Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hutan Buatan
Kevin merasa tertarik sekarang. Ia telah diwarisi kemampuan terkait hewan, tumbuhan dan angin.
"Aku penasaran, bagaimana mereka memodifikasi hewan dan tumbuhan di dalam sana, juga apa ada benda baru yang mereka rekayasa di sana", Kevin merasa tidak sulit mengumpulkan emas itu. Tapi ia tidak yakin bisa nyaman seandainya berhasil masuk ke kota Dorman.
Satu setengah kilometer dari tembok kota Dorman, terdapat sebuah rimba buatan yang dibuat oleh para penghobi berburu dari kota Dorman. Baik tumbuhan atau hewan di sana sebagian besar adalah hasil laboratorium, sehingga begitu menarik banyak orang untuk datang ke sana.
Hanya saja, penjaga hutan telah memperingatkan agar tidak masuk ke dalam sana. Baik tewas diterkam hewan atau terkena peluru liar, semua bukan tanggung jawab penjaga hutan. Hanya warga kota Dorman yang mendapat perlakuan khusus, termasuk pengamanan tambahan.
"Wah, sepertinya menarik untuk menjelajah hutan buatan itu. Tapi, aku tidak kebal peluru, juga tidak punya kekuatan mengetahui adanya seseorang yang mungkin mengincarku di dalam sana", Kevin pun memilih berhenti di tepi pagar hutan yang hanya seutas kawat tajam, seakan sengaja dilakukan untuk memancing orang-orang yang penasaran agar ikut memasuki hutan dan "memeriahkan" semarak perburuan.
Malam itu, Kevin dengan kemudahan yang ia miliki, mendapat informasi dari seluruh hutan ini melalui hewan, baik tikus atau pun burung.
"Sebenarnya, apa kehebatan cincin ini? Kenapa mereka semua patuh saat cincin ini nampak?", batin Kevin sembari memandangi cincin itu. Ia mencoba menggali dalam ingatannya. Samar-samar dia bisa merasakan bahwa cincin ini seperti sebuah baterai yang bisa menyimpan dan mengalirkan energi.
" Apa mungkin pemilik sebelumnya menyimpan tenaga dengan cincin ini?", Kevin yang penasaran pun mencoba menyerap energi dari batu permata energi yang dia miliki dan mengalirkan ke dalam cincin.
"Wah, sesuai dugaanku", Kevin bisa merasakan bahwa cincin ini memang bisa menyerap energi, namun sifatnya pasif. Dibutuhkan pemicu dari pengguna untuk memasukkan energi. Anehnya, setelah energi batu terkuras dan kehilangan pendaran, Kevin tidak merasakan kejenuhan apapun seperti saat ia menyimpan energi di dalam sel tubuhnya.
"Kalau di cerita yang kubaca di komik, para pendekar itu menyimpan energi di tubuhnya. Apa cincin ini semacam penyimpanan energi itu?", gumam Kevin, merasa bahagia sekaligus takjub. Jika kultivator harus membangkitkan kemampuan dantian, maka Kevin tidak memerlukannya.
" Apa mungkin para pendekar masa lalu menggunakan benda seperti ini untuk menggantikan dantian? ", dug Kevin yang mengingat beberapa legenda orang sakti yang memiliki keris dan tombak yang bahkan bergerak sendiri tanpa perlu energi penggunanya. Tentu saja, ini pikiran naif Kevin yang tidak memahami eksistensi mahluk ghaib, berbeda dengan kekuatan legenda kultivator.
"Ah, sudah lah. Yang penting sekarang aku harus melihat, seberapa banyak cincin ini bisa menyimpan energi dan bagaimana aku bisa menggunakannya di saat yang tepat", Kevin bermonolog lirih lantas menyerap semua energi dari sisa batu yang ia punya.
Meski sudah menduga bahwa cincin itu nyatanya tidak menunjukkan kejenuhan apapun, Kevin tidak heran dan semakin bersemangat mendapatkan energi untuk dikumpulkan.
"Sepertinya aku sudah tidak membutuhkan batu-batu ini lagi", Kevin berencana menjualnya nanti.
Saat tengah malam, Kevin yang kesulitan tidur karena terlalu bersemangat setelah mengetahui sebagian rahasia cincin itu, kini mencoba mengubah arah angin agar bisa ia manipulasi layaknya akar pohon kelapa waktu itu.
