Cinta memang tidak pandang usia. Seperti itulah yang dialami oleh seorang gadis bernama Viola. Sudah sejak lama Viola mengangumi sosok adik kelasnya sendiri yang bernama Raka. Perbedaan usia dan takut akan ejekan teman-temannya membuat Viola memilih untuk memendam perasaannya.
Hingga suatu kejadian membuat keduanya mulai dekat. Viola yang memang sudah memiliki perasaan sejak awal pada Raka, membuat perasaannya semakin menggebu setiap kali berada di dekat pemuda itu.
Akankah Viola mampu mengungkapkan perasaannya pada Raka disaat dia sendiri sudah memiliki kekasih bernama Bian. Mungkinkah perasaannya pada Raka selamanya hanya akan menjadi cinta terpendam.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Kita putus.
Permen lolipop dan saputangan kini menjadi pemandangan yang sangat indah dan elok untuk dipandang mata. Padahal didalam lemari kaca sudah seperti museum penyimpan barang-barang antik. Ada boneka, jam tangan dan beberapa accesories pemberian dari Bian. Namun tak ada satupun yang menggugah selera. Jangankan untuk dipegang, dipandang pun jarang.
"Jahat banget gak sih ya gue sama Bian. Dia udah baik banget dan sayang sama gue tapi hati gue masih aja kepincut sama Raka." Gumam Viola sambil memainkan dua kakinya yang diangkat ke atas karena posisi dia memang sedang berbaring tengkurap di atas ranjang.
Sudah sejak duduk di kelas satu SMA Bian mengejar-ngejar cinta Viola, namun selalu berakhir dengan penolakan halus dengan alasan ingin fokus belajar. Sampai kehadiran Raka merubah cara pandangnya dan mengharapkan suatu hubungan yang disebut pacaran.
Nyatanya berbulan-bulan memendam perasaan pada Raka cukup menyiksa, selain tidak bisa untuk mengungkapkan, mereka bahkan tidak pernah terlibat obrolan ataupun sekedar sapa. Hingga keputusan untuk menerima cinta Bian terlintas di benaknya, kiranya dengan seperti itu dia bisa melupakan perasaannya pada Raka, namun yang terjadi malah sebaliknya. Cintanya semakin menggebu kala pemuda itu tiba-tiba mendekat. Jelas saja hati Viola semakin dibuat gundah gulana. Di satu sisi Bian adalah pacarnya dan disisi lain Raka adalah penghuni hatinya.
"Vio, ada teman-teman kamu tuh dibawah," ucap Tamara bersamaan dengan terbukanya pintu kamar.
"Ngapain mereka kesini!" Viola berseloroh tak enak, seolah sudah tau maksud kedatangan dua sahabatnya. Pasti masih ingin membahas ajakan yang kemarin. Dua gadis itu sungguh nekad.
"Temui aja dulu. Mama tunggu dibawah ya." Tamara merapatkan pintunya sedikit lalu berlalu meninggalkan kamar sang putri.
Sedikit malas, Viola turun dari ranjang dan keluar dari kamar dengan memakai sandal angry bird miliknya. Dia menuruni anak tangga menuju ke ruang tamu. Malam minggu ini sebenarnya dia malas untuk bertemu siapa-siapa, telefon dari Bian saja dia abaikan sejak tadi.
"Hai, Viola___" ucap Amel dan Dian bersamaan. Tak lupa mereka menunjukkan senyum pepsodent hingga nampak gigi-gigi putih mereka yang berjejer rapi.
"Udah gak usah basa-basi, kalian mau ngapain kesini?" Viola duduk di sofa bersebrangan. Amel nyengir bak monyet dikasih pisang.
"Ih jutek banget sih, Vi. Kita kemari itu mau ngajakin Lo keluar dan nongkrong di cafe bentar. Minum-minum kopilah kita, ya gak Di?" Amel menaik turunkan alisnya sambil menoleh pada Dian yang duduk di sampingnya.
"Yakin ngopi? Bukan mau___"
Amel buru-buru pindah tempat duduk di samping Viola sebelum temannya itu sampai keceplosan. Bisa bahaya kalau orang tua atau kakak Viola sampai dengar.
"Udah Vi mending sekarang Lo ganti baju, kita tunggu disini ya?" Ucapnya seraya mendorong pelan tubuh Viola untuk berdiri.
"Tapi beneran cuma ke cafe ya? Awas kalo bohong!"
"Iya serius Vi, udah sana hus__ hush___" bak mengusir seekor ayam, Amel mengibaskan kedua tangannya. Dian yang melihat hanya tertawa renyah, semesta Viola berdecak kesal. Dasar teman luckut!
-
-
-
"Duh kenapa berhenti sih, Mel?" Tanya Dian saat tiba-tiba mobil yang dikendarai Amel berhenti ditengah jalan antara perkebunan dan sawah.
"Tau nih, tiba-tiba mesinnya mati." Amel mencoba menyalakan mesinnya kembali namun hasilnya nihil.
