Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Vani dan Wita masih ada di ruang tamu. Vani masih berusaha menenangkan ibunya. Riana keluar dari persembunyian nya dan melangkah mendekat.
"Ma..,"
"Na hiks, kenapa kakak kamu begitu nak." Riana memeluk ibunya dan menenangkannya. Seharusnya dirinya yang di salahkan bukan Vano.
"Riana." Wira datang mendekat dan memanggil Riana setelah mengintegrasi Vano di ruang kerja nya.
"Iya Pa?"
"Papa mau bicara." Riana mengangguk kan kepala. Sepertinya papa nya sudah mengetahui kebenarannya. Jantung Riana berdetak kencang saat ini, entah apa yang akan terjadi padanya setelah ini.
Sesampainya di ruang kerja Wira.
"Duduk!" titah Wira pada anak angkatnya.
Riana meremas jarinya gugup, Wira mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya perlahan. Ia bingung harus marah atau tidak.
"Apa yang ada di otakmu?"
"Hiks maaf Pa, Riana khilaf! huhuhu. Papa boleh hukum aku."
"Kenapa kamu kepikiran sampai melakukan itu? sekarang kau lihatlah akibatnya! kau menghancurkan hidup orang. Kau sungguh keterlaluan." Teriak Wira ia tidak tahu harus bagaimana, kenapa anak-anaknya menjadi begini. Dan kenapa juga di buta tidak melihat ketertarikan anak angkatnya pada putranya sendiri.
Riana juga menyesal, kenapa kakak nya justru melampiaskan nya pada sekretarisnya. Padahal ia tahu Vano sangat membenci Yuna. Sekarang ia membuat Vano mendapatkan masalah. "Hukum aku Pa, aku salah."
"Papa nggak nyangka kamu begini." Wira kecewa, tentu saja. Meski ia begitu menginginkan Vano menikah dengan Yuna, tapi tidak dengan cara seperti ini.
"Maaf Pa."
"Jangan minta maaf pada Papa, minta maaf pada Vano dan Yuna. Wira menceramahi Riana panjang lebar mengutarakan kekecewaan nya pada gadis itu karena sudah bertindak melampaui batas.
"Kau bisa bilang baik-baik pada Vano. Kenapa harus menghancurkan hidup orang? Riana kau membuat Papa malu."
"Maaf pa."
"Papa kecewa sama kamu." Wira melangkah meninggalkan Riana yang masih setia dengan tangisannya.
***
Sedangkan di tempat lain, Yuna masih saja menangis meratapi nasib nya kedepan. Menikah dengan anak kecil itu?
Demi Tuhan ini mimpi buruk!
"Nak, sudah jangan menangis terus!" Sarah menjadi bingung sendiri bagaimana caranya agar putrinya tidak menangis lagi.
"Ma ... mama ngga ngerti apa yang aku rasain. Aku jijik sama tubuhku sendiri."
"Nggak nak, ini ujian untuk kamu, Sayang."
"Hiks, bagaimana aku lewatin ujian ini ma? kenapa Tuhan memberikan ujian berat ma, kenapa?"
"Istighfar, sayang. Ini sudah takdir Tuhan. Kamu pasti bisa melewati ujian ini. Yang terpenting sekarang Vano sudah mau bertanggung jawab sama kamu."
"Dia terpaksa ma, aku tau."
"Terlepas dia terpaksa atau tidak. Yang penting laki-laki itu tidak menolak kamu kan?"
"Aku benci Ma, aku benci dia!"
"Mama tau, sini peluk mama."
"Hiks... ma Hiks." Sarah juga merasakan sakit. Siapa yang tidak sakit melihat putrinya yang selalu ceria tiba-tiba pulang dalam keadaan menangis? hati ibu mana yang tidak tercabik. Sarah juga merasakan penderitaan yang di rasakan putrinya. Tapi harus bisa tegar demi putrinya.
Sarah merebahkan putrinya yang ketiduran di pelukannya ke ranjang dengan hati-hati.
