NovelToon NovelToon
Dr. Brain

Dr. Brain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi / Horror Thriller-Horror / Kehidupan di Kantor
Popularitas:276
Nilai: 5
Nama Author: Here Line

Raisha seorang agen rahasia ditugaskan menjaga seorang pegawai kantor bernama Arya dari kemungkinan ancaman pembunuhan Dr. Brain, seorang ilmuwan gila yang terobsesi menguasai negara dan dunia menggunakan alat pengendali pikiran yang terus di upgrade menggunakan energi kecerdasan orang-orang jenius. Temukan keseruan konflik cinta, keluarga, ketegangan dan plot twist mengejutkan dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Here Line, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 7 : Membujuk Kerjasama

Raisha mengikuti langkah cepat Arya keluar dari gedung. Suasana pagi jam sembilan terasa begitu cerah, tetapi di dalam hatinya ada ketegangan yang tak dapat diabaikan.

Di depannya Arya melangkah mantap, seolah tak ada yang bisa menghalangi jalannya. Sementara, Raisha beberapa puluh sentimeter di belakang, berusaha keras mengikuti, menyeimbangkan langkah Arya yang sedikit terburu-buru.

Sinar matahari menyentuh wajah Raisha, membuat gadis itu menyipitkan mata. Namun demikian, sinar terang itu cukup menghangatkan nuansa gelisah di pikirannya.

Beberapa detik kemudian, Arya tiba-tiba berhenti di pelataran gedung. Langkah Raisha hampir terpelanting, dan nyaris menabrak Arya.

Arya menoleh, memandang Raisha dengan tatapan tajam, penuh perhitungan. Ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat Raisha sedikit mundur secara emosional, merasa seperti seorang siswa yang siap menerima omelan dari gurunya.

Arya mengangkat satu alis, lalu bertanya dengan nada sinis, “Kenapa kamu mau membantuku, dan mengikutiku untuk promosi asuransi? Ini bukan acara main-main!”

Kata-kata Arya seperti pukulan tak terduga bagi Raisha. Ia merasa dihakimi, diragukan. Apalagi dengan tatapan itu—pandangan seperti orang dewasa yang berbicara kepada remaja yang mungkin dianggap tak begitu serius. Semua itu membuat kepercayaan diri Raisha terasa sedikit rapuh.

Raisha terdiam, kebingungan menguasai wajahnya. Pertanyaan Arya terlalu mendadak. Dia belum siap dengan jawaban yang tepat. Mengapa dia mengikuti Arya? Bukankah dia seharusnya langsung bicara tentang maksud sebenarnya sejak awal? Tapi bagaimana caranya menyampaikan semuanya tanpa membuat situasi semakin rumit?

“Bukankah kamu ada perlu kepadaku? Kenapa tidak sampaikan sekarang?” Arya mendesak lagi, dengan nada yang lebih tegas kali ini. Matanya menatap Raisha seolah ingin menemukan kebenaran tersembunyi di balik wajahnya.

Raisha tahu dia tidak bisa terus menghindar. Mungkin ini saatnya berterus terang, meski ada sedikit keraguan dalam dirinya. Dia menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa, dan akhirnya berkata, “Sebenarnya aku… aku butuh bantuanmu. Kudengar… kamu pandai dalam bermain teka-teki.”

Namun, alih-alih mendapatkan penerimaan seperti yang diharapkan, kata-kata Raisha justru memancing kemarahan Arya. Wajah Arya memerah, dan ia mengangkat tangan, seolah ingin menghentikan Raisha supaya tidak berkata lebih banyak.

“Teka-teki?” Arya hampir meledak. Suaranya pelan namun penuh tekanan. Dia terlihat tidak sabar dan berusaha keras mengendalikan diri. “Aku tidak punya waktu untuk permainan teka-teki, atau apa pun itu! Aku ada kerjaan sekarang, dan kamu tahu itu!”

Raisha mundur satu langkah, merasa terkejut oleh reaksi itu. Tapi dia tidak menyerah begitu saja. Dia mengambil napas panjang dan mencoba tetap tenang.

