Terpaksa menikah karena persoalan resleting yang tersangkut pada rambut seorang gadis bernama Laras ketika Polisi Intel itu sedang melaksanakan tugas mengejar pengedar narkoba. Polisi Intel itu menyembunyikan identitasnya dari sang Istri, ia mengaku sebagai seorang Ojol. Karena gagal menyelesaikan tugasnya. Aliando Putra Perdana hendak dipindah tugaskan ke Papua.
Tanpa Ali sadari, ia sengaja dikirim ke sana oleh sang Ayah demi menghindari fitnah kejam dari oknum polisi yang menyalahgunakan kekuasan. Ada mafia dalam institusi kepolisian. Ternyata, kasus narkoba berhubungan erat dengan perdagangan manusia yang dilakukan oleh oknum polisi di tempat Aliando bertugas.
Ingat! Bukan cerita komedi, bukan pula dark romance. Selamat menikmati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pilips, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengejar Pelaku
“Hoy!” Ali menepuk bantal kepala Bass sehingga pria itu sadar seketika. “Malah ngelamun.”
Baskara memegang pundaknya yang terasa cekat-cekit. Setelah ia menghela napas panjang, ia berkata, “gue udah nyalin videonya di laptop pribadi gue,” ujarnya.
“Terus …, itu laptop di mana sekarang?”
“Ya di kamar gue lah!”
“Oke, aku harus segera ke sana untuk ambil. Jangan sampai, penjahat gila itu datang ke rumah kita. Aku rasa, mereka sangat pintar dan juga ….”
“Apa?” Baskara mendongak menatap Aliando.
“Aku harus melaporkan hal ini ke Pak Chandra.”
“Tunggu!” Baskara segera meraih lengan Ali yang buru-buru ingin segera mengambil laptop Baskara di rumah.
“Apa lagi?”
“Jangan kasi tahu Pak Chandra.”
“Kenapa?”
Baskara cukup terdiam lama di pembaringannya. Ia sedang menimbang-nimbang, apakah ia harus mengatakan kecurigaannya kepada Ali?
“Hey,” ujar Ali merasa membuang-buang waktu.
“Mulai sekarang, lo jangan kasi tahu apa pun sama Prass.” Mata Baskara menatap dengan penuh penekanan. Sambil ia remas lengan Ali.
“Emang ada apa, sih, sama Prass?” beo Ali merasa bahwa Baskara memasukkan entitas baru untuk dicurigai.
“Lo pasti gak tahu kalau Andra sama Prass temenan, ‘kan?”
Wajah Ali sontak berubah. Benar saja, ia sama sekali tidak tahu kalau Andra dan Prass kenal. Meski mereka semua sekantor, namun, Prass akan selalu memberitahu Ali tentang siapa yang sedang dekat dengannya.
“Pokoknya kalau Prass coba nyari tahu kasus ini, lo jangan pernah bagi informasi apa pun!” Baskara kembali meluruskan tubuhnya, berbaring ke samping. “Tolong panggilin Bella ke sini,” pintanya.
“Tapi Bella jadi bantal buat Laras.”
“Heh?”
“Laras ketiduran, dia lelah.”
Setelah mengatakan hal itu, Aliando segera menuju rumahnya untuk mengamankan laptop pribadi Baskara.
Saat di jalan, ponselnya tiba-tiba berdering dan nama yang tertera pada layar adalah nama Prass.
Ali mengangkatnya, menyambungkan di mobil sehingga ia tak perlu repot memegang ponselnya. “Ya, Prass?”
(Kamu di mana?)
“Di jalan, Prass. Kenapa?”
(Baskara baik-baik aja, ‘kan?)
“Dia udah baikan.”
Lama suara Prass berdiam dan Ali menunggu perkataan sahabatnya itu.
“Halo, Prass?” tanya Ali, “kamu masih denger, ‘kan?”
(Hm, iya. Kalau boleh tahu …, sebenernya ada apa sih? Baskara tiba-tiba banget di serang?)
Ketika Ali hendak membuka mulutnya, ia langsung teringat dengan pesan Baskara. Ali langsung mengalihkan topik.
“Tumben lo nelfon malam-malam gini, Prass. Apa gak ada jadwal piket?”
(Kosong nih, ketemuan, yuk.)
“Waduh, gak bisa, Prass. Aku harus jagain Baskara di rumah sakit.”
(Oh, oke deh. Besok ketemu, ya. Aku mau cerita.)
“Owh, oke.”
Sambungan telepon terputus dan Ali menambah laju kendaraannya menuju rumah. Ia sudah tidak sabar untuk mengetahui seluruh isi video tersebut.
“Jika memang Andra ada di dalam video itu. Berarti …, dia salah satu orang yang mengacak-acak institusi kepolisian yang terhormat ini?”
***
Walkie-talkie berbunyi di atas meja pos penjagaan Rudi. Salah satu polisi intel yang masuk dalam tim khusus yang dibuat oleh Pak Chandra.
Rudi segera menjawabnya, “kijang satu, masuk. Ada apa?”
