Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.
Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.
Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
Pagi itu, di Dapur Istana
Ji An melangkah masuk ke dapur dengan niat seperti biasa—menyiapkan sarapan untuk Raja Xiang Rong. Namun, ia terhenti seketika saat melihat sosok Permaisuri Yang Xi berdiri di tengah dapur dengan ekspresi dingin.
“Yang Mulia Permaisuri,” ucap Ji An dengan sopan, membungkuk hormat. Ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Permaisuri Yang Xi melipat tangan di depan dadanya, memandang Ji An dari ujung kepala hingga kaki. “Mulai hari ini, kau tidak perlu lagi repot-repot membuat sarapan untuk suamiku. Aku dan pelayanku akan mengurusnya,” ucapnya tegas, nada suaranya meninggi.
Ji An menegakkan tubuhnya perlahan, berusaha tetap tenang. “Yang Mulia, hamba tidak bermaksud merepotkan. Hamba hanya ingin membantu Raja Xiang Rong untuk memulai harinya dengan baik. Jika tindakan hamba menyinggung Anda, hamba mohon maaf.”
“Menyinggungku?” Permaisuri Yang Xi tertawa kecil, tetapi tawanya dingin. “Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau coba lakukan, Ji An Yi? Kau menggunakan dalih perhatian untuk menarik perhatiannya, tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Xiang Rong adalah suamiku, dan kau hanyalah seorang selir. Ingat tempatmu.”
Ji An merasakan dadanya sesak mendengar kata-kata itu, tetapi ia menunduk, berusaha menyembunyikan perasaannya. “Hamba mengerti, Yang Mulia. Jika Anda tidak menginginkan hamba berada di dapur, hamba akan pergi.”
Namun, sebelum Ji An sempat melangkah keluar, Permaisuri Yang Xi menambahkan, “Dan satu hal lagi. Jika aku melihatmu mencoba mendekati Raja Xiang Rong lagi, aku tidak akan segan-segan memintanya untuk mengusirmu dari istana ini. Kau mengerti?”
Ji An berhenti sejenak, lalu mengangguk pelan. “Hamba mengerti, Yang Mulia.”
---
Di Koridor Istana
Setelah meninggalkan dapur, Ji An berjalan perlahan di sepanjang koridor yang sepi. Hatinya penuh dengan campuran rasa malu, marah, dan sedih. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah.
Namun, ia tak sadar seseorang mengamati dari kejauhan. Putra Mahkota Xiang Wei berdiri di sudut lorong, matanya mengikuti langkah Ji An yang lemah. Ia mendekatinya tanpa suara, dan ketika Ji An hampir tersandung, Xiang Wei meraih lengannya.
“Ji An Yi, apa yang terjadi?” tanyanya lembut, wajahnya penuh kekhawatiran.
Ji An mendongak, terkejut melihat Xiang Wei. Ia segera melepaskan tangannya dari genggaman sang putra mahkota, menunduk hormat. “Yang Mulia Putra Mahkota, hamba tidak apa-apa. Hamba hanya sedikit lelah.”
Xiang Wei memiringkan kepalanya, menatapnya dengan pandangan penuh arti. “Tidak apa-apa? Wajahmu pucat, dan langkahmu lemah. Kau tidak bisa membohongiku, Ji An Yi. Katakan padaku, apa yang terjadi?”
Ji An menggelengkan kepala, menahan tangis. “Hamba benar-benar tidak apa-apa. Hamba mohon, jangan khawatirkan hamba.”
Xiang Wei menghela napas, merasa tak berdaya. “Baiklah, jika kau tidak ingin bercerita. Tapi ingat ini, Ji An Yi, kau tidak sendiri di istana ini. Jika kau butuh bantuan, aku selalu ada untukmu.”
Kata-kata itu membuat Ji An semakin bingung. Ia hanya mengangguk pelan, lalu melangkah pergi, meninggalkan Xiang Wei yang masih memandanginya dengan tatapan penuh perhatian.
---
Di Ruang Kerja Raja Xiang Rong
Sementara itu, Raja Xiang Rong sedang membaca dokumen saat salah satu pelayannya masuk dan membungkuk hormat.
“Yang Mulia, Selir Ji An Yi tidak mengantarkan sarapan pagi ini. Sarapan Anda disiapkan oleh Permaisuri Yang Xi.”
Xiang Rong mengangkat alis, meletakkan dokumennya. “Tidak ada sarapan dari Ji An Yi?” tanyanya, suaranya terdengar datar, tetapi matanya menunjukkan sedikit keterkejutan.
“Benar, Yang Mulia. Permaisuri Yang Xi mengatakan bahwa mulai sekarang, ia sendiri yang akan menyiapkan sarapan untuk Anda.”
Xiang Rong terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil, senyum yang sulit diterjemahkan. “Dia mengambil alih, ya? Menarik. Biarkan saja,” ucapnya, kembali fokus pada dokumennya.
Namun, di dalam hatinya, perasaan aneh mulai muncul. Ji An Yi, yang biasanya selalu berusaha menarik perhatiannya, kini tiba-tiba menghilang dari rutinitasnya. Kenapa?
Ia mendongak, menatap pintu ruangannya. Untuk pertama kalinya, Raja Xiang Rong merasa ada sesuatu yang hilang dalam kesehariannya.
Permaisuri Yang Xi masuk ke ruang kerja Raja Xiang Rong dengan anggun, diikuti oleh para pelayannya yang membawa nampan berisi sarapan. Aroma masakan yang menggugah selera memenuhi ruangan, tetapi suasana terasa dingin.
Raja Xiang Rong melirik sekilas ke arah Permaisuri Yang Xi dan pelayannya. Ada perasaan kecewa yang terbersit di matanya, meskipun ia tidak mengungkapkannya dengan kata-kata.
“Suamiku, hari ini aku yang akan menyiapkan sarapanmu, juga makan siang dan malam. Aku tidak ingin kau terusik lagi oleh selirmu yang tidak penting itu,” ucap Permaisuri Yang Xi dengan nada tegas, sambil memberikan senyum tipis yang penuh keyakinan.
Mendengar kata-kata itu, Raja Xiang Rong merasa sesuatu di hatinya terusik. Ada sakit yang entah kenapa menyeruak, tetapi ia segera menyembunyikannya di balik senyuman palsunya yang biasa.
“Baiklah, lakukan sesukamu,” balas Raja Xiang Rong singkat, suaranya terdengar dingin namun tidak menantang.
Permaisuri Yang Xi melambaikan tangan kepada salah satu pelayannya. “Letakkan sarapan itu untuk Raja,” perintahnya. Pelayan segera menurunkan nampan ke meja kerja raja dengan hati-hati.
Raja Xiang Rong hanya memandangi makanan itu dengan tatapan datar. Pikirannya melayang—membayangkan bubur hangat buatan Ji An Yi, yang belakangan menjadi bagian dari rutinitas paginya. Meskipun ia selalu bersikap dingin pada Ji An, kini ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Kehilangan.
---
Di Paviliun Utara
Di tempat lain, Ji An duduk di kamar kecilnya, merenung dalam diam. Ia tahu bahwa tindakannya yang menjauhkan diri dari Raja Xiang Rong adalah keputusan yang tepat untuk menghindari konflik lebih lanjut dengan Permaisuri Yang Xi.
“Lin Li, apa menurutmu Raja akan menyadari jika aku tidak lagi mengantarkan sarapan untuknya?” tanya Ji An pelan, memandangi jendela kecil di kamarnya.
Lin Li, yang sedang merapikan pakaian Ji An, berhenti sejenak dan menatap tuannya dengan penuh simpati. “Selir Ji An Yi, saya yakin Raja akan memperhatikan. Anda selalu memberikan perhatian yang tulus, dan itu tidak mudah dilupakan.”
Ji An menghela napas panjang. “Aku hanya ingin menyelesaikan tugasku di dunia ini. Tapi semakin lama, semakin sulit rasanya untuk tidak merasa terikat dengan mereka.”
---
Malam Hari di Istana
Saat malam tiba, Xiang Wei diam-diam mendekati paviliun utara. Ia membawa sebuah kotak kecil berisi ramuan obat untuk Ji An.
“Selir Ji An Yi, apakah kau di dalam?” panggil Xiang Wei pelan, tetapi cukup jelas untuk didengar.
Ji An, yang sedang berbaring di tempat tidur, terkejut mendengar suara itu. Ia segera bangkit dan membuka pintu. “Yang Mulia Putra Mahkota, mengapa Anda ke sini?” tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.
Xiang Wei tersenyum lembut. “Aku mendengar kau terlihat lemah hari ini. Aku membawa obat herbal untuk membantu memulihkan kesehatanmu. Jangan khawatir, tidak ada yang tahu aku ke sini.”
Ji An terdiam, hatinya bercampur aduk. “Yang Mulia, Anda tidak perlu melakukan ini. Kehadiran Anda di sini hanya akan menambah masalah.”
Xiang Wei menggeleng pelan. “Aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.”
Ji An menerima kotak itu dengan ragu. “Terima kasih, Yang Mulia. Hamba benar-benar menghargai perhatian Anda.”
---
Namun, tanpa sepengetahuan mereka, seseorang mengamati dari kejauhan. Permaisuri Yang Xi berdiri di salah satu tiang pilar gelap matanya memandang penuh kebencian.
“Jadi, dia tidak hanya mencoba menarik perhatian Xiang Rong, tetapi juga Xiang Wei? Ji An Yi, kau benar-benar tidak tahu diri. Aku tidak akan membiarkan ini berlanjut,” gumamnya dengan nada dingin.