Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Rahasia Keluarga dan Perubahan Fisik
Bab 3: Rahasia Keluarga dan Perubahan Fisik
Pagi itu, Arya duduk di ruang tamu bersama keluarganya. Udara pagi yang sejuk masuk melalui jendela yang terbuka, membawa aroma bunga dari taman kecil di halaman rumah mereka. Sulastri, ibunya, sedang sibuk menyiapkan teh, sementara Amanda bermain dengan boneka kain di lantai. Arya memandang mereka dengan diam, mencoba memahami dunia barunya yang penuh keanehan.
Namun, rasa penasarannya semakin besar. Ia perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia tahu bahwa keluarga ini berbeda dari yang ia tinggalkan di kehidupan sebelumnya, dan jawaban atas semua itu pasti ada pada orang tuanya.
"Ayah, Ibu," panggil Arya tiba-tiba. Suaranya terdengar tegas, sesuatu yang jarang ia lakukan sebagai seorang anak kecil. Kedua orang tuanya menoleh ke arahnya, tampak sedikit terkejut.
"Ada apa, Nak?" tanya Brata, sambil meletakkan cangkir kopinya di meja. Wajahnya tetap tenang, tetapi Arya menangkap kilatan kecil di matanya—seperti seseorang yang sudah tahu apa yang akan ditanyakan.
“Aku ingin tahu… apakah ini dunia yang sama seperti dulu?” Arya menatap mereka bergantian. “Kenapa semuanya terasa berbeda? Rumah ini, Amanda, bahkan kalian berdua… semua tidak seperti yang aku ingat.”
Ruangan itu hening sejenak. Amanda berhenti bermain dan memandang kakaknya dengan bingung, sementara Sulastri dan Brata saling bertukar pandang. Ada sesuatu dalam ekspresi mereka, seolah-olah mereka telah menunggu pertanyaan ini sejak lama.
***
Brata menarik napas dalam dan menatap Arya dengan serius. “Arya,” katanya perlahan, “kamu benar. Dunia ini berbeda. Dan… Ayah dan Ibu memang tahu kenapa.”
Arya terdiam, tetapi jantungnya berdebar kencang. Ia memandang kedua orang tuanya, menunggu mereka melanjutkan.
Sulastri mengambil alih. Suaranya lembut, tetapi penuh emosi. “Arya, kami juga mengalami sesuatu yang… luar biasa. Kami, sama sepertimu, memiliki ingatan tentang masa depan. Tetapi entah kenapa, ingatan kami hanya sampai tahun 1992.”
“Tahun 1992?” Arya mengulanginya, mencoba mencerna informasi itu. Dalam kehidupan sebelumnya, tahun itu adalah saat ketika segalanya berubah menjadi lebih buruk bagi keluarganya. Ia kehilangan kedua orang tuanya di tahun itu, meninggalkan dirinya sebatang kara.
Brata melanjutkan. “Kami tidak tahu kenapa ini terjadi, tetapi ingatan itu datang perlahan, seperti mimpi yang berulang. Awalnya kami tidak percaya, tetapi semakin banyak hal yang terjadi persis seperti dalam ingatan kami, kami tahu bahwa itu bukan sekadar kebetulan.”
"kenapa kalian tahu kalau aku memiliki ingatan masa depan?" Arya bertanya curiga.
"Itu sangat mudah, kamu dengan ceroboh bertanya sesuatu yang aneh, tadi. kepribadian mu juga terlihat berubah, tidak seperti anak kecil berusia 10 tahun," jelas Sulastri sambil tersenyum.
Arya menyadari bahwa dia terlalu ceroboh, dia terlalu bersemangat dengan keadaan asing yang berbeda dari ingatan nya. Tetapi dia ingin tahu, apa yang dilakukan oleh orang tuanya tentang ingatan itu.
Arya menatap mereka dengan tajam. “Jadi… apa yang kalian lakukan dengan ingatan itu?”