Namun, balasan yang didengar oleh Rudi hanyalah sebuah suara mendesah berat dan tepat setelah ia mendekatkan telinganya ke walkie-talkie, ia mendengar jelas sebuah suara minta tolong!
“Kijang satu! Ganti …, ganti! Siapa di sana?!” teriak Rudi mulai panik kemudian segera memeriksa senjata yang menggantung di pinggul kirinya.
“Hehh …, gzzzz. Kau mau menyelamatkan temanmu? Maka, ke sinilah di belakang bangunan tahanan lama.”
Walkie-talkiesegera mati dan Rudi dengan cepat menghubungi semua anggotanya di tim khusus.
Dalam obrolan group, ia menyampaikan bahwa, apakah ada teman mereka yang tidak bisa dihubungi?
Beberapa dari mereka menjawab dan menuliskan nama Aliando. Namun, dua detik kemudian, Ali membalas pesan mereka.
‘Ada apa?’
‘Oh, kak Ali, kami pikir kamu yang dihantam ancaman.’
‘Maksudmu?’
‘Aku menerima panggilan mengerikan dari walkie-talkie. Orang itu mengatakan, jika ingin menyelamatkan teman, maka aku harus segera menuju gedung terbengkalai bekas sel tahanan.’
Ali berdiri menatap layar ponselnya dengan muka tegang. Sebelah tangan lainnya lagi sudah memegang laptop Baskara. Jari-jarinya mulai mengetik cepat ketika ia mendudukkan bokongnya di sofa, berusaha tenang.
‘Cari tahu dulu, apakah salah satu anggota tim kita ada yang tidak bisa dihubungi? Aku pikir, jika bertindak gegabah, kita hanya berusaha di jebak.’
‘Ya, aku juga berpikir begitu, kak Al. Baiklah, aku akan melakukan panggilan video call kepada seluruh anggota tim kita.’
Setelah Rudi mengirimkan pesan itu. Ia segera melakukan panggilan VC . Benar saja, ada satu orang yang tidak bisa tembus.
“Itu Harlan?” tanya Aliando pada Rudi dan rekan lainnya yang melakukan VC bersama.
“Sepertinya, kak. Namun, Harlan adalah orang yang sangat aktif memegang ponsel. Mau berak, makan, bahkan ketika sedang tidur pun, tangannya akan secara otomatis mengangkat panggilan,” ujar Marlo membeberkan kebiasaan aneh rekannya.
“Rudi …, tunggu aku. Aku akan segera ikut bersamamu,” ujar Ali.
“Baiklah, kak Al. Aku berada di pos jaga paling depan.”
Ketika sambungan VC dimatikan. Ali segera menuju pos kantor polisi tempatnya bertugas. Buru-buru ia masuk ke dalam mobilnya. Ia tak perlu overthinking memikirkan Papa dan mamanya, sebab, Ali sudah meminta polisi junior sebanyak sepuluh orang untuk berjaga di rumahnya malam ini.
Ketika mesin mobilnya menderu, laptop milik Baskara di masukkan ke bawah kursi penyimpanan yang telah Ali modifikasi khusus untuk penyimpanan barang seperti senjata atau benda penting lainnya.
Mobil bmw-nya melesat di jalan raya kota. Semakin dalam ia menekan pedal gas untuk segera menuju pos tempat Rudi menunggunya.
***
Rudi segera berlari menuju mobil Aliando. Pada akhirnya, Rudi menceritakan ancaman tersebut. Tanpa perduli lagi, Ali mulai memikirkan strategi.
“Kau pergilah ke sisi kiri sedangkan aku ke sisi kanan. Terlalu bodoh jika kita terlihat bersama.”
“Baik, kak Al.” Rudi segera berlari sesuai arahan Aliando.
Sekarang, ke duanya bergerak cepat menuju bangunan terbengkalai bekas sel tahanan kejam di masa lalu.
Ketika Ali sudah semakin dekat, ia mendengar sebuah jeritan penuh kesakitan. Pistol yang Ali pegang sudah terisi peluru. Ali siap tempur kali ini.
Semetara itu, Rudi yang tiba duluan mendapati rekannya terbaring lemah. Mata Rudi melebar sempurna ketika melihat dua jari rekannya terlepas dari tempatnya.
“Astagah!” jerit Rudi kemudian segera menolong temannya. “Hey, kenapa bisa begini?”
Tidak ada jawaban, mulut temannya terlihat tercekat. Pelan-pelan, mata rekannya itu naik ke atas menyisakan mata putih saja. Mulutnya mengeluarkan busa dan badannya kejang-kejang.
“Hey! Harlan!” teriak Rudi kelihatan frustasi.
Namun, sesosok bayangan pria berbadan besar datang dari belakang Rudi. Seringainya begitu kejam. Pria itu memainkan jam tangan royalexnya lalu menodongkan pistol ke belakang kepala Rudi. “Sekumpulan tim t0l0l sedang bergerak.”
Suara tawa Andra terdengar menggelegar. Namun, Rudi tidak menyadari kalau orang itu adalah Andra, sebab pria besar itu mengenakan topeng dan baju biasa.
“Kau …, bajingan!” Ketika Rudi berdiri cepat, ia menghempaskan pistol di tangan Andra. Rudi lalu memijit leher Andra dengan sangat kuat.
Akan tetapi, Andra sama sekali tidak merasakan sakit sedikit pun. Karena Rudi bukan tandingan Andra, pria bertubuh besar itu memegang lengan Rudi dan memelintirnya hingga terdengar buji tulang patah.
Krekkk!!!
Boom!!!
Bogeman mentah meluncur ke wajah Rudi. Hanya sekali pukulan, polisi muda itu terkapar di samping Harlan.
Andra mendekat berniat untuk menginjak dada Rudi. Namun, dengan sigap, Aliando segera melucuti Andra dengan pistolnya.
“Berhenti!” seru Ali berjalan pelan, moncong senjatanya siap memuntahkan peluru untuk menembak bagian tubuh Andra. “Berbalik!” Titah Ali tanpa takut.
Andra mengikuti maunya Ali. Ia pura-pura melemah.
Dengan cepat, Aliando mengeluarkan borgolnya kemudian mementokkan ujung senjata ke jidat Andra. “Kau akan ditahan dengan hukuman seberat-beratnya,” kata Ali dengan nada suara pelan namun begitu murka.
Pria yang sedang terduduk bersimpu malah tertawa keras. Suaranya bergema. Ketika Ali mau menampar wajah pria itu. Tangan Andra lebih dulu menusuk perut Ali menggunakan belati yang sudah disembunyikan Andra di sakunya.
Tskkk!
Srettt!
Ali memundur dan suara tembakan pun lolos. Beberapa polisi yan sedang patroli di sekitaran sana segera menoleh satu sama lain pada rekannya.
Sama dengan yang berada di dalam ruang kerjanya. Pak Chandra bangkit dari duduknya dan menelan ludah. “Siapa yang menembak?”
Kini, Ali yang terluka namun masih bisa bergerak bebas mulai melakukan perlawanan. Karena Andra berusaha melepaskan borgolnya, Ali cepat-cepat menyerang dengan kekuatan penuh.
Andra tersungkur. Kini, kesempatan Ali naik ke atas tubuh besar itu dan melayangkan bogeman mentah dengan brutal.
Ketika Ali hendak membuka penutup wajah Andra. Suara seorang pria datang mengagetkannya dengan satu letusan peluru.
“Aliando!”
Ternyata …, itu adalah Prass. Ali menoleh dengan wajah keheranan. Ketika perhatiannya teralihkan, Andra sontak mencuri kesempatan.
Ia jedotkan kepalanya ke kepala Aliando. Ali pun limbung dan Andra kabur lewat pintu belakang.
Prass pura-pura berlari mengejar Andra dan ketika Ali sudah berhasil menyelamatkan Rudi dan Harlan, Prass muncul dengan napas tersengal.
“Prass?” beo Ali dengan wajah marah.
“Hey, Al.” Prass menjulurkan lengannya yang ada bekas sayatan panjang. “Sial, dia melukaiku,” ujarnya berusaha menarik empati Ali.
“Kau mendapatkannya?” serbu Ali berharap penjahat itu ketahuan identitasnya.
Namun, Prass menggeleng. “Dia kabur.”
“B4ng54t!!!” Ali menendang lemari besi. Amarahnya semakin menjadi. Napasnya naik turun dan ia mulai meninju tembok dengan brutal.
“Al! Sadar!” seru Prass menarik tubuh sahabatnya.
“Ali segera membalik tubuhnya dan menatap Prass. “Kenapa kamu menembakkan pistolmu di saat seperti itu, hah?! Kenapa pula kau tiba-tiba datang? Kau bilang kau tidak ada jadwal malam ini!”
Aliando menyerbu Prass dengan seluruh pertanyaan. Namun, Prasetyo segera berkilah dan memberikan jawaban masuk akal. “Aku ditelfon sama Papaku. Beliau minta aku jemput dia di kantor karena gak bawa mobil. Tapi, aku langsung ke sini ketika aku dengan suara letusan senjata api!”
Aliando kemudian menunduk dalam. Ketika itu, Pak Chandra datang. “Prass datang untuk menjemput saya. Kamu jangan terlalu menuduh semua orang, Al.”
“Aliando mendongak bos polisi tersebut. Rudi dan rekan lainnya merasa bersalah sempat mencurigai Prass.
“Kamu istirahat aja dulu, obati lukamu.” Prass menepuk pelan bahu Ali sehingga ia nampak penuh perduli.
Kamu gak akan bisa mencurigai aku. Lihat, ‘kan? Papa aku aja percaya sama aku. Aliando …, sampai kapan pun, kamu gak akan bisa nemuin pelaku bahkan eksekutornya! Semua video sudah kami hapus!
Sementara itu, lain di mulut, lain di hati. Aliando meminta maaf pada Prass dan ia akan menuju rumah sakit untuk menjaga Baskara sekalian mengobati lukanya.
Namun, benak Aliando berucap, kau begitu mencurigakan, Prass. Jangan salahkan aku jika kau masuk ke dalam salah satu variabel orang yang bergabung dalam sindikat perdagangan narkoboy, penjualan wanita, dan pencucian uang.