"Kok bisa? Coba Lo cek dulu mesinnya," ujar Viola yang duduk di sebelah Amel di bangku depan.
"Ngarang Lo, gue mana tau masalah mesin."
"Lagian sih Lo sok-sokan bawa mobil sendiri. Kaya gini jadi repot sendiri kan kita. Terus gimana ini?" Viola menatap keluar kaca. Tempat mereka berhenti sekarang memang sangat sepi, tidak terlihat ada kendaraan ataupun manusia yang lewat. Kecuali makhluk tak kasat mata.
"Mending kita turun dan cari pertolongan aja, kali aja ada pangeran berkuda putih yang datang buat bantu kita." Dian memberikan usul dengan wajah sumringahnya. Berharap nyata ada seorang pangeran bak di negeri dongeng yang datang untuk menolong.
"Bukan pangeran berkuda putih, yang ada wowo tuh yang nongol. Tengah sawah begini mana ada pangeran dodol." Amel jadi sewot.
Viola mengambil nafas panjang, jika diteruskan pertengkaran mereka tidak akan ada ujungnya. Akhirnya dia memilih untuk turun dari dalam mobil. Selang lima menit Amel dan Dian ikut turun setelah sebelumnya terlibat cekcok mulut sampai berbusa didalam mobil.
"Duh serem nih," bulu kuduk Dian meremang. Suasananya begitu mencekam, hanya terdengar suara jangkrik dan kodok yang terdengar. Sesekali ada suara burung hantu. Lampu jalan juga jaraknya saling berjauhan antara satu dengan yang lainnya.
"Ah Lo sih Mel, ngapain juga pake lewat jalan pintas segala, yang ada ini mah jalan menuju ke alam ghaib. Ya Allah, aku masih pengin jadi virgin." Dian mengangkat kedua tangannya seraya berdoa.
"Dih apa hubungannya alam ghaib sama virgin dodol!" sewot Amel. Tak habis pikir dengan jalan pikiran Dian yang berfikir sampai sejauh itu. Viola hanya menggeleng kepala melihat perdebatan yang kembali berlanjut.
"Jelas adalah, emang Lo gak pernah nonton tuh film tumbal darah perawan? Gimana kalau kita ditumbalin buat dimakan hantu? iihhhh___ tuh kan gue jadi horor kan." Dian meraih lengan Viola dan memegangnya kuat. Pandangannya beredar ke sekitar.
"Lebay banget sih Lo, Di! Kebanyakan nonton film horor tau gak? Makanya jadi parno," celetuk Amel.
"Udah! Jangan debat mulu deh kalian berdua. Lagian kita tuh harusnya ada dirumah, belajar, sebentar lagi kan kita ujian. Emang kalian mau nilai kalian anjlok dan gak lulus?"
"Emang Lo pengin lulus Vi? Kirain mau nunggak biar bisa satu angkatan sama si berondong Raka, ha__ha___" canda Amel diakhiri dengan tawa ria membahana. keinget tempo hari pas Viola keceplosan nyebut nama Raka didepan pak Wahyu dan anak-anak di kelas.
"Apaan sih! Gue cebokin juga tuh mulut," kesal Viola sambil bersedekap dada.
Ketiganya kembali terdiam, membiarkan suara jangkrik dan kodok bernyanyi saling bersahutan. Pandangannya hanya menatap ke sekeliling dan berharap ada bantuan yang datang dan menolong mereka sebelum malam semakin larut.
Dian kembali menengok ke dalam mobil dan mengambil ponselnya dari dalam tas selempang miliknya. Dia menelfon seseorang untuk meminta bantuan.
"Nelfon siapa Lo?" tanya Amel begitu Dian kembali ke depan mobil.
"Rama," jawabnya bangga.
"Ciyeeee_ sekarang Rama, kirain Denis," ledek Amel. Dian hanya nyengir bak kuda tanpa berniat untuk menjawab lagi.
Selang tiga puluh menit kemudian Rama datang bersama dengan Bian dan seseorang yang ahli dalam bidang membenarkan mobil. Bian yang melihat ada Viola disana langsung mendekati sang kekasih dan membawanya berjalan sedikit menjauh dari teman-teman mereka.
"Vi, aku mau minta maaf soal yang tempo hari. Maafin aku ya?" ungkap Bian dengan tulus.
"Aku udah maafin kok Bi. Justru aku yang salah." Viola menundukkan sedikit wajahnya, menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya pelan-pelan. Mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengatakan lebih.
"Bi, ada hal serius yang mau aku omongin ke kamu," imbuhnya.
"Apa itu sayang?" Bian begitu antusias untuk mendengarkan.
"Kita putus ya Bi?"
"A__Apa???"
...🪷🪷🪷...
mulai nakal ya Vio....
lanjutkan 😆😆😆😆
sama kita Vio....
Bian kamu dicariin adenya Revi tuh. 🤭
aq jarang online di NT 🙏