Sulastri tersenyum tipis. “Kami memutuskan untuk tidak mengulangi kesalahan yang kami buat di kehidupan sebelumnya. Kami mengambil setiap peluang yang kami ingat untuk membangun kehidupan yang lebih baik, tidak hanya untuk kami, tetapi juga untukmu dan Amanda.”
Mendengar nama adiknya disebut, Arya merasa hatinya menghangat. Meski Amanda adalah sosok baru dalam kehidupannya, ia mulai menerima kehadirannya sebagai bagian penting dari keluarga ini.
***
Brata menatap Arya dengan penuh kebanggaan. “Arya, ingatan ini adalah berkah sekaligus tanggung jawab. Kami menggunakan apa yang kami tahu untuk membangun bisnis keluarga, mendirikan perkebunan sawit dan karet mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan masa depan kita lebih cerah. Tetapi kami juga tahu bahwa hidup tidak akan berjalan sempurna. Ada banyak tantangan yang harus kita hadapi.”
Arya mengangguk pelan. Ia mulai memahami mengapa dunia ini begitu berbeda. Ayah dan ibunya telah menggunakan ingatan masa depan mereka untuk mengubah segalanya, menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk keluarga mereka. Tetapi di balik itu, Arya merasakan sesuatu yang lebih dalam—tekanan untuk memenuhi harapan mereka.
Sulastri menatap putranya dengan penuh kasih. “Kami tahu kamu pasti merasa bingung dan tertekan dengan semua ini. Tetapi Arya, kamu tidak sendiri. Kita akan menjalani kehidupan ini bersama-sama, sebagai keluarga.”
Arya menunduk, menyembunyikan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Dalam hati, ia merasa bersyukur sekaligus cemas. Dunia ini penuh peluang, tetapi juga penuh tantangan yang tidak ia ketahui.
***
Arya akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, “Jadi… apa rencana kita selanjutnya?”
Brata tersenyum, tetapi ada ketegasan dalam tatapannya. “Selanjutnya, kita mempersiapkanmu untuk menghadapi dunia baru ini. Kamu akan menemukan bahwa ada banyak hal yang belum kamu ketahui, Arya. Dan Ayah yakin, kamu akan menjadi bagian penting dari masa depan keluarga ini.”
Arya mengangguk pelan. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa kehidupannya kini telah berubah sepenuhnya. Namun, ia belum tahu seberapa besar peran yang harus ia mainkan dalam kehidupan baru ini.
Setelah percakapan serius dengan kedua orang tuanya, Arya merasa seperti sebagian besar teka-teki hidupnya di dunia baru ini mulai terjawab. Namun, ada pertanyaan lain yang terus menghantui pikirannya—perubahan fisiknya. Tubuh ini terasa lebih kuat, lebih sehat, dan lebih bugar dibandingkan tubuhnya di kehidupan sebelumnya. Ia perlu memastikan apakah ini hanya perasaan atau ada sesuatu yang lebih besar terjadi.
***
Di pagi yang sejuk, Arya keluar dari kamar dan berjalan ke halaman belakang rumah. Ia ingin merasakan tubuh barunya lebih intens. Dengan langkah pelan, ia mulai melakukan peregangan ringan, mencoba merasakan setiap otot yang bergerak. Sensasi itu begitu nyata, seperti tubuhnya telah diprogram ulang untuk menjadi versi yang lebih baik.
Arya mencoba menekuk lututnya, lalu melompat kecil. Rasanya ringan, seperti tubuh ini dilengkapi dengan energi tambahan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia lalu mencoba mendorong dirinya lebih jauh—mencoba berlari kecil di sekitar halaman.
Yang mengejutkan, ia hampir tidak merasa lelah. Jantungnya berdetak teratur, napasnya stabil, dan tidak ada rasa nyeri di tubuhnya. Dalam kehidupan sebelumnya, bahkan gerakan sederhana seperti ini bisa membuatnya ngos-ngosan karena kurang olahraga.
“Apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh ini?” gumam Arya. Ia menyentuh dadanya, mencoba mengukur detak jantungnya yang tetap tenang meskipun ia baru saja berlari. "Tubuh ini terasa seperti… dibuat untuk hal-hal yang lebih besar, aku merasakan tubuh ini masih bisa berkembang menjadi lebih kuat. Tetapi bukan cuma tubuh, pikiran ku juga terasa lebih jernih."
