NovelToon NovelToon
TOMO - SLICE OF LIFE

TOMO - SLICE OF LIFE

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: J18

Tomo adalah seorang anak yang penuh dengan imajinasi liar dan semangat tinggi. Setiap hari baginya adalah petualangan yang seru, dari sekadar menjalankan tugas sederhana seperti membeli susu hingga bersaing dalam lomba makan yang konyol bersama teman-temannya di sekolah. Tomo sering kali terjebak dalam situasi yang penuh komedi, namun dari setiap kekacauan yang ia alami, selalu ada pelajaran kehidupan yang berharga. Di sekolah, Tomo bersama teman-temannya seperti Sari, Arif, dan Lina, terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengundang tawa. Mulai dari pelajaran matematika yang membosankan hingga pelajaran seni yang penuh warna, mereka selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi hidup dengan kekonyolan dan kreativitas yang absurd. Meski sering kali terlihat ceroboh dan kekanak-kanakan, Tomo dan teman-temannya selalu menunjukkan bagaimana persahabatan dan kebahagiaan kecil bisa membuat hidup lebih berwarna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bola Kejar-kejaran yang Gawat!

Suasana Lapangan Sekolah

Pagi itu, suasana lapangan sekolah ramai dengan anak-anak yang sedang bermain. Langit biru cerah, dan angin sepoi-sepoi bertiup lembut, membuat bendera di tiang sekolah berkibar dengan anggun. Terlihat beberapa anak berlarian di sekitar lapangan dengan tawa riang, sementara kelompok lain berkumpul untuk bermain permainan kesukaan mereka.

Tomo dan teman-temannya, seperti biasa, sedang bersiap untuk memulai permainan bola favorit mereka: “Bola Kejar-kejaran.”

“Kalian semua siap nggak?” teriak Arif sambil mengayun-ayunkan bola plastik kecil di tangannya.

Tomo, yang masih mengikat tali sepatunya, menoleh dengan tatapan serius. “Siap dong! Kali ini aku nggak bakal kalah lagi kayak kemarin. Aku udah latihan lari di rumah. Bahkan kucingku sampai bingung lihat aku.”

Lina, yang sedang membetulkan rambutnya, tersenyum geli. “Latihan lari di rumah? Nggak ada gunanya, Tomo. Di sini beda, banyak rintangan. Selain itu, kamu tahu kan? Kucingmu mungkin lebih jago lari daripada kamu.”

Sari tertawa kecil di sampingnya. “Ya, benar. Apalagi kalau kucingmu nggak ikut main, Tomo. Siapa yang mau jadi ‘target’ kalau kucingmu nggak bisa kena bola?”

Tomo mengerutkan alis, berusaha menjaga harga dirinya. “Hei, jangan remehkan kemampuan lari alami seorang Tomo. Kali ini aku yang bakal jadi juara.”

Arif hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Yah, kita lihat aja nanti. Siapa tahu kali ini kamu nggak cuma jadi pelari terlama, tapi juga berhasil ngasih bola ke orang lain.”

Pertandingan Dimulai

Pertandingan dimulai dengan suasana yang penuh antusias. Semua anak-anak di lapangan mulai berlari menghindari bola yang dilemparkan. Arif, sebagai orang pertama yang memegang bola, langsung mengincar Tomo dengan tawa licik.

“Tangkap ini, Tomo!” teriak Arif sambil melemparkan bola dengan kecepatan yang luar biasa. Namun, dengan gerakan yang tak terduga, Tomo berhasil melompat dan menghindari bola itu.

“Aduh, hampir aja!” kata Tomo dengan bangga sambil berlari ke arah yang berlawanan. Dia menoleh ke belakang dan melihat Arif yang berusaha mengejarnya dengan bola di tangan.

Sementara itu, Lina dan Sari sedang sibuk bermain taktik. Mereka berdiri di pinggir lapangan, mengamati dengan teliti setiap gerakan pemain lain.

“Kayaknya Arif terlalu fokus sama Tomo,” bisik Lina sambil melirik Sari. “Ini kesempatan bagus buat kita nyusun rencana.”

Sari mengangguk setuju. “Iya, kalau kita bisa ngebuat Arif bingung, mungkin kita bisa nyelamatin diri lebih lama. Ayo kita bikin mereka salah fokus.”

Mereka berdua mulai berlari dengan gaya yang aneh, berputar-putar sambil berpura-pura bertabrakan satu sama lain. Setiap kali mereka hampir tertabrak bola, mereka melompat ke arah yang tak terduga, membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.

Tomo dalam Bahaya

Tomo yang merasa aman dari serangan Arif, tiba-tiba terjebak dalam situasi yang tak terduga. Saat sedang berlari menuju pinggir lapangan, dia melihat sebuah bola menggelinding dari arah yang berlawanan, mendekatinya dengan kecepatan tinggi.

“Oh tidak!” seru Tomo dengan panik. “Kenapa bolanya datang dari dua arah?”

Bola pertama yang dilemparkan Arif ternyata dibalas oleh anak dari kelas sebelah, yang juga ikut bermain. Sekarang, Tomo berada di tengah-tengah dua bola yang mendekat dengan kecepatan mengerikan.

“Aku kena jebakan bola! Ini gawat!” teriak Tomo sambil berlari zig-zag, mencoba menghindari kedua bola itu. Dia melompat, berputar, bahkan tergelincir di tanah, namun beruntung dia berhasil lolos tanpa terkena satu pun bola.

“Luar biasa! Tomo kayak ninja!” seru Arif kagum, meskipun dia sendiri bingung bagaimana Tomo bisa menghindari semua bola itu.

Anak-anak yang menonton di pinggir lapangan mulai bersorak, beberapa di antaranya bahkan berteriak dengan semangat, “Tomo! Tomo! Tomo!”

Namun, di tengah euforia itu, Tomo malah terpeleset pada batu kecil yang tak terlihat di tanah. Dia jatuh dengan posisi terlentang di tanah, dan ketika semua orang mengira dia akan terkena bola, justru bolanya melesat jauh melewatinya. Tomo berhasil selamat… dengan cara yang sangat tidak terduga.

“Uh… itu apa barusan?” tanya Tomo sambil menatap ke langit dengan mata terbelalak.

Lina mendekati Tomo sambil tertawa terbahak-bahak. “Tomo, kayaknya takdir sedang berpihak padamu. Kamu berhasil menghindar… tapi dengan cara yang nggak banget!”

Kekacauan Berlanjut

Setelah beberapa saat, pertandingan semakin kacau. Anak-anak dari kelas sebelah mulai bergabung tanpa aba-aba, membuat lapangan semakin penuh sesak. Bola mulai dilempar dari segala arah, dan tidak ada yang tahu lagi siapa yang jadi sasaran utama.

Di tengah kekacauan ini, Arif yang sedang memegang bola tiba-tiba kehilangan kontrol dan melempar bolanya terlalu keras ke arah bangunan sekolah. Bola itu memantul dari dinding dan kembali ke lapangan dengan kecepatan yang lebih tinggi. Namun, bukan hanya bolanya yang kembali—bola itu membawa serta seekor burung kecil yang tak sengaja tertabrak dan sekarang terbang tak tentu arah.

“Awas! Ada burung!” teriak salah satu anak yang melihat kejadian itu.

Burung kecil itu terbang rendah di atas lapangan, membuat anak-anak yang sedang bermain langsung membungkuk dan menghindar. Beberapa anak berlari ke arah yang berlawanan sambil tertawa, sementara yang lain mencoba melompat untuk menghindari burung itu.

Sari, yang melihat burung itu melintas di atas kepalanya, langsung melompat ke samping sambil tertawa. “Kenapa ini jadi kayak film komedi slapstick sih? Kok burungnya malah ikut main?”

Tomo, yang masih sedikit pusing setelah jatuh, melihat ke arah burung dan bola yang masih melayang di udara. “Ini… ini gila! Sekarang kita bukan cuma harus menghindari bola, tapi juga burung terbang!”

Final yang Tidak Terduga

Pertandingan semakin kacau, tapi justru itulah yang membuatnya semakin seru. Anak-anak tertawa, berlari ke sana kemari dengan penuh kegembiraan, dan bola terus berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Beberapa anak bahkan terjatuh ke tanah karena tertawa terlalu keras, sementara yang lain masih mencoba menghindari burung yang terbang rendah.

Namun, akhirnya, Arif berhasil menangkap bola yang hampir jatuh ke luar lapangan. Dengan teriakan kemenangan, dia melempar bola itu ke arah Tomo, yang sudah kelelahan di tengah lapangan.

“Ini dia, Tomo! Nggak ada yang bisa menyelamatkanmu kali ini!”

Tomo melihat bola itu datang dengan lambat—setidaknya, menurut persepsinya. Dia menutup matanya, pasrah menerima nasib. Namun, entah bagaimana, Sari tiba-tiba muncul di depannya dan menangkap bola dengan tangan terentang.

“Aku selamatkan kamu, Tomo!” teriak Sari dengan bangga.

Tomo membuka matanya dan melihat Sari berdiri di depannya, memegang bola dengan senyum lebar. “Kamu… kamu nyelametin aku? Wah, Sari! Kamu pahlawan hari ini!”

Sari hanya tertawa kecil sambil melempar bola itu ke tanah. “Yah, nggak apa-apa. Lagipula, aku nggak mau kamu kena bola lagi gara-gara terpeleset batu.”

Arif yang melihat kejadian itu hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa. “Kalian berdua ini memang aneh. Tapi seru juga main sama kalian.”

Akhir Hari yang Lelah

Setelah semua kekacauan itu, anak-anak akhirnya beristirahat di pinggir lapangan. Mereka duduk di atas rumput sambil menarik napas panjang, masih tertawa mengenang semua kekonyolan yang baru saja terjadi.

“Tadi itu benar-benar gila,” kata Lina sambil mengelap keringat dari dahinya. “Aku nggak tahu apakah aku harus takut sama bolanya atau sama burung yang terbang rendah.”

Arif tertawa. “Aku nggak nyangka burungnya ikut main. Itu pasti jadi pertandingan yang paling kacau yang pernah kita mainkan.”

Tomo tersenyum lebar sambil mengusap keringat di dahinya. “Aku baik-baik aja kok! Walaupun tadi sempat hampir kena bola… dan burung… dan batu…” Dia menghela napas, masih terlihat lelah, tapi tetap penuh semangat. “Tapi yang penting, aku selamat sampai akhir permainan tanpa kena bola!”

Lina menepuk bahu Tomo sambil tertawa kecil. “Hampir nggak percaya ya. Aku kira kamu bakal kena bola dalam lima detik pertama.”

“Wah, Lina!” Tomo protes sambil cemberut. “Kamu underestimate aku banget sih! Padahal aku udah latihan lari sama kucingku tiap hari.”

Sari yang duduk di sebelah Tomo ikut nimbrung dengan senyum menggodanya. “Tapi Tomo, bukannya kucingmu malah suka lari lebih cepat darimu dan akhirnya malah kamu yang kelelahan?”

“Eh… itu kan rahasia,” jawab Tomo malu-malu sambil menggaruk kepala. Teman-temannya langsung tertawa lepas melihat ekspresinya yang polos.

Arif yang sudah selesai minum langsung menambahkan, “Tapi ngomong-ngomong, Tomo, hari ini kamu keren juga. Nggak cuma selamat dari bola, tapi juga nggak ketabrak burung yang terbang rendah tadi.”

Tomo berpikir sebentar, lalu tertawa geli. “Iya juga ya! Aku nyaris kena dua kali, tapi siapa sangka burungnya malah terbang ke arah yang salah. Kayak dia bingung mana yang lebih bahaya, aku atau bolanya.”

“Burungnya pasti milih kabur daripada ikut main sama kita,” ledek Lina. “Bisa-bisa dia jadi burung yang paling sial sedunia kalau ketabrak bola berkali-kali.”

Semua tertawa keras-keras mendengar candaan Lina. Suasana sore itu dipenuhi dengan tawa dan canda yang menggema di lapangan sekolah. Anak-anak lain yang juga sedang beristirahat menoleh heran ke arah mereka, penasaran dengan apa yang terjadi, tapi mereka hanya menganggapnya sebagai hal biasa saat melihat kelompok Tomo selalu saja membuat kekonyolan.

Kembali ke Kelas

Setelah puas beristirahat, mereka pun kembali ke kelas. Langit yang tadinya cerah mulai berubah menjadi jingga seiring waktu yang semakin sore. Sinar matahari yang hangat menyinari jalan setapak menuju gedung sekolah, menambah kesan damai di akhir hari sekolah yang penuh keceriaan itu.

Di dalam kelas, suasana lebih tenang. Guru mereka, Bu Rini, sudah berdiri di depan kelas dengan buku besar di tangannya, bersiap-siap melanjutkan pelajaran terakhir hari itu.

“Ayo, anak-anak, kembali ke tempat duduk kalian,” kata Bu Rini sambil tersenyum. “Kita akan menyelesaikan pelajaran hari ini dengan diskusi tentang cita-cita kalian.”

Mendengar kata “cita-cita”, wajah Tomo langsung berbinar. “Akhirnya! Ini dia pelajaran yang aku tunggu-tunggu!” Dia bergegas duduk di bangkunya dengan semangat, membuat Sari dan Lina tertawa kecil melihat antusiasmenya.

“Aku nggak sabar mau dengar cita-cita absurd Tomo lagi,” bisik Lina ke Sari dengan senyum nakal.

Sari menahan tawa. “Kayaknya kali ini bakal lebih aneh dari yang biasanya.”

Tomo menoleh ke belakang, mendengar bisikan teman-temannya. “Hei, denger ya! Cita-citaku ini serius!” katanya dengan ekspresi serius yang justru membuat mereka semakin tertawa.

Cita-cita yang Tak Terduga

Setelah beberapa siswa lain menyampaikan cita-cita mereka—seperti menjadi dokter, guru, atau polisi—tibalah giliran Tomo.

“Tomo, apa cita-citamu?” tanya Bu Rini dengan senyum penuh perhatian.

Tomo berdiri dengan percaya diri, menepuk dadanya sambil berkata, “Cita-citaku adalah… menjadi seorang petualang!”

Seluruh kelas terdiam sesaat sebelum akhirnya ledakan tawa memenuhi ruangan. Bahkan Bu Rini pun tak bisa menahan tawa kecil.

“Petualang, Tomo?” tanya Bu Rini dengan senyum lembut. “Kenapa kamu mau jadi petualang?”

Tomo menjawab dengan serius, meskipun kata-katanya membuat suasana semakin kacau. “Aku mau keliling dunia, mencari harta karun, mengalahkan monster, dan mungkin… siapa tahu, bisa menemukan susu terenak di dunia.”

Sari dan Lina langsung menepuk meja sambil tertawa. “Susu?! Jadi kamu mau jadi petualang cuma buat nyari susu?” Sari tak bisa berhenti tertawa, membuat beberapa anak lain ikut menertawakannya.

“Ya iyalah!” Tomo membela diri dengan ekspresi serius. “Kalian nggak tahu kan kalau di dunia ini ada susu yang katanya bisa bikin siapa pun jadi lebih kuat? Aku mau cari susu itu dan jadi orang terkuat di dunia!”

Lina menutup mulutnya, mencoba meredam tawa. “Tomo, kalau gitu kamu bukannya lebih baik jadi penjual susu aja? Setiap hari bisa minum susu sebanyak yang kamu mau.”

Tomo menggeleng keras. “Nggak seru kalau gitu! Jadi petualang itu lebih keren. Bayangin aja, aku bisa bertemu banyak orang, menghadapi bahaya, dan… pastinya nggak akan bosan.”

Bu Rini, yang dari tadi mendengarkan dengan sabar, akhirnya berkata dengan lembut, “Tomo, menjadi petualang memang terdengar menyenangkan, tapi kamu juga harus ingat, banyak hal yang harus kamu pelajari dulu sebelum bisa menghadapi semua tantangan itu.”

Tomo mengangguk serius. “Iya, Bu. Makanya aku berlatih setiap hari. Aku lari, aku belajar menghadapi rintangan, bahkan kucingku jadi pelatih pribadiku!”

Kelas kembali meledak dalam tawa mendengar pernyataan Tomo yang absurd tapi penuh keyakinan itu. Bahkan Bu Rini sampai harus menahan tawa dengan menutup mulutnya.

“Aku nggak tahu harus bilang apa lagi, Tomo,” kata Bu Rini akhirnya dengan senyum. “Tapi aku harap apa pun cita-citamu, kamu bisa meraihnya dengan kerja keras.”

Tomo mengangguk penuh semangat. “Terima kasih, Bu! Aku pasti akan berusaha!”

Tawa Terakhir

Setelah pelajaran usai, anak-anak pun mulai berkemas untuk pulang. Di luar, matahari mulai tenggelam, menyisakan semburat warna oranye di langit sore.

Tomo berjalan keluar kelas bersama Lina, Sari, dan Arif, sambil masih membahas tentang cita-cita petualangannya.

“Jadi, Tomo,” kata Arif sambil menyenggol bahunya. “Kalau kamu jadi petualang, apa yang akan kamu lakukan pertama kali?”

Tomo berpikir sejenak sebelum menjawab, “Pertama, aku akan mencari peta harta karun! Siapa tahu ada susu legendaris di ujung pelangi.”

Sari langsung tertawa terbahak-bahak. “Susu legendaris?! Tomo, kamu benar-benar nggak ada duanya!”

Lina menambahkan, “Iya, tapi setidaknya cita-citanya beda dari yang lain. Unik banget.”

Tomo tersenyum bangga. “Tentu saja! Aku ini Tomo, si calon petualang hebat!”

Dengan tawa yang masih menggema di antara mereka, mereka pun berjalan pulang bersama-sama, menikmati sisa sore yang indah. Di antara canda tawa dan obrolan absurd, mereka sadar bahwa hari-hari mereka di sekolah selalu penuh warna, meskipun terkadang terasa konyol dan aneh.

Namun, di balik semua kekonyolan itu, persahabatan mereka semakin kuat, dan Tomo, dengan segala impiannya yang nyeleneh, menjadi pusat dari semua petualangan kecil yang mereka alami setiap hari.

1
NT.RM
ya enggak gitu juga sih Tom, hmm
Nagittaa
😍
shafia inaya
shaFIYah
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Kejutan yang mengejutkan!
Enoch
Kepayang
Roxana
Gak sabar menunggu kisah selanjutnya. Aku ingin tahu apa yang terjadi berikutnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!