“Ya, makanya, aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu dulu,” ucap Raisha cepat, berusaha memperbaiki suasana yang semakin tegang.

Arya mendesah panjang, seolah kehabisan kesabaran. Dia memandang Raisha dengan tatapan datar, jelas bahwa dia tidak yakin dengan semua yang baru saja diucapkan.

"Oke, meskipun pekerjaanku selesai nanti, mungkin aku tak punya waktu untuk bermain teka-teki setelahnya," katanya dingin sambil berjalan menjauh, langkahnya cepat menuju keramaian yang mulai memadati jalan.

Raisha merasa putus asa. Jika Arya benar-benar pergi sekarang, kesempatan untuk mendapatkan bantuannya mungkin akan semakin sulit. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak, “Tunggu!”

Arya berhenti lagi dan berbalik.

“Apa lagi?” tanyanya dengan nada jengkel.

Raisha tahu ia harus melakukan sesuatu. Tidak ada waktu lagi untuk permainan atau penjelasan yang setengah-setengah. Arya sudah terlalu jauh, dan jika ia tidak segera memberikan alasan yang kuat, segalanya akan berakhir di sini.

Raisha menelan rasa takutnya, kemudian akhirnya mengucapkan kebenaran yang telah lama ia pendam.

"Baik, baiklah, aku akan berterus terang," katanya, suaranya bergetar sedikit meski ia berusaha keras untuk terdengar tegas. "Sebenarnya aku butuh bantuanmu untuk memecahkan teka-teki sebuah kasus. Pelakunya harus segera ditemukan."

Arya terdiam. Perlahan, ia mendekat, menatap Raisha dengan ekspresi skeptis yang kini semakin terlihat jelas di wajahnya. Matanya menelusuri wajah Raisha, seolah mencari tanda-tanda kebohongan atau tipu muslihat.

“Kasus?” Arya akhirnya berkata dengan nada rendah, tapi penuh tekanan. "Kasus apa? Memangnya kamu siapa?"

Raisha merasa napasnya memburu. Ia menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya yang terus berdebar kencang. Saat matanya kembali terbuka, ia bertemu dengan tatapan tajam Arya dan berusaha menjawab dengan sejelas mungkin.

"Namaku Raisha," ia berdehem pelan, "Saya utusan dari badan intelijen, dan saya butuh bantuanmu segera untuk menyelesaikan sebuah kasus besar," sambung gadis itu setengah berbisik.

Untuk sesaat, Arya terlihat benar-benar tak percaya. Wajahnya berubah dari skeptis menjadi marah. Ia mendengus dengan penuh ejekan, matanya menatap Raisha seolah gadis itu baru saja menceritakan lelucon terburuk dalam hidupnya.

“Tidak, kamu salah orang,” katanya dingin, sambil melangkah pergi. "Aku hanya sales asuransi. Meski kamu bicara jujur, aku bukan orang yang tepat."

Arya segera pergi, melambaikan tangan dengan sikap tegas, seperti ingin mengakhiri percakapan itu sekali untuk selamanya.

"Dan lagi, tak ada bukti bahwa aku harus percaya padamu," ibuhnya.

Raisha terpaku di tempat, tak mampu berkata apa-apa. Ia tahu Arya sudah hampir sepenuhnya menolak tawarannya. Tapi ia tidak bisa menyerah sekarang. Tidak ketika semuanya begitu penting.

“Aku sungguh-sungguh! Aku tidak bohong!,” katanya cepat, suaranya sedikit bergetar.

Arya tidak menjawab. Ia terus berjalan menjauh, meninggalkan Raisha dengan semua ketidakpastian yang menghantui.

Raisha memandang punggung Arya yang menjauh. Napasnya terasa berat. Apakah ini akhir dari usahanya? Atau masih ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya?

Raisha merasa jantungnya berdebar keras saat Arya semakin jauh, seolah segala harapannya hilang begitu saja. Namun, saat itu juga ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari Greg.

