siapkan tisu sebelum membacanya ya geees.. cerita mengandung bawang 😅
" kamu harus menikah dengan Rayhan. Shena" ucap ibu lirih
"Kenapa harus Shena Bu? bagaimana dengan mas Arhan yang sedang berjuang untuk Shena?" aku menyentuh lembut jemari ibuku yang mulai keriput karena usia yang tidak muda lagi.
"menikahlah Shena. setidaknya demi kita semua, karena mereka banyak jasa untuk kita. kamu bisa menjadi suster juga karena jasa mereka, tidakkah ada sedikit rasa terima kasih untuk mereka Shena?"
ibuku terlihat memohon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAKIT
Suara alarm di ponselku masih belum berbunyi. Aku sudah terbangun dan memutuskan untuk sholat dua rakaat. Menunggu waktu subuh dan menyambut fajar yang indah.
Selesai dengan kegiatanku aku aku pergi ke dapur, aku tak sadar kalau di rumah ini tidak ada apa – apa. Haruskah aku meminta Mas Rayhan untuk mencari sarapan untuk kami. Ah nanti pasti dia akan marah.
Tapi, jika aku diam saja aku pasti akan kelaparan dan penyakitku bisa kumat. Itu akan sangat membuatku tidak nyaman. Aku harus kuat untuk menghadapi semua masalahku, dan untuk menerima kejutan apa lagi dari lelaki yang ku sebut suami itu.
Aku memberanikan diri untuk pergi ke kamar Mas Rayhan. Terlihat remang – remang di luar jendela.
Tok!
Tok!
Tok!
“Mas”
Ku coba mengetuk pintu kembali, tapi tidak ada balasan darinya. Aku harus masuk walaupun aku takut dengan tatapan horornya tapi ku beranikan diri demi kesehatan lambungku.
Kubuka pintu kamarnya dengan perlahan, ternyata dia masih tertidur pulas. Aku harus tetap membangunkan dia. Jika dia tidak mau cari makanan aku sendiri yang akan keluar mencarinya, tapi aku harus minta uang dulu.
Aku tidak memegang uang sepeserpun, hanya uang sisa beli nasi padang kemarin yang aku punya sekarang ini.
“Mas, bangunlah. Sudah siang”
Dia hanya diam meringkuk dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Mendadak aku curiga dengan kondisinya saat ini. Dengan jemari yang gemetar aku menyentuh dahinya.
“Ya Allah, panas”
Dengan sigap aku mengambil air hangat untuk mengompresnya. Aku coba membenarkan cara tidurnya. Meletakkan handuk yang basah di dahinya. Dia tidak melawan dan tidak berkata apapun. Mungkin dia nyaman kau kompres apalagi suhu tubuhnya memang sangat panas
“Jika ini kesalahanku karena membiarkanmu berendam tadi malam aku akan merawatmu Mas” ucapku lirih
Berulang kali aku mengganti kompresnya. Dan perlahan panasnya turun juga. Dia semakin pulas dan dia merintih dan mengigau.
“Aku tidak akan melupakanmu” ucapnya dengan mata terpejam.
Ku jauhkan jemariku dari dahinya, tapi dengan cepat dia meraihnya kembali. “Suatu saat nanti kita pasti bersama” ucapnya lagi.
Aku hanya diam mendengar igauannya. Walaupun tanganku yang di pegang saat ini tapi yang dia pikirkan adalah wanita lain.
“Aku cukup berdosa, aku tidak mau melakukan itu, aku sudah menikah dan aku tidak mau berkhianat” igaunya lagi.
Aku menghela napas dengan berat, rasanya cukup sesak. Apakah dia akan melakukan sesuatu dengan wanita yang dia impikan itu? Kenapa kamu tidak berterus terang mas, kalau saja aku tahu kamu sudah memiliki pilihan aku tidak akan menerima pinangan dari keluargamu.
Aku mencoba melepaskan tanganku dari genggamannya. Aku pergi dari kamarnya. Seketika lapar ku hilang. Aku tidak sanggup mendengar igauannya lagi
Aku terduduk di lantai memeluk lututku dan menenangkan diriku sendiri. Aku menangis tapi aku berusaha membuat suara tangisku tidak terdengar oleh orang lain
Aku melupakan dia yang demam, aku memilih menangis mengeluarkan rasa sesak di dada. Entah sampai kapan semua ini akan berakhir.
“Shena!”
aku mendengar suara memanggil namaku
“Shena, buka pintu!” teriaknya lagi
Aku langsung bangkit, sadar jika ada dia di depan pintu kamarku. Ku bersihkan wajahku yang basah karena air mata. Ku ucap istigfar beberapa kali setelahnya kau buka pintu kamarku.
“Aku beli sarapan, kamu siapkan di meja” ucapnya seraya memberikan makanan yang terbungkus kantong plastik itu.
Aku meraih makanan tanpa melihat ke arah wajahnya, aku hanya berpikir kalau dia sudah baik – baik saja. Cukup lama aku menangis di kamar sampai dia keluar dan mencari sarapan pun aku tidak mengetahuinya.
