"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pertanyaan yang harus di hindari!
Vallerio membawa mobilnya menuju rumah. dalam perjalanan dia terus memikirkan kecupan singkat yang di berikan Aurora tadi. Tidak hentinya jantung pria itu berdesir, tangannya berkeringat dingin.
"dia tumbuh begitu cepat.." guman Vallerio saat ingatannya kembali ke wajah cantik Aurora. Senyum centil yang gadis itu perlihatkan lagi lagi terputar jelas di otaknya. Membekas dalam ingatannya saat Aurora kecil terus menempelnya saat di hari pernikahan Wiliam dan Alena. Gadis kecil yang biasanya menempeli Deddy Xavier, hari itu terus terusan menempeli dirinya. Tanpa terasa mobil yang dia kendarai sudah sampai di depan rumah mewah yang tidak terlalu luas tapi sangat terawat.
Vallerio memarkir mobilnya di perkarangan rumah, langkah panjangnya masuk ke dalam. aroma masakan sang mama tercium jelas menyambut kedatangannya.
Dia berlalu ke kamar lebih dulu, menganti pakaian kerjanya dengan pakaian rumahan. Setelah itu Vallerio melangkah menuju meja makan.
"Sayang, cobain cake buatan mama dulu ya.." wanita paruh baya itu menghidangkan cake di depan Vallerio. Kelihatannya sangat mengiurkan, di hiasi sedemikian rupa serta aroma Vanila berhasil membuat perut Vallerio yang memang sudah lapar jadi semakin lapar.
"sayang, kamu tidak ada niat memberi mama mantu?" pertanyaan itu lagi,, sudah sejak lama, bahkan saat temannya menikah sembilan tahun lalu, mamanya terus terusan bertanya seperti ini. sudah cukup umur kamu untuk menikah , kalimat mamanya yang melekat di otak Vallerio. mamanya selalu membandingkan dia dengan Alena, Alena aja yang ingin nikah muda, untuk umur, Vallerio terbilang masih sangat muda saat itu.
"mama bisa nggak tidak menanyakan hal itu sekali saja?" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya. Dia paham maksud sang mama, wanita tua itu kesepian di rumah, apalagi saat dia tinggal di inggris selama ini.
"Tidak bisa, kamu tidak lihat Alena, dia bahkan sudah mau punya anak kedua, kamu kapan? punya pacar aja belum!" mulai, ibunya terus saja membawa Alena jika sudah seperti ini. Vallerio lagi dan lagi hanya menghela nafas panjang.
Sembilan tahun ini, Vallerio sengaja tinggal di luar negeri bersama kakaknya, dia kerja di kantor sang kakak, menghindari hal hal seperti perjodohan dan lainnya.
Pernah saat satu bulan Wiliam dan Alena telah menikah, Vallerio yang saat itu masih berdiam di rumah karena belum mulai kuliah, mamanya sering kali membawa anak gadis orang untuk sekedar memperkenalkan padanya. Dari yang seumuran, yang lebih tua darinya sampai ada beberapa yang lebih muda, begitu terus setiap harinya, hingga Vallerio memutuskan untuk kuliah di inggris.
Pulang ke sini dua minggu lalu atas permintaan papa Bian Drakosta, dia juga di mintai tolong oleh teman papa Bian untuk menggantinya sementara waktu mengajar matematika di Manggala hight school.
Bukan besik Vallerio sebenarnya, pria itu harusnya bekerja di kantor papanya, tapi karena Vallerio ahli dalam matematika, maka dia menerima permintaan itu, hitung hitung membantu orang lain, pikirnya dalam hati.
"udahlah mah, lagi pula umur Valle masih dua puluh tujuh tahun!" balas pria itu sambil mengunyah habis kue di mulutnya.
"Masih? dua puluh tujuh tahun bukan lagi muda Vallerio,, jangan lupa dua bulan lagi dua puluh delapan, sudah mau ber-kepala tiga,, mama saja sudah setua ini, memang kamu dan kakakmu sama saja, tidak lagi menyayangi mama!!" mulai berdrama, Vallerio memijat pangkal hidungnya.
dalam hati Vallerio terus mengumpat kakaknya yang memilih mengembangkan bisnisnya di inggris, jika saja dia mau balik ke indonesia, atau salah satu anaknya tinggal di indonesia untuk menemani mamanya, mungkin wanita paruh baya itu tidak selalu menekannya untuk cepat beristri.
"bagaimana kalau mama membujuk kak Arka untuk pulang? biar mama ada temannya nanti.." bujuk pria tampan itu sambil tersenyum lembut.
"Kamu pikir semudah itu? perusahaan dia lagi berkembang pesat di inggris, dia juga bahagia dengan istrinya disana, mereka pulang di hari libur saja sudah cukup untuk mama, yang mama minta sekarang itu kamu Vallerio, mau ya menikah!" Vallerio menghela nafas berat, dia diam, tidak lagi mau menjawab pertanyaan sang ibu.
Dia berdiri sejenak, mengambil piring lalu segera dia isi dengan makanan.
"Kita makan dulu ma!" ujarnya mengalihkan topik. wanita paruh baya itu cemberut, dia mendudukkan bokongnya di kursi yang berhadapan dengan Vallerio, memperhatikan wajah putranya lamat lamat.
"Anak mama sangat tampan, apa tidak ada satu pun gadis yang menyukaimu?" tanya mama Nisa. Vallerio meletakkan sendoknya, jika di tanya tentang gadis yang menyukainya, sangat banyak.
Banyak yang mengejar pria itu, baik saat dia masih SMA dulu hingga sampai kuliah bahkan kerja, banyak sekali gadis yang memujanya. Tapi lagi lagi masalahnya ada pada Vallerio, pria itu belum mau berpikir ke arah sana, untuk sekedar berpacaran rasanya hanya membuang waktu, pria itu optimis, jika sudah waktunya maka Tuhan tidak hanya sekedar melihat, begitulah pikir Vallerio.
"makan ma!" ujarnya lagi, pria itu dengan cepat menghabiskan makanan di piringnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