Raisha membuka pesan tersebut, dan saat ia membacanya, mata Raisha melebar. Sebaris informasi yang tertulis membuat napasnya tertahan. Raisha segera menyusul Arya.

“Tunggu! Aku tahu, meski kamu bekerja di perusahaan asuransi, kamu sebenarnya lulusan terbaik di bidang komputer dari universitas ternama. IQ 180, dan cukup ahli di bidang kriptografi. Kamu tak bisa menghindar lagi,” tegas Raisha dengan suara yang lebih mantap.

Arya terhenti di tempat. Ia tidak langsung berbalik, tapi bahasa tubuhnya berubah. Ketegangan di bahunya terlihat jelas, seperti terkejut mendengar kata-kata Raisha.

“Kamu... tahu siapa aku sebenarnya?” tanya Arya pelan, suaranya hampir tidak terdengar, seolah dia sendiri tidak yakin dengan apa yang baru saja dia dengar.

Setelah cukup dekat Raisha menatapnya dengan tenang, namun nada bisikannya tetap tegas. “Sudah kubilang, aku utusan dari badan intelijen. Ini urusan darurat nasional.”

Dengan hati-hati, Raisha menarik sesuatu dari balik jaket hoodienya. Sebuah tanda pengenal kecil berwarna hitam dengan lambang resmi, yang ia perlihatkan kepada Arya. "Ini tanda pengenalku. Aku sungguh-sungguh."

Ia melirik sekelilingnya, memastikan tidak ada orang lain di sekitar pelataran gedung yang sepi di akhir pekan itu. Beruntung, tidak ada satu pun yang terlihat.

Arya menoleh setengah badan dan menyipitkan mata, membaca tanda pengenal yang ditunjukkan Raisha.

“Apa?” Arya berkata dengan nada marah, “NIMBIS? Tidak, tidak bisa. Aku tidak bisa membantumu,” katanya sambil menggeleng kuat. "Sudah kubilang, aku hanya sales asuransi."

Arya berbalik hendak melangkah pergi lagi, namun Raisha buru-buru berkata sebelum kesempatan itu hilang.

“Lebih dari sepuluh kasus pembunuhan telah terjadi. Dan semua korbannya adalah orang-orang penting. Aset berharga negara ini. Orang-orang jenius, para ahli teratas di bidangnya. Bahkan beberapa ilmuwan sudah menghilang tanpa jejak.”

Arya berhenti. Punggung dan bahunya terlihat tegang, dan suaranya rendah namun penuh ketegasan, “Aku... tidak mau berurusan dengan NIMBIS. Dan aku tidak akan pernah menginjakkan kaki ke NIMBIS.”

Raisha mengerutkan alis. “Memang apa masalahmu dengan NIMBIS?” tanyanya, mencoba menyelidik lebih dalam.

Arya tetap diam, tidak memberi jawaban apa pun. Ia berpaling, pandangannya jauh ke depan, seolah ingin memutuskan semua pembicaraan ini.

Tiba-tiba, Raisha teringat sesuatu. Greg pernah menyebutkan bahwa hubungannya dengan Arya tidak terlalu baik. Mungkin itulah alasan di balik penolakan Arya yang keras.

“Oke, aku mengerti,” kata Raisha perlahan. “Kamu punya hubungan yang tidak terlalu baik dengan seseorang di NIMBIS. Tapi, Arya, ini bukan urusan pribadi. Ini soal negara kita. Urusan keamanan nasional.”

Arya tetap tidak bergerak. Ia berdiri mematung, terdiam dalam keheningan yang begitu berat. Raisha menatap punggungnya, menunggu reaksi apa pun, tapi Arya tidak segera memberikan jawaban.

TBC

Dukung terus "Raisha & Arya" menghadapi kejahatan Dr. Brain di cerita ini ya teman-teman ! Jangan lupa LIKE, COMMENT, KASIH BINTANG & IKUTI Author, biar Author tambah semangat !!! Nantikan chapter berikutnya, daaah... !!!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!