seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 12
Malam tiba, dan hujan pun berhenti, membuat udara terasa sejuk.
Saat ini, Nabillah berada di rumahnya. Ia sedang menatap ke arah jendela kamarnya. Ia suka dengan suasana malam karena membuat dirinya merasa tenang.
Tiba-tiba, ia tersenyum mengingat Delvin yang begitu perhatian. Ia berjalan menuju meja belajar, lalu duduk setelah mengambil buku diari yang ia punya. Ia mulai menulis tentang kegiatan hari itu dan isi hatinya.
Setelah itu, ia keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil minuman. Namun, saat sedang mengambil minum, ia melihat ayahnya yang menuju ke arah dapur.
"Ibu mana, Ayah?" tanya Nabillah.
"Ibu sedang di taman belakang, Nak," jawab Ayah Nabillah.
Nabillah pun langsung menuju ke taman belakang dan melihat ibunya yang sedang duduk di kursi roda.
"Ibu?" panggil Nabillah.
Ibu Nabillah menoleh, lalu tersenyum dan menyuruh Nabillah untuk menghampirinya.
"Ibu sedang apa?" tanya Nabillah.
"Ibu duduk saja, sambil melihat langit. Ibu suka ketenangan di malam hari," jawab Ibu Nabillah.
"Memang, suasana di malam hari itu sungguh tenang, Bu. Nabillah juga suka ketenangan di malam hari," ujar Nabillah.
Ibu Nabillah tersenyum mendengarkan perkataan anak perempuannya ini.
"Oh iya, Nak. Sejak kapan kamu pacaran dengan Delvin?" tanya Ibu Nabillah.
Nabillah menunduk dan tidak menjawab pertanyaan ibunya. Ia hanya merasa malu, karena ini adalah pertama kalinya ia mengajak pacarnya ke rumah, dan itu pun tidak sengaja.
"Apa Delvin tipe kamu, Nak?" lanjut Ibu Nabillah, karena ia tahu Nabillah sedang menahan rasa malunya.
Nabillah hanya mengangguk sebagai jawaban. Ibu Nabillah tersenyum, ternyata anak gadisnya ini sudah dewasa.
"Ibu, menurut Ibu, bagaimana kalau misalkan salah satu anak Ibu mempunyai kekasih yang berbeda agama?" tanya Nabillah ragu-ragu.
"Ibu tidak melarang anak Ibu pacaran dengan siapapun, tapi yang perlu kamu ketahui, pacaran beda agama itu salah besar, Nak. Walaupun mereka saling mencintai, takdir kalian itu tidak akan merestui. Kenapa Ibu bilang seperti itu? Karena Ibu pernah merasakannya saat muda dulu," jawab Ibu Nabillah.
"Memang kenapa, Nak?" lanjut Ibu Nabillah sambil menatap Nabillah.
"Tidak apa-apa, Bu. Nabillah hanya bertanya saja. Soalnya, di zaman sekarang banyak sekali yang pacaran beda agama," jawab Nabillah berbohong.
Nabillah belum siap jika keluarganya tahu bahwa ia dan Delvin berbeda keyakinan. Ia sangat mencintai Delvin, namun apa yang dikatakan ibunya memang benar adanya. Ia hanya bisa terus berdoa, semoga ada keajaiban bagi dirinya dan Delvin.
"Betul kata-katamu, tapi yang namanya perasaan juga nggak bisa dibohongi," ucap Ibu Nabillah.
"Apakah Delvin punya keyakinan yang sama seperti kita, Nak?" tanya Ibu Nabillah sambil menggenggam tangan Nabillah.
Nabillah terdiam mendengarkan perkataan ibunya. Ia bingung harus menjawab jujur atau bagaimana.
"Kamu nggak bisa bohongin Ibu, Nak," lanjut Ibu Nabillah.
Nabillah tersenyum, lalu menggenggam tangan ibunya kembali.
"Kak Delvin sama seperti kita, Bu. Lagi pula, kalau Kak Delvin melihat Nabillah yang memakai hijab, seharusnya dia sudah tahu, kan, Bu?" jawab Nabillah, meskipun ia berbohong.
"Maaf, Ibu. Nabillah bohong," ucap Nabillah dalam hati.
Ibu Nabillah tersenyum dan mengangguk percaya, membuat Nabillah tersenyum dan kemudian memeluk ibunya. Ibu Nabillah membalas pelukan itu. Mereka pun saling berpelukan, dan Ayah Nabillah yang melihat dari belakang ikut tersenyum haru melihat anak keduanya dan istrinya yang menyalurkan kasih sayang.
Sementara itu, suasana di rumah Delvin. Delvin sedang duduk di meja kerja sambil memainkan ponselnya.
"Sampai kapan kamu fokus sama pekerjaanmu, Nak?" tanya Mama Ey sambil meletakkan kopi hitam di meja kerja Delvin.
"Maksud Mama? Lagi Delvin kerja juga buat kita," jawab Delvin, lalu meminum kopi buatan mamanya.
"Iya, Mama tahu, tapi umur kamu sudah tua. Jadi, kapan kamu mencari seorang istri untuk mu?" jawab Mama Ey, yang membuat Delvin malas karena dari kemarin topik ini terus dibahas.
"Mah, tidak ada pembahasan lain gitu?" tanya Delvin.
"Mama bilang begitu demi kebaikanmu," jawab Mama Ey.
"Mah, Delvin baru umur 23 tahun. Lagian, Kakak dan Abang juga belum menikah. Kenapa Mama terus-terusan menyuruh Delvin menikah?" ujar Delvin.
Mama Ey mempunyai enam anak, dan Delvin adalah anak keempat. Artinya, Delvin memiliki tiga kakak, dua perempuan dan satu laki-laki. Ia juga memiliki dua adik perempuan. Di Jakarta, Delvin tinggal bersama mamanya, abangnya, kakak keduanya, dan adik pertama. Sudah tiga tahun ia berada di Jakarta untuk mencari masa depannya.
Mama Ey menghela nafasnya, lalu menghampiri Delvin yang sedang duduk di kursinya dan mengelus pundaknya.
"Nak, Mama seperti ini supaya kamu tidak terus-terusan memikirkan Bella," ucap Mama Ey, yang membuat Delvin terdiam.
Delvin terdiam, lalu melirik mamanya dengan mata elangnya. "Mah, bisa nggak? Nggak usah bahas dia lagi. Delvin juga bakal ngenalin calon istri Delvin ke Mama," jawab Delvin.
"Kapan? Kamu selalu bilang seperti itu sama Mama."
"Intinya, tidak sekarang," jawab Delvin dengan nada tegas.
Mama Ey tidak marah mendengar jawaban seperti itu dari Delvin. Ia sudah terbiasa dengan hal itu.
Delvinn pun fokus kembali ke pekerjaannya, sementara Mama Ey yang melihatnya hanya menggelengkan kepala dan pergi keluar dari ruangan kerja Delvin.
Delvin melirik ke arah pintu yang sudah tertutup. Ia menghela nafas, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi, memijat keningnya yang merasa sedikit pusing.
"Apa gue harus memperkenalkan Nabillah ke Mama? Tapi gue belum siap, apalagi dengan kenyataan bahwa gue dan dia beda agama. Sial, kenapa gue dan Nabillah harus dipertemukan dengan perbedaan agama seperti ini?" ucap Delvinn pada dirinya sendiri yang merasa kesal dengan takdirnya.
Jujur saja, Delvin juga selalu terbayang oleh masa depan bersama Nabillah, bagaimana kelanjutannya nanti.
Kepalanya semakin pusing, akhirnya ia mengambil ponselnya dan menghubungi Nabillah untuk menemaninya bekerja sampai pagi lewat video call. Sebenarnya, ia juga kangen, padahal baru saja bertemu tadi siang.
Tak lama kemudian, panggilan diangkat oleh Nabillah. Delvin tersenyum karena Nabillah sedang tiduran dengan selimut yang ia gunakan sebagai hijab. Melihat wajah Nabillah di layar ponselnya membuat pusingnya hilang seketika. Memang, Nabillah memiliki pesona yang ajaib.
Ia pun menjadi semangat untuk kembali bekerja, dan terkadang mereka saling bertukar candaan, hingga akhirnya mereka video call sampai tertidur, meskipun Nabillah terlebih dahulu yang tertidur.
Namun, Delvin tidak berniat mematikan sambungan itu. Ia malah ikut tertidur di ruangan kerjanya.
TBC.....