***
Saat Arya sedang melatih tubuhnya, Sulastri keluar dari dapur dengan membawa semangkuk buah. Ia memerhatikan putranya yang sedang sibuk bergerak di halaman dan tersenyum kecil. “Arya, apa yang sedang kamu lakukan di pagi-pagi begini?” tanyanya sambil mendekati.
Arya berhenti sejenak dan menggaruk kepala. “Hanya mencoba tubuh ini, Bu. Rasanya berbeda. Jauh lebih kuat dari yang aku ingat.”
Sulastri menatap Arya dengan penuh kasih. “Itu bukan hal yang aneh, Arya. Tubuhmu memang lebih sehat sekarang, dan mungkin kamu merasa lebih kuat karena dunia ini memberi kita semua awal yang baru.”
Arya memandang ibunya, mencoba mencari tahu apakah ia menyembunyikan sesuatu. Namun, Sulastri tetap tersenyum lembut, seperti tidak ingin terlalu membebani Arya dengan informasi yang terlalu banyak. “Arya, kamu masih muda. Jangan terlalu memikirkan hal-hal yang rumit. Tubuhmu akan tumbuh dengan baik, apalagi dengan dukungan keluarga yang selalu ada untukmu.”
***
Di siang harinya, Brata mengantar Arya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan. Meski Arya merasa sehat, keluarganya tetap ingin memastikan bahwa tidak ada hal yang terlewatkan.
Di ruang pemeriksaan, dokter yang tampak ramah memeriksa tubuh Arya dengan cermat. Ia mengetuk-ngetuk lutut Arya untuk memeriksa refleks, mendengarkan denyut jantungnya, dan melakukan beberapa tes lainnya.
Setelah selesai, dokter tersenyum puas. “Arya, kamu benar-benar anak yang sehat. Bahkan, tubuhmu tampak sedikit lebih baik dari kebanyakan anak seusiamu. Tidak ada tanda-tanda cedera serius, dan pemulihanmu berjalan dengan sangat cepat.”
Brata yang mendampingi Arya mengangguk. “Syukurlah. Jadi, tidak ada masalah, Dok?”
Dokter menggeleng. “Tidak ada. Bahkan, saya rasa Arya ini calon atlet yang hebat jika melihat kondisinya. Tubuhnya memiliki daya tahan dan kekuatan yang luar biasa.”
Arya tersenyum kecil, meskipun di dalam hati ia tahu bahwa tubuh ini bukan hanya tentang genetik atau pola hidup sehat. Dunia ini benar-benar memberikan kesempatan yang baru, bahkan hingga level fisik.
Arya mendapat wawasan bahwa tubuh dan kecerdasan nya bisa tumbuh hingga 4 kali dari manusia biasa, mungkin ini golden finger yang biasa ada di novel-novel kehidupan sebelumnya.
***
Setelah pemeriksaan selesai, dokter memberikan izin resmi agar Arya bisa pulang ke rumah. Saat berjalan keluar dari rumah sakit bersama ayahnya, Arya memperhatikan sekeliling. Dunia ini terasa familiar, tetapi setiap elemen kecil tampak lebih baik dari yang ia ingat. Jalanan lebih bersih, orang-orang tampak lebih ceria, dan bahkan aroma udara terasa segar.
“Dunia ini… lebih baik dari apa yang aku tinggalkan,” pikir Arya. Namun, rasa penasaran dalam hatinya semakin membesar. Ia ingin tahu seberapa jauh dunia ini telah berubah, dan yang lebih penting, seberapa besar ia bisa memanfaatkannya.
Brata menepuk bahu Arya dengan lembut. “Nak, kamu siap pulang ke rumah dan memulai kehidupan barumu?”kalimat ini hanya sebuah isyarat dari brata untuk Arya agar memulai hidup baru yang lebih baik.
Arya menoleh dan mengangguk dengan mantap. “Iya, Ayah. Aku siap.”
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa