SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Pilih Korban
Gavino mengunjungi sebuah club malam, dia baru saja menyelesaikan misi berbahaya di Rusia, sangat jelas di punggung tangannya terdapat luka dan memar serta wajah tegasnya juga ada beberapa luka.
Gavino duduk di ruang VIP tempat biasa dia menghabiskan malamnya, pria itu meneguk minuman alkohol dan menyalakan sebatang rokok, asap rokok itu mengepul di udara.
“Ingin sekali aku menyusul mu ke Indonesia Zee, tapi apakah kamu akan menerimaku?” Gavino menghembuskan nafas beratnya, ia sangat merindukan gadis yang membuatnya tidak bisa lagi mencium dan menyentuh wanita manapun.
Bagi Gavino, setiap kali dia menyentuh seorang wanita, bayangan Zoya akan semakin menghantuinya, sangat sulit untuk Gavino melupakan gadis itu.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi, Gavino dengan langkah sempoyongan keluar dari club itu lalu menuju ke mobilnya, karena kondisi mabuk, Gavino sedikit kesulitan untuk membuka pintu mobilnya.
“Biar aku bantu.” tawar seorang wanita yang tampak berusia 25 tahun pada Gavino.
Wanita itu membantu Gavino untuk menaiki mobil.
“Mana sopir mu?” tanya sang wanita pada Gavino.
“Tidak ada.” jawab Gavino singkat dan terkesan cuek.
“Bahaya sekali jika kau harus mengemudi tengah malam seperti ini.”
“Sudahlah pergi sana, kau hanya mengganggu aku saja.” gerutu Gavino lalu menutup pintu mobilnya.
Wanita itu lalu memanggil sopir taksi yang memang sedang ngetem di dekat club. Wanita tersebut kembali ke mobil Gavino lalu mengetuk kaca mobil yang membuat Gavino kesal.
“Mau apalagi kau hah?”
“Ikutlah denganku, aku akan mengantarkan mu pulang.”
“Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri.”
“Kau sedang mabuk, jangan membantahku, ayo ikut.” Gavino menggerutu namun dia memang bisa pasrah pada wanita itu karena kepalanya memang terasa sangat pusing.
Giselle, wanita yang membawa Gavino, Giselle wanita asal Rusia itu bekerja sebagai penyanyi sekaligus penari di beberapa club malam. Dia hanya tinggal berdua dengan ibunya saja karena ayahnya sudah meninggal setahun yang lalu, dia harus membiayai kebutuhannya dan ibunya dengan menjalani berbagai pekerjaan.
Giselle seorang pekerja keras, dia mampu melakukan pekerjaan apapun yang diberikan padanya selagi hal itu positif, mereka berdua naik taksi.
“Dimana alamatmu?”
“Saya tau alamat tuan ini nona.” Sopir taksi itu berkata.
“Oh dia cukup famous ya.”
“Di Rusia ini siapa yang tidak mengenalnya, dia pengusaha yang sukses serta orang terkaya yang dermawan.” Giselle mengangguk, Gavino memang cukup di kenal oleh berbagai kalangan, apalagi di club malam karena memang di sana tempat tongkrongannya.
Sopir taksi itu berhenti di sebuah mansion mewah milik Gavino, seketika Giselle terpaku melihat mansion itu.
“Ini rumah dia?” tanya Giselle pada si sopir.
“Iya, tunggu sebentar.” Sopir itu keluar dan memberitahu penjaga mansion kalau Gavino ada di dalam taksinya, mereka bergegas memapah Gavino untuk masuk.
Giselle kembali pulang ke rumahnya, rumah sederhana yang dia tempati bersama dengan ibunya.
“Mama, aku pulang.” Yona langsung menyambut putrinya, Yona tidak tahu kalau putrinya itu bekerja sebagai penari dan penyanyi di club.
“Bagaimana hari ini pekerjaanmu? Apa bosmu baik?”
“Ya lumayan baik ma, ini uang yang aku dapatkan malam ini.” Giselle memberikan beberapa lembar uang pada Yona, wanita 50 tahunan itu begitu bahagia mendapatkan uang dari Giselle.
“Bangunkan aku nanti jam 8 pagi mama, aku tidak ingin terlambat ke supermarket besok.”
“Bukannya kamu ada shif malam? Kenapa paginya kamu masuk lagi?” yang diketahui Yona mengenai pekerjaan Giselle ya hanya karyawan di supermarket.
“Aku mengambil shif double, jadi bonusnya lumayan besar.” Bohong Giselle, Yona percaya saja karena memang selama ini anaknya itu tak pernah berbohong.
Giselle harus banting tulang seperti ini karena mereka memiliki hutang yang sangat banyak, jadi Giselle harus bekerja siang malam, pagi sampai sore dia akan bekerja di supermarket lalu malamnya di club sebagai penyanyi dan penari erotis.
...***...
“Habis tidur lagi lo sama Gaby? Ada videonya nggak?” ledek Fajar saat melihat Damar baru saja datang, mereka memang berkumpul di rumah Aditya.
“Berisik lo, jangan pandang rendah Gaby, gue nggak suka.”
“Wah kayaknya lo mulai suka sama tu cewek?” tanya Aditya.
“Beruntung banget si Gaby, dari sekian banyak cewek yang lo tidurin, baru kali ini lo ngebelain psk lo.”
“Heh Geo brengsek, dia bukan psk, kita aja yang kurang ajar udah ngerusak hidup dia, sekali lagi lo ngomong jelek mengenai Gaby, gue habisin lo.” Damar yang tadinya ingin kumpul dengan mereka jadi terpancing emosi dan memutuskan untuk pulang.
“Heh Damar, lo mau kemana?” tanya Aditya.
“Pulang.”
Aditya, Fajar, dan Geo saling pandang, mereka heran dengan sikap Damar yang berubah seperti itu.
“Jatuh cinta pasti ni anak sama Gaby.” ujar Geo.
“Biarin ajalah, bukan urusan kita juga.” tukas Aditya.
Aditya hari ini ada bimbingan dengan dosennya, kali ini dia sudah jamin akan lulus muliah, diusianya yang memasuki 25 tahun, membuat dia sedikit malu untuk terus tertahan menjadi mahasiswa.
Aditya duduk di kantin kampus sendiri, tatapannya teralih pada Zoya yang saat ini sedang makan bersama teman-temannya, senyuman Zoya membuat Aditya sedikit terpana.
“Heh, itu siapa?” tanya Aditya pada mahasiswa lain yang duduk di dekat mejanya.
“Zoya, dia mahasiswi semester 6.” Aditya mengangguk dan tersenyum.
Sepulang dari kampus, Aditya mengajak Zoya berkenalan karena memang dia merasa tertarik dengan gadis itu.
“Pulang bareng yuk.”
“Nggak deh, aku mau pulang sendiri.”
“Kamu bawa kendaraan?”
“Enggak, aku pakai taksi.”
“Bareng aku aja.”
“Nggak usah Dit, terima kasih tawarannya.” Aditya kesal dengan penolakan Zoya, dia memaksa Zoya untuk masuk ke dalam mobilnya dan membawa Zoya ke tempat biasa dia mengeksekusi orang.
Tentu tak semudah itu menaklukkan Zoya, saat turun dari mobil, baku hantam antara Zoya dan Aditya terjadi, Zoya yang memang sudah bisa bela diri dengan mudah mengalahkan Aditya.
Kini kaki Zoya tepat berada di leher Aditya yang saat ini terkunci di dinding, lalu kaki Zoya langsung menendang wajah Aditya.
“Kalau aku bilang nggak mau, ya berarti aku nggak mau.” Zoya mengambil tasnya di dalam mobil dan meninggalkan Aditya seorang diri, Aditya memukul lantai dengan kesal, baru kali ini dia dilumpuhkan oleh korbannya.
“Awas lo Zoya, gue bakalan bisa buat taklukin lo.” Mata Aditya memerah, dia menyimpan dendam untuk Zoya.
Di dalam taksi, pikiran Zoya kembali melayang pada Gavino, dia tidak bisa lagi memungkiri kalau dia begitu merindukan Gavino.
Zoya meraup wajahnya gelisah lalu sedikit meringis karena bagian kening dan pelipisnya terluka karena perkelahian antara dia dan Aditya tadi.
Zoya turun di depan gerbang rumahnya, setelah membayar ongkos taksi, Zoya dengan ramah menyapa satpam yang bekerja sudah lama di rumah itu.
“Udah makan pak?” sapa Zoya.
“Udah non, udah minum kopi juga.” sahut satpam itu pada Zoya.
Zoya melenggang masuk ke dalam rumahnya, karena sekarang sudah pukul 6 sore, jadi Sean sudah di rumah.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam, ini dia baru pulang, Zay baru aja pergi nyariin kamu Zee.” Ujar Sean, Zoya terpaku saat melihat ada Gavino sedang duduk di ruang tamu bersama dengan Sean dan Sonia.
“Zee.” panggil Sean lagi yang membuat Zoya terkesiap.
“Oh itu tadi Zee ada halangan di jalan pa.” Zoya mendekati kedua orang tuanya lalu menyalami mereka.
“Wajah kamu kenapa?” tanya Sean.
“Ada yang gangguin aku tadi, makanya aku telat pulang pa.”
“Siapa?”
“Teman kampus, udah aku beresin juga kok.”
“Hah?” Sonia kaget mendengar Zoya membereskan seseorang, karena memang Sonia tidak tahu kalau Zoya sekarang sudah bisa bela diri.
“Maksud Zee ada yang bantuin tadi mama.”
“Mama obatin ya luka kamu.”
“Biar Zee aja.”
Zoya bergegas ke kamarnya, ditangga, dia kembali melirik ke arah Gavino yang mana pria itu juga meliriknya, ada rasa rindu yang begitu besar di hati mereka masing-masing.
...***...