Aku menyiapkan makanan yang di beli mas Rayhan tadi di atas meja makan. Tapi kali ini aku tidak membuatkannya teh. Melainkan teh yang aku siapkan untuk diriku sendiri
“Mas, sudah selesai” ucapku dengan wajah yang masih menunduk.
Sekilas aku melihat dia menatap aneh ke arahku. Aku mengabaikan dia dan memilih melangkah menuju dapur. Aku menarik kursi di depannya, maksud hati ingin menikmati sarapan berdua dengannya. Tapi, tiba – tiba pandanganku tertuju pada teh yang aku buat tasi, kenapa dia meminumnya? Bukankah dia tidak mau minum teh buatanku.
“kamu minum teh itu, Mas?” tanyaku dengan heran.
Dia tidak menjawab dan tetap fokus dengan makanannya. Tanpa aku sadari aku tersenyum seketika itu.
Aku sarapan di meja yang sama dengannya tapi aku tidak memperhatikannya lagi. aku takut dia berubah sikap dan malah mungkin kabur entah kemana lagi.
“Kita pulang besok. Aku tidak enak badan, tidak kuat buat nyetir” ucapnya setelah selesai menghabiskan sarapannya.
“Iya” sahutku singkat tanpa menoleh ke arahnya.
Selesai makan aku membereskan bekas makanan dan membersihkan piring kotor.
Pukul sebelas siang, aku menghampiri dia yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.
“Mas”
Dia hanya berdehem tanpa memperhatikanku. Aku ingat ucapan ibu, aku harus berani aku harus kuat untuk saat ini. Aku akan melakukan apapun agar hatiku lega. Aku bukan pendendam apalagi pembenci. Aku tidak akan memaksa Mas rayhan untuk menyukaiku.
“Soal tadi malam mas, jujur aku kecewa sama kamu”
“Mau marah?” ucapnya yang sudah meletakkan ponselnya di atas meja. Pandangannya beralih padaku.
Aku menggelengkan kepala. “Tidak, aku tidak marah, tapi ibu tahu soal itu” ucapku memberanikan diri untuk menatapnya.
“kamu mengadu sama Ibu?”
“Tidak, Waktu kamu datang sama wanita itu ibu sedang menelpon ku. Sebelumnya ibu menyuruhku untuk menjemputmu. Apakah wajar kamu sebagai suami menghabiskan waktu dengan wanita lain seperti kemarin itu Mas?”
“Kamu tidak mengenalku”
“Memang aku tidak mengenalmu, dan aku tidak peduli itu. Tapi, setidaknya pikirkan Ibumu kalaupun kamu tidak takut dosa dari perbuatanmu itu” ucapku dengan tegas.
Aku menghela napas mengumpulkan kembali keberanian. Aku akan mengatakan semua unek – unek yang selama ini aku pendam. Aku tidak mau dia masuk ke lembah dosa perzinahan
“Apa hubungan kalian Mas?”
“bukan urusan kamu”
“Memang bukan urusanku. Setidaknya pikirkan sesuatu yang akan membuat ibumu terluka karena sikapmu, Mas. Aku tidak peduli jika kamu tidak menerimaku sebagai istri, tapi jangan lukai hati ibumu dengan perbuatan yang menjijikkan itu”
“Kamu memikirkan apa? Kamu pikir saya gila? Kamu pikir saya sudah berzina?” ucapnya dengan tatapan tajam seolah menusuk ke jantung
“Iya kamu gila mas. Kalau kamu tidak bisa melupakan dia, lebih baik kamu menikah dengannya” ucapku
“Jaga ucapanmu, Shena!” tegasnya
“Kenapa mas? Aku tidak mau kamu berbuat dosa dengan wanita itu. Aku juga tidak mengharap lebih dari hubungan kita ini”
“kamu yakin dengan ucapanmu itu?”
“Kenapa bertanya?” tanyaku balik. “Kamu bisa menikah dengan Gea. Jika aku membuatmu tersiksa. Aku akan tutup mulut” sambung ku
“Kamu kira aku sebrengsek itu?”
“Aku hanya berusaha agar kalian tidak melakukan dosa Mas” sahutku
“Saya tahu menjaga batasan, jangan ceramah di depan ku”
“Nyatanya kamu bersama wanita itu dalam keadaan mabuk, bisa saja kamu secara tidak sadar melakukan dosa sama wanita itu”
“Kamu bisa diam nggak. Aku lagi sakit. Jangan membuat kepalaku tambah pusing, Shena”
paling yaah jealous 2 dikit laaah
manusiawi kok...
biar si Rayhan 'lupa' pd naila..
kini dia hrs menjaga shena, masa depan nya
apa aj itu isinya????
wkwkwk
stlh shena sembuh,
gugat cerai ajalah si Rayhan...
Kdrt pun...
hahhh.
walaupun cerai itu boleh tp ttp dibenci.Alloh....
dan shena masa depanmu..
Ray...
bisakah kamu membedakannya?
bukan berarti kamu hrs melupakan Naila...
pria bermuka dua