"Kamu kuat Nak, mama tau kamu bisa. Bagaimana pun ini kehendak yang maha kuasa, mungkin dengan cara ini jodohmu datang nak."
Cup.
Sarah menyelimuti putrinya sampai sebatas dada lalu keluar dari kamar putrinya dengan hati-hati.
Reyhan yang mendengar berita buruk itu pun marah namun tak bisa berbuat apa-apa karena belum pulih betul.
"Kak, kenapa bisa begini?"
"Harusnya kakak yang bertanya sama kamu han, apa Vano memang sebrengsek itu?"
"Nggak ka, setahu ku Vano sudah memiliki kekasih. Untuk apa ia melakukan itu pada adik kita?" Reyhan kecewa sekali.
"Dia bilang ada orang yang memberi nya obat, tapi Vano melindungi orang itu."
"Apa?" Reyhan akan mencari orang itu, liat saja nanti. Kalau perlu ia akan balas dengan perbuatan yang sama.
***
Wita masih mendiamkan putranya. Vano memutuskan untuk berangkat ke kantor meski luka di tubuhnya belum sembuh. Pekerjaan nya sudah sangat menumpuk sekarang.
Riana juga lebih banyak diam, ia tidak Vano sangat menyanyangi nya sampai melindungi nya begini, padahal seharusnya ia yang menerima kebencian dari semua orang. Diam-diam Riana meminta agar keberangkatannya di percepat, ia tidak mau membuat Vano semakin menderita dengan melihatnya masih berkeliaran di rumah ini.
"Tuan ..." Sapa seorang pegawai pada Vano yang tengah melangkah menuju ruangannya. Vano hanya diam, ia dalam mood yang buruk sekali, apalagi membayangkan sebentar lagi akan menikah dengan Yuna. Wanita yang tak ia inginkan.
"Aaarrggh.. bodoh!" Vano menyesalinya sekarang, harusnya waktu itu ia bisa menahan diri. Sekarang ia tidak bisa mundur, pernikahannya dengan Yuna sudah di depan mata, ia tidak bisa menghindar sama sekali. Vano duduk di kursi nya, mulai membaca dokumen di meja berharap agar otaknya berhenti memikirkan masalah hidupnya yang rumit, namun yang ada ia tidak bisa fokus.
"Sial!" umpatnya. Vano menghempas semua benda yang ada di meja hingga berjatuhan ke lantai.
"Bagaimana ini! Masa aku harus menikah dengannya sih!" membayangkan wajah datar Yuna setiap hari membuat ia kesal, apalagi harus tinggal serumah nanti. Vano tidak bisa membayangkan punya anak dengan wanita itu... aarrgg! pasti wajah anaknya datar juga seperti Yuna! menyebalkan!
"Apa aku kabur saja ya? sepertinya ide yang bagus." pikirnya konyol, tapi setelah itu menggeleng. Ia pasti sudah masuk Liang Lahat sebelum berhasil naik pesawat. Alden dan Reyhan sangat mengerikan jika emosi, ia masih beruntung karna Reyhan masih belum pulih. Jika pria itu sampai tahu, mungkin ia sedang koma sekarang.
Siangnya ...
"Kak..."
Tok! tok! tok!
"Masuk." Vani datang ke kantor membawakan makan siang karna pagi tadi kakaknya melewatkan sarapan.
"Tumben ke sini, kamu gak ikutan mama, diemin kakak?" tanya Vano pada Vani yanh sekarang sudah menyapa nya lagi.
"Nggak, aku tau kakak cuma korban." Vano terkejut tentu saja, darimana Vani tau?
"Darimana kamu tau Van?" Vani meletakkan rantang bawaannya ke atas meja, ia sangat terkejut setelah dapat rekaman cctv kejadian malam itu dari pihak hotel, ternyata Riana dalang semua ini. Ia pun marah sekali dan sudah beberapa hari ini mendiamkan gadis itu.
"Van, kamu jangan marah sