NovelToon NovelToon
Jadi Kedua? Hayu!

Jadi Kedua? Hayu!

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / CEO / Selingkuh / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Sinopsis:

Zayden Levano, pewaris perusahaan besar, dihadapkan pada permintaan tak terduga dari kakeknya, Abraham Levano. Sang kakek memintanya untuk mencari Elara, seorang gadis yang kini bekerja sebagai wanita penghibur di klub malam. Keluarga Zayden memiliki hutang budi kepada keluarga Elara, dan Abraham percaya bahwa Elara berada dalam bahaya besar karena persaingan bisnis yang kejam.

Permintaan ini semakin rumit ketika Abraham menuntut Zayden untuk menikahi Elara demi melindungi dan menjaga warisan keluarga mereka. Di tengah kebingungan dan pertarungan moralnya, Zayden juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa istrinya, Laura, mengandung anak yang bukan darah dagingnya. Kini, Zayden terjebak antara tanggung jawab keluarga, cinta yang telah retak, dan masa depan seorang gadis yang hidupnya bergantung padanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harga Diri Diperjualbelikan

Bab 7

Bu Nira menggantungkan kalimatnya. Ia tahu betapa sulit hubungan dengan ketiga adiknya. Semua adik-adiknya selalu memandang rendah dirinya, seolah dia hanya sebatas pembantu yang bisa disuruh-suruh. Tidak ada lagi hubungan kekeluargaan, hanya hubungan kuasa, dan ia sebagai kakak perempuan sering kali berada di pihak yang kalah.

Elara menatap tajam ibunya. "Aku nggak peduli, Bu. Berapa pun mereka minta, aku akan bayar. Aku hanya ingin pernikahan ini terlaksana."

Kata-kata Elara membuat Bu Nira terperanjat. Ia mengerutkan kening, tidak percaya bahwa anaknya benar-benar serius. "Tapi, Nak... Dari mana kamu dapat uangnya? Mereka pasti akan minta imbalan besar."

Elara tersenyum dingin. "Aku bilang, Bu, suamiku kaya raya. Tuan Zayden Levano bisa membayar berapa pun yang mereka minta. Aku ingin menunjukkan kepada mereka, bahwa harga diri mereka yang selalu menginjak-injak kita selama ini, pada akhirnya bisa aku beli."

"Siapa dia, Nak? Berapa tahun usianya? Kita memang kesulitan ekonomi, tapi ibu nggak mau kamu mengorbankan masa muda, untuk membangun rumah tangga, apalgi dengan terpaksa. Menjadi seorang istri itu, rumit, Nak."

"Ibu nggak tahu Tuan Zayden? Ya ampun... Ibu."

"Memang siapa dia? Kakek-kakek kaya raya?"

Bu Nira malah seperti bercanda. Dan itu membuat ketegangan sedikit tenang. Mungkin karena Bu Nira selalu sibuk dengan urusan rumah, kerja dan anak-anak, dia tidak tahu tokoh besar di kota mereka.

"Pokoknya nanti ibu akan tahu. Meski aku dari keluarga kurang mampu, dan aku gak cantik-cantik amat, tapi masih laku kok Bu, dipinang laki-laki keren."

Bu Nira mengusap pipi Elara dengan lembut, "Kata siapa anak Ibu gak cantik? Kamu malah terlihat seperti gadis kota, Nak. Kulit putih bersih, rambut hitam, dan penampilanmu selalu rapi."

Elara terharu dengan pujian ibunya, mereka saling berpelukan dan sesaat suasana menjadi hari biru. Kemudian perbincangan berlanjut dengan lebih tenang. Mereka memutuskan ke rumah adik Bu Nira pada sore hari setelah Elara pulang sekolah.

**

Keesokan harinya, Elara berangkat sekolah seperti bisa. Kata pak Sobri, sepulang sekolah Elara harus ke salon, untuk perawatan. Dia sebenarnya malas untuk terlalu banyak acara.

Saat jam istirahat, Elara menelpon Zayden.

"Hei Tuan! Bisa nggak, jangan repotin aku. Kalau mau nikah, ya nikah aja cepetan. jangan kebanyakan acara. Aku harus sekolah, ngurusin adek sakit, belum pusing tugas sekolah dan rumah, ya masih harus kerja juga. Tuan enak, cuma duduk di belakang meja. Pokoknya ...,"

"Stop! Giliran aku yang bicara." Zayden dari seberang telepon memotong ocehan Elara.

"Hei, Nona Elara bawel. Lagian, siapa yang suruh kamu sekolah? Dan kenapa juga kamu harus kerja. Kita akan menikah, apa semua itu masih perlu untuk kamu?"

Elara terdiam, benar juga apa yang dikatakan Zayden. Kenapa dia baru repot-repot kerja. Kalau sekolah, itu penting. Jangan sampai, nanti Zayden kesambet setan, dan membuang dia, itu yang ada dipikiran Elara.

"Ok, pokoknya ikuti perintahku. Atau kita ketemu besok, kalau sekarang aku ada meeting." Zayden menutup telepon.

Elara terbengong, dia masih sering merasa heran pada dirinya sendiri dan tak menyangka akan menikah sebentar lagi. Apa aku terlalu gegabah mengambil keputusan ini? Dia bergumam dalam hati.

###

Sore hari, menjelang petang, Elara dan Bu Nira melangkah menuju rumah Parman, adik sulungnya. Rumah itu terletak di ujung gang, lebih besar dibandingkan rumah Bu Nira sendiri, dengan pagar tinggi yang mengelilingi halamannya. Ada pohon mangga yang rimbun di halaman depan, tapi Bu Nira tak sempat menikmati bayangan rindangnya. Langkah kakinya terasa berat, seolah tanah yang diinjaknya menyeretnya ke dalam kubangan kecemasan.

Parman menerima kedatangan Bu Nira dengan senyum tipis yang tidak sampai ke mata. Mereka duduk di ruang tamu yang luas, tapi suasana antara mereka terasa begitu dingin. Bu Nira menghela napas, lalu mulai menjelaskan niatnya.

"Parman, aku datang ke sini untuk meminta kamu jadi wali nikah Elara," ucap Bu Nira pelan, namun jelas. "Dia ingin menikah dalam waktu dekat."

Parman mendengus, seolah kata-kata Bu Nira adalah lelucon yang tidak lucu. Dia juga memperhatikan Elara yang duduk di sebelah Ibunya. "Nikah? Anakmu baru 17 tahun, Mbak Nira. Ngapain buru-buru?"

Bu Nira menunduk sejenak sebelum melanjutkan, "Dia sudah siap, Parman. Aku hanya butuh kamu jadi wali."

Parman terdiam sejenak, bibirnya membentuk seringai licik. "Aku bisa jadi wali, tapi kamu tahu, Mbak Nira... Ada harga yang harus dibayar untuk itu."

Hati Bu Nira berdesir. Parman, adik yang dulu pernah ia rawat, kini begitu jauh dan tak lagi mengenal dirinya sebagai seorang kakak. "Berapa yang kamu minta?"

Parman menyeringai lebih lebar. "Lima juta."

Bu Nira terpana. Lima juta bagi mereka adalah angka yang besar, hampir mustahil untuk dipenuhi. Namun, ia mencoba menahan keterkejutannya dan berusaha tetap tenang. "Aku akan pikirkan," jawabnya akhirnya, mencoba tidak menunjukkan kekecewaan yang mendalam.

Namun, hatinya sudah bergetar hebat saat ia meninggalkan rumah Parman. Ia tahu, ini baru awal. Masih ada dua adik lagi yang harus ia hadapi.

Rumah Jaya, adik kedua Bu Nira, tidak jauh berbeda dengan Parman. Tampak lebih megah daripada rumah Bu Nira sendiri. Di sana, Jaya menatap kakaknya dengan tatapan yang dingin, mendengar cerita yang sama tentang permintaan menjadi wali.

"Aku bisa bantu, Mbak. Tapi aku minta ganti rugi waktu. Aku kan kerja, kalau harus jadi wali, otomatis aku gak kerja. Bisa rugi kalau libur. Anak istriku mau makan apa."

"Baik Jaya, baik. Kamu minta berapa?"

"Ehm. Aku..., mau delapan juta," ujar Jaya dengan suara datar.

Lagi-lagi, Bu Nira merasa dunia runtuh di atas kepalanya. Delapan juta? Jumlah yang bahkan lebih tidak masuk akal dibanding Parman. Namun, seperti saat sebelumnya, ia hanya bisa menjawab dengan tenang, "Aku akan pikirkan."

Saat Bu Nira dan Elara akhirnya sampai di rumah Jajang, adik ketiganya, ia sudah merasa lelah secara emosional. Namun, ia harus tetap berusaha, karena Elara berharap padanya.

Jajang adalah yang paling keras kepala di antara adik-adik Bu Nira. Ketika Bu Nira menjelaskan niatnya, Jajang tertawa keras, seperti mengejek. "Wali? Aku bisa jadi wali, Mbak. Tapi kau tahu, harganya mahal. Aku minta dua puluh juta."

Dua puluh juta. Angka itu terasa seperti palu yang menghantam dada Bu Nira. Bagaimana mungkin? Namun, di balik keterkejutannya, Elara yang sejak tadi hanya diam menyimak, kali ini bersuara.

"Baik, Paman," kata Elara dengan tegas. "Aku setuju. Aku akan bayar dua puluh juta. Tapi ingat, ini bukan tentang uang. Ini tentang harga diri. Kalian semua sudah terlalu sering merendahkan ibu, menganggapnya babu yang tak berharga. Tapi sekarang, aku bisa beli harga diri kalian dengan uang."

Elara menatap tajam ke arah Jajang, membuat paman yang sombong itu terdiam sejenak. Bu Nira memandang anaknya dengan campuran keterkejutan dan kebanggaan yang tak terduga. Elara tidak lagi menjadi gadis yang lugu dan pasrah. Kini, ia berdiri di hadapan mereka semua dengan keberanian yang menggetarkan, siap untuk membeli harga diri yang telah mereka hancurkan selama ini.

Bersambung ...

1
Nur Adam
lnju
Nur Adam
lnjut
Nur Adam
lnju
Senja Kelabu: Mampir dipunyaku juga, Kak. Genre roman komedi.

SUAMIKU GURU GALAK

mampir ya, Kak
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: thx udah mampir
total 2 replies
Anto D Cotto
.menarik
Anto D Cotto
lanjut, crazy up thor
🐜SixNine: Wah, akhirnya up novel baru, nih🥳
Anto D Cotto: ok, seep 👍👌
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!