EKSKLUSIF HANYA DI NOVELTOON.
Jika menemukan cerita ini di tempat lain, tolong laporkan🔥
Hari ulang tahunnya dan juga saudari kembarnya yang seharusnya menjadi hari bahagia mereka, justru berakhir duka. Berliana mengalami kecelakaan. Dan sebelum meninggal dunia, Berliana memberikan wasiat agar sang suami, Dion Ananta, menikahi kembarannya yakni Binar. Demi kedua buah hati mereka yang belum genap berumur satu tahun yakni Devina dan Disya.
Binar Mentari Mahendra terpaksa menikah dengan kakak iparnya demi kedua keponakannya yang sangat membutuhkan figur seorang ibu. Pernikahan yang membawa nestapa baginya karena hanya dianggap sebatas istri bayangan oleh suaminya.
Padahal di luar sana ada lelaki yang begitu mencintai Binar walaupun usianya lebih muda dua tahun darinya yakni Langit Gemintang Laksono. Satu-satunya orang yang mengetahui rahasia penyakit Binar.
Simak kisah mereka yang penuh intrik di dalamnya💋
Update Chapter : Setiap hari.
🍁Merupakan bagian dari Novel Bening☘️ONE YEAR
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Sama-Sama Sakit
Lelah karena terus bersedih dan menangisi calon jabang bayinya yang telah pergi, Binar pun tertidur pulas. Sampai-sampai orang yang melihat sejak tadi dari celah pintu kamarnya pun beranjak masuk dan tak diketahuinya.
Cup...
Sebuah kecupan lembut mendarat di kening Binar.
"Cepat sehat kembali sayang. Maaf," ucapnya lirih lalu pergi. Ia menutup kembali pintu kamar Binar dengan sempurna.
"Maaf, aku terlambat tahu Binar sakit. Apalagi sekarang keguguran calon buah hati dan Binar enggak menyadari kalau dia lagi hamil. Seperti itu yang aku dengar dari dokter yang merawatnya."
"Bukan salahmu juga. Kan kamu juga baru pindah ke rumah sakit ini,"
"Binar masih bisa disembuhkan kok, menurut penuturan suster pribadi dokter Meta. Segera cari donor untuknya sebelum terlambat. Kita juga tidak bisa menyepelekan penyakitnya. Karena jika terlambat penanganan lebih lanjut maka bisa masuk level kronis dan cukup sulit nantinya. Walaupun kemungkinan sembuh tetaplah ada,"
"Iya aku tahu. Dan aku juga sudah periksa. Walaupun darah yang sama, ternyata aku tidak bisa menjadi pendonornya. Jika nyawaku harus dikorbankan, pasti aku lakukan tanpa berpikir dua kali. Ya Tuhan ampunilah dosaku," ucapnya dengan helaan napas berat seraya memijat pelipisnya. Tiba-tiba pusing menderanya mengenai kelanjutan kesehatan Binar.
☘️☘️
Kediaman Dion, Bandung.
Sejak pagi Disya mendadak demam. Padahal semalam saat bersama ibu sambungnya tersebut sebelum Binar berangkat ke rumah sakit untuk operasi, Disya dalam kondisi sehat-sehat saja.
Seakan Disya satu koneksi dengan Binar. Walaupun Binar bukanlah ibu kandung Disya. Binar jatuh sakit dan sedang terbaring lemah di ranjang pasien rumah sakit maka di rumah, Disya pun juga mendadak jatuh sakit.
Bik Ima sejak pagi cukup dibuat repot karena rengekan Disya sekaligus menyiapkan dan mengantar Devina ke sekolah. Bik Ima berusaha menghubungi ponsel Binar. Namun hanya mesin penjawab yang terdengar bahwa nomor istri majikannya tersebut sedang tidak aktif.
Lalu ia mencoba menghubungi Dion, hasilnya juga sama nomor sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Namun keberuntungan sedang berpihak padanya.
Pagi-pagi sekali Reni sengaja datang ke rumah Dion sebelum pergi ke kampus. Ia mengantar kue bolu sekaligus membawa beberapa berkas untuk ditanda tangani Dion. Reni tahu jika Dion belum pulang ke rumah karena masih berada di luar kota untuk urusan bisnis.
Bik Ima sudah mengenal Reni sebagai asisten majikannya di kampus. Kebetulan beberapa waktu lalu, Dion pernah memperkenalkan Reni padanya sewaktu wanita ini datang ke rumah untuk mengantarkan berkas.
"Loh, Binar ke mana Bik?" tanya Reni sewaktu datang ke rumah Dion. Ia terkejut melihat kepanikan di wajah Bik Ima.
"Ibu belum pulang, Mbak Reni. Semalam, Ibu pamitan ada operasi cuma beberapa jam saja. Tapi sampai pagi ini juga belum pulang. Ponsel Ibu dan Bapak dua-duanya enggak aktif. Saya jadi bingung, Mbak. Mana Non Disya mendadak sakit," tutur Bik Ima dengan raut wajah yang sangat kentara cemas.
"Ya sudah jangan panik. Bibik antar Devina berangkat sekolah dulu. Sekalian bilang ke gurunya kalau Disya lagi sakit jadi gak bisa masuk sekolah hari ini. Disya biar di rumah sama saya. Tolong siapin buat kompresan biar demamnya cepat turun," ucap Reni dengan sigap.
"Iya, Mbak Reni."
"Oh ya Bik, tunggu."
"Iya, Mbak." Bik Ima pun berhenti melangkah dan menoleh kembali. Sebab Reni memanggilnya.
"Disya sudah sarapan belum?" tanya Reni.
"Belum, Mbak. Sejak tadi Non Disya nangis terus nanyain Maminya kok belum pulang. Bahkan diajak Non Devina sarapan bersama juga enggak mau. Katanya mau makan kalau disuapin sama Maminya saja. Enggak mau sama yang lain," jawab Bik Ima.
"Huft!! Ya sudah, Bik Ima siapin saja yang saya minta tadi sama sekalian sarapan Disya dibawa ke kamar. Coba nanti saya bujuk Disya buat sarapan," ucap Reni.
"Makasih banyak, Mbak Reni. Saya enggak tahu gimana jadinya kalau Mbak gak datang pagi ini ke sini," ucap Bik Ima.
"Sama-sama Bik," ucap Reni.
Bik Ima pun pergi ke belakang menyiapkan kompresan dan sarapan Disya. Tak lama ia kembali ke kamar si kembar dan memberikannya pada Reni. Lalu Bik Ima pun berpamitan untuk mengantar Devina berangkat sekolah.
☘️☘️
Sejak tadi Reni berusaha membujuk Disya untuk sarapan dan dikompres. Namun bocah gemoy nan menggemaskan yang tengah demam itu, tetap tak mau. Bahkan lap kompres dan air kompresan yang ada di dalam wadah, dibuang oleh Disya hingga lantai kamarnya basah.
BYURR...
Wadah air kompresan yang terbuat dari bahan plastik itu pun jatuh ke lantai kamar si kembar. Lantai kamar si kembar pun akhirnya basah.
"Astaga, Disya!" pekik Reni yang terkejut melihat ulah Disya yang semakin menjadi.
"Huhu...pelgii !! Aku cuma mau Mami yang lawaat aku. Titik!!" bentak Disya mengusir secara paksa pada Reni sambil menangis sesenggukan.
Tiba-tiba...
BRAKK !!
Pintu kamar si kembar dibuka secara kasar oleh seseorang yang baru saja pulang dari luar kota yakni si pemilik rumah. Ya, Dion sudah pulang dari luar kota. Namun saat masuk ke dalam rumah, ia mendengar suara benda jatuh yang sepertinya dari kamar si kembar.
Alhasil ia bergegas lari dan masuk ke kamar anak-anaknya untuk memastikan sesuatu. Sebab yang ia tahu, jam sekarang harusnya kedua putrinya itu sudah berada di sekolah.
"Ada apa ini?" tanya Dion dengan raut wajah yang kebingungan melihat putrinya, Disya, bersama Reni di dalam kamar.
Disya dalam posisi bersandar pada headboard ranjang dengan wajah sembab dan pucat. Sangat terlihat bahwa putrinya itu pasti habis menangis dan dalam kondisi tak baik-baik saja. Reni pun terkejut melihat kedatangan Dion. Seketika...
Bersambung...
🍁🍁🍁
Bantu LIKE💋