Dulu, nilai-nilai Chira sering berada di peringkat terakhir.
Namun, suatu hari, Chira berhasil menyapu bersih semua peringkat pertama.
Orang-orang berkata:
"Nilai Chira yang sekarang masih terlalu rendah untuk menunjukkan betapa hebatnya dia."
Dia adalah mesin pengerjaan soal tanpa perasaan.
Shen Zul, yang biasanya selalu mendominasi di Kota Lin, merasa sedikit frustrasi karena Chira pernah berkata:
"Kakak ini adalah gadis yang tidak akan pernah bisa kau kejar."
Di reuni sekolah beberapa waktu kemudian, seseorang yang nekat bertanya pada Shen Zul setelah mabuk:
"Ipan, apakah kau jatuh cinta pada Chira pada pandangan pertama, atau karena waktu yang membuatmu jatuh hati?"
Shen Zul hanya tersenyum tanpa menjawab. Namun, pikirannya tiba-tiba melayang ke momen pertama kali Chira membuatkan koktail untuknya. Di tengah dentuman musik yang memekakkan telinga, entah kenapa dia mengatakan sesuatu yang Chira tidak bisa dengar dengan jelas:
"Setelah minum minumanmu, aku milikmu."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lo Agak Berat
Sebenernya, nggak ada yang tahu pasti apa ibu Zul beneran ngundang sepupunya ini buat makan malam.
Singkat cerita, malam itu pas Chira sama teman-temannya lagi makan bareng, mereka nggak sengaja ketemu sama seseorang.
Chira pergi ke kamar mandi di tengah makan malam, dan pas keluar, dia ketemu sama seseorang yang pake seragam sekolah yang sama di tikungan koridor.
“Eh, kebetulan banget, lo juga makan di sini?” Koridor itu diterangin lampu dengan cahaya hangat, jadi kesannya lembut tapi agak remang-remang.
Rambut pendek yang jatuh di dahinya bikin bayangan di wajah cowok itu, bikin matanya kelihatan cerah banget.
“Kebetulan aja,” jawab Chira seadanya, nggak mau berlama-lama.
Zul juga tahu kalo dia nggak bakal ngomong banyak sama dia, jadi dia biarin aja Chira lewat.
Tapi kayaknya koridornya emang agak gelap, jadi Chira nggak nyadar ada rintangan di kakinya. Dia kesandung papan penunjuk jalan di pinggir koridor, dan hampir jatuh sambil ngeluarin teriakan kecil yang spontan.
Cowok yang berdiri di belakangnya langsung berbalik dan narik dia cepet-cepet, cuma karena terlalu kuat, Chira malah jatuh ke pelukannya.
Sementara itu, Zul yang ada di belakangnya ketabrak tembok. Suasana jadi hening beberapa detik.
Sampai akhirnya terdengar suara, “Aduh” dari Zul di atas kepalanya, sambil ketawa kecil, “Mbak Chira, lo agak berat ya.”
Chira langsung sadar dan buru-buru lepas dari pelukannya.
“Mbak Chira, lo tega banget, kalo nggak ada gue tadi, lo udah jatuh.”
Chira ngeliat Zul lagi ngusap dadanya, inget tadi kepalanya langsung nabrak badan dia, mungkin dia juga ngerasa sakit.
“Makasih.”
Tangan Zul yang tadinya nutupin dadanya tiba-tiba dilepasin, sambil senyum, “Lo gampang diboongin ya?”
Chira: “……”
“Yaudah, gue pergi dulu.” Orang kayak gini, dibaikin dikit aja udah bangga banget.
Abis Chira pergi, senyum di wajah Zul nggak ilang-ilang. Dia masih ngerasa deg-degan, apalagi waktu kepala Chira tadi bersandar di dadanya.
Itu adalah irama yang bikin ketagihan.
Chira balik ke meja, dan ngeliat ada satu wajah baru di antara mereka, yaitu Fajar.
“Ngapain lama banget?” tanya Dara yang duduk di sebelahnya.
“Tadi ketemu seseorang, jadi agak ketunda,” jawab Chira santai, trus nunjuk Fajar yang duduk di sebelah Dara, “Dia di sini ngapain?”
Dara ngangkat bahu, “Siapa yang tahu, dia tipe orang yang gampang akrab sendiri.”
Fajar emang berbakat, dalam satu kali makan aja dia udah dapet kontak WhatsApp Dara. Malam itu juga, dia langsung nambahin Dara sebagai teman.
Awalnya, Dara nolak permintaan temennya itu. Tapi Fajar nggak nyerah, setiap kali dia nolak, permintaan itu balik lagi muncul. Pas Dara nggak merespon, permintaan temen tetep aja dikirim.
Akhirnya, karena udah nggak tahan, Dara nerima dan langsung ngomel:
Dara: “Lo sakit jiwa ya?”
Fajar: “Cuma nambah temen aja (emotikon sedih)”
Dara: “Oke”
Di daftar temen, banyak orang yang udah bertahun-tahun nggak ngobrol sama sekali, jadi nambah satu lagi atau nggak sama aja.
Kelompok siswa yang bareng Dara emang nggak lama setelah itu balik ke sekolah. Pas hari mereka balik, Sekolah Menengah No.1 Lin ngadain pesta perpisahan buat mereka, yang emang bener-bener pesta perpisahan.
Soalnya, selama beberapa hari ini mereka udah bikin beberapa orang kesal.
Sebelum pergi, Dara ngeliat dua cewek yang ditemuinya di kamar mandi hari itu. Pandangan mata mereka bikin Dara ngerasa puas banget.
“Chira, jangan salahin gue kalo nggak ngasih peringatan, gue baru aja bikin beberapa orang kesel beberapa hari lalu, mungkin mereka bakal ngelampiasin kekesalannya ke lo.” Dara ngasih peringatan ke Chira.
Tapi, Chira tetep santai, “Nggak masalah, meski gue nggak bikin masalah, mereka pasti tetep kesel sama gue.”
“Lo emang berpikiran luas.”
Rombongan dari SMA Afiliasi Universitas Selatan udah pergi, jadi suasana di SMA Satu Kota Lin jadi lebih tenang.
Tapi, Fajar malah mulai ngerasa kangen.
Akhir pekan pun tiba.
Tapi buat anak kelas tiga SMA, liburan hampir nggak ada artinya.
Untungnya, akhir pekan kali ini pas banget sama Festival Pertengahan Musim Gugur.
Begitu sore tiba dan liburan dimulai, anak-anak ini bener-bener kayak burung lepas dari sangkar, udah nggak sabar pengen begadang semalaman buat nonton drama atau main game.
Zul dan Fajar jalan bareng ke gerbang sekolah.
"Ipan, mau begadang malem ini? Gue udah hampir turun ke peringkat emas nih. Bantuin dong?"
"Lo pasti main sama cewek lagi, kan?"
Fajar: "..."
Bukan maksudnya ngerendahin pemain cewek, tapi masalahnya, tiap kali Fajar main sama cewek, entah cantik atau nggak, suaranya pasti imut-imut tapi skill-nya... yah, kurang.
Kalau skill-nya bagus, nggak perlu dibantu. Tapi kalau skill-nya terlalu buruk, Fajar juga ikutan kalah.
Dua cowok tinggi—sekitar 1,8 meter—jalan bareng sambil ngobrol seru, nggak sadar kalo ada penghalang di depan mereka.
Fajar cuma ngerasa lututnya nabrak sesuatu, terus denger suara “Ah” pelan.
Untungnya, Zul gercep. Dia langsung nunduk buat ngebantu seseorang yang tadi ditabrak Fajar.
Pas Fajar liat ke bawah, baru deh dia nyadar kalo yang ditabraknya itu gadis kecil yang tingginya cuma sebatas lutut.
Rambutnya dikuncir dua, matanya gede dan bulat, kulitnya putih lembut kayak kalo dicubit bisa keluar air, dan dia pake gaun pink, bener-bener imut banget.
"Adik kecil, lo nggak apa-apa?" Fajar buru-buru jongkok dan nanya.
Gadis kecil itu ditabrak tapi nggak nangis atau marah, dia cuma ngangguk patuh.
"Adik kecil, papa mama kamu di mana?"
“Di sana,” si gadis kecil nunjuk ke suatu arah. Zul dan Fajar liat ada pasangan suami istri berdiri di samping mobil sedan hitam nggak jauh dari mereka.
"Kalo gitu, kenapa kamu ke sini, padahal papa mama kamu di sana?" tanya Zul. Gadis kecil itu ngusap-ngusap kepalanya pake tangan kecilnya yang gemuk, "Papa bilang, aku harus datang buat jemput kakak."
Oh, jadi ternyata papa mama-nya ngajak anak bungsu buat jemput kakaknya.
Fajar nggak bisa nahan buat komen, "Anak secantik ini, kakaknya pasti nggak kalah cantik."
Zul ngelirik dia sekilas dan bilang santai, "Bukannya lo sendiri yang lagi kangen?”
Fajar ketawa kecil, "Gue kan cuma bercanda, nggak beneran suka sama orang lain."
Pas mereka ngobrol, gadis kecil yang tadi ngeliatin dua kakak cowok tampan ini tiba-tiba teriak, “Kakak!”
Suara mungilnya yang gemesin bikin hati orang-orang yang lewat meleleh.
Gadis kecil itu terus manggil, "Kakak, kakak, kakak."
Zul dan Fajar ngikutin arah pandang si gadis kecil, dan beberapa orang yang lagi jalan juga berhenti—terpukau sama kelucuannya.
Begitu si gadis kecil liat kakaknya berhenti, dia langsung lari pake kaki kecilnya yang gemuk dan imut.
Lalu, dua kakak cowok itu ngeliat si gadis kecil meluk kaki seorang cewek yang lebih besar.
Dan cewek itu mereka kenal, namanya Chira.
Chira kaget pas kakinya tiba-tiba dipeluk, terus dia ngeliat ke bawah dan sadar siapa gadis kecil itu, wajahnya langsung berubah.
“Cheli, kok kamu di sini?”
“Kakak, papa dan mama datang buat jemput kamu pulang, rayain Festival Pertengahan Musim Gugur.” Gadis kecil itu baru sekitar lima atau enam tahun, ngomongnya masih agak belepotan, tapi cukup jelas.
“Papa mama kamu di mana?”
Si gadis kecil nunjuk arah, dan Chira langsung gendong dia ke arah itu.
Pas ngelewatin dua kakak cowok itu, gadis kecil itu dengan sopan bilang, “Kakak-kakak, sampai jumpa.”
Fajar ketawa, "Chira, ini adik lo ya? Lo punya adik sekecil ini, imut banget."
Chira cuma ngelirik mereka sekilas tanpa jawab.