"Zrrt!"
Kevin bukan hanya mengubah arah angin. Bahkan ia bisa menggunakan angin untuk senjata memotong batang pohon setebal 70cm, kini terpotong setengahnya.
"Wah, hebat juga ya", Kevin kagum dengan temuan barunya. Tanpa gergaji mesin pun, ia yakin bisa menebang pohon ini hanya dengan dua kali tebasan. Kevin bahkan tidak kelelahan, karena memang hanya mengontrol gerakan dengan isyarat tangan dan kehendaknya.
"Pantas saja pria itu memesan agar berbuat kebaikan", Kevin mengangguk paham. Jika ia menggunakan kemampuan ini untuk kejahatan, bisa jadi satu negara pun akan runtuh.
Dari kejauhan, Kevin melihat kota Dorman, merasa tertantang untuk menyelinap ke dalam kota, tanpa perlu mematuhi aturan administrasi yang ia rasa hanya permainan penguasa kota. Bagaimanapun, punya banyak harta tanpa kemampuan melindungi, itu seperti ayam gemuk yang tak kuat berjalan jauh, siap jadi santapan pemburu.
"Tapi, bagaimana caraku menghindari peluru?", Kevin jelas tidak yakin. Karena kecepatannya berlari hanya dua kali kecepatan cheetah, jauh lebih lambat dari kecepatan peluru penembak jitu atau senjata mesin.
"Hufh, aku hanya bisa mengandalkan kelincahan dan insting hewan ditambah intuisiku saat bergerak", Kevin tak punya keyakinan akan selamat jika dikepung banyak senjata api, di mana dirinya sebagai target inti satu-satunya tanpa tempat sembunyi.
Malam itu ia pun tertidur dan mengaktifkan sensor telinga, memanfaatkan self hipnosis yang ia pelajari dari ingatannya. Keesokan pagi, Kevin berburu hewan di hutan. Tanpa banyak upaya, hewan itu menyerahkan diri.
"Eh, begitu rupanya. Enak sih, tapi jadi kurang seru", gumam Kevin. Dulu dia bahagia saat mendapat hewan tangkapan setelah usaha. Kini, hanya dengan pengaruh cincin di jarinya, semua jauh lebih sederhana dan terkesan membosankan di benak Kevin.
"Huh, mungkin sebab ini lah para raja dan orang kaya merasa bosan dalam hidupnya yang serba mewah dan mudah, sehingga mereka mencari hiburan dengan berburu atau hal ekstrim lainnya", tebak Kevin yang sedikit bisa memahami betapa membosankan jika segalanya begitu mudah didapat tanpa adanya tantangan.
Kevin pun menggunakan kesadarannya untuk menyimpan kembali cincin ke dalam tubuhnya. Sontak, hewan yang semula menyerahkan diri pun berlari menjauh.
"Hahaha, aku memang cuma manusia biasa. Nyatanya tanpa cincin itu, aku tidak punya wibawa apa-apa", ucap Kevin yang kini lebih nyaman. Ia mengeluarkan pisaunya dan berlari mengejar mangsa dengan kecepatan cheetah dan seluruh modifikasi ke dalam kemampuannya.
"Jleb!"
Kevin berhasil menikam rusa kecil yang tadi menyerahkan diri dan lantas melarikan diri. Tak ingin posisinya diketahui banyak orang, Kevin berlari ke pinggir hutan untuk menikmati buruan.
"Wah wah wah, ada tikus kecil yang berhasil mencuri peliharaan kita", terdengar seorang pria mendekat ke arah Kevin yang tengah memanggang rusa buruannya. Namun Kevin sengaja tidak merespon karena disamakan dengan tikus.
"Oh, mungkin tikus ini bisu. Jadi, sebaiknya kita rampas saja rusa panggang itu setelah matang. Lumayan untuk sarapan pagi ini", ucap pria lainnya, seraya menunjuk rusa yang tengah Kevin masak.
"Kau benar. Hei bocah, siapa kau, berani sekali berburu tanpa meminta izin kami sebagai penjaga hutan ini?", tanya pria berjenggot panjang, menenteng senapan laras panjang di pundaknya.
"Oh, sejak kapan kalian datang? Kukira tadi ada dua monyet yang rakus dengan rusa tangkapanku", balas Kevin atas sebutan tikus kepadanya.