mereka lakukan harus sempurna.
Tiba-tiba, ledakan keras mengguncang lorong, diikuti oleh asap tebal yang mengisi ruang di sekitar mereka. Pintu besar yang menghalangi jalan mereka hancur seketika, membuka jalan menuju ruang utama markas. Pasukan Marco yang semula menunggu di balik pintu terkejut, tetapi tak lama kemudian, mereka kembali mengarahkan senjata ke arah tim Quenn.
“Serang!” teriak Quenn dengan penuh semangat, menembakkan senjata ke arah musuh yang mencoba bergerak ke posisi mereka. Ledakan dan tembakan bergema di seluruh ruangan, dan Quenn merasakan tubuhnya berguncang setiap kali peluru melesat dekat.
Vincent bergerak cepat, melompat ke belakang sebuah meja besar untuk berlindung, sementara Rina dan Erik menutup posisi mereka dengan tembakan balasan yang akurat. Keadaan menjadi sangat kacau, namun Quenn tetap fokus pada tujuannya—mereka harus sampai ke ruang kendali utama.
Mereka bergerak maju, menyusuri ruang yang sempit dan penuh rintangan. Setiap langkah terasa seperti bertaruh nyawa. Mereka sudah tahu bahwa Marco tidak akan membiarkan mereka berjalan begitu saja. Setiap sudut tempat ini bisa jadi dipenuhi dengan bahaya yang tersembunyi.
Akhirnya, mereka tiba di ruang kendali utama. Di depan mereka, layar besar menampilkan peta jaringan pasukan Marco yang tersebar di seluruh area. Quenn menatap layar itu sejenak, lalu memerintahkan timnya untuk segera mencari pusat data.
“Tunggu!” teriak Vincent, matanya tertuju pada layar. “Ini aneh. Mereka sedang mengalihkan pasukan mereka ke arah kita!”
Quenn terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya, tetapi dia sudah bisa merasakan ada yang tidak beres.
“Ini jebakan,” kata Vincent dengan tajam. “Kita terlalu lama di sini. Marco tahu kita akan datang ke sini, dan dia sudah mengerahkan semua pasukannya untuk menyerang balik.”
Quenn menatap dengan cemas ke arah pintu yang terbuka, mendengar langkah-langkah berat yang semakin mendekat. Musuh semakin banyak. Mereka dikepung.
“Waktunya habis!” seru Erik, suara ketegangan terdengar jelas di nada bicaranya. "Kita harus keluar dari sini!"
Tapi Quenn tahu bahwa mereka tidak bisa mundur. Mereka tidak bisa meninggalkan misi ini setengah jalan. Dia memandang layar peta dan melihat titik-titik merah yang semakin mendekat. Ini adalah kesempatan terakhir mereka. Jika mereka tidak menghancurkan pusat kendali ini, maka Marco akan mengalahkan mereka, dan seluruh operasi mereka akan sia-sia.
“Rina! Temukan data utama itu!” teriak Quenn.
Rina segera bergerak menuju konsol utama, mengetik dengan cepat, mencoba mengakses database yang terkunci rapat. Tembakan terus terdengar di sekeliling mereka, semakin mendekat, sementara pasukan Marco mulai mengelilingi ruang kendali.
Quenn menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk apa yang akan datang. Dia tidak bisa mundur, tidak sekarang. Dia memimpin timnya, bahkan saat keringat dingin mulai menetes di dahinya. Segalanya berada di ujung tanduk.
“Aku sudah hampir selesai!” teriak Rina dengan napas terengah-engah, tangannya terus bergerak cepat di atas keyboard.
Ledakan berikutnya mengguncang seluruh markas. Pintu utama ruang kendali terbuka lebar, dan pasukan Marco menyerbu masuk. Quenn tidak punya pilihan lain. “Jaga Rina! Aku akan menahan mereka!” serunya.
Vincent dan Erik mengangguk dengan tegas, segera bergerak untuk melindungi Rina yang tengah berusaha mengakses data yang mereka butuhkan. Quenn maju ke depan, senjata di tangan, siap menghadapi pasukan yang mendekat.
Tembakan saling bersahutan. Quenn bergerak lincah, menghindari peluru yang melesat ke arahnya, dan membalas dengan tembakan tepat sasaran. Setiap gerakan terasa terhitung, setiap napas terasa berat. Dia tahu bahwa ini adalah pertempuran terakhir—mereka hanya punya satu kesempatan untuk menang.
Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Rina mengangkat wajahnya dan tersenyum lemah. "Aku sudah dapat. Data-nya ada!"
Quenn merasa sedikit lega, namun perasaan itu hanya bertahan sejenak. Pasukan Marco masih datang, semakin banyak dan semakin brutal. Mereka belum aman. “Kita keluar sekarang!” teriak Quenn, berlari ke arah pintu yang terbuka lebar.
Dengan data yang mereka peroleh, tim Quenn bergerak cepat, melintasi lorong yang dipenuhi asap dan kebingungan. Mereka tahu, meskipun pertempuran ini belum selesai, mereka sudah mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk menghancurkan Marco. Tetapi jalan keluar masih jauh, dan bahaya yang mengintai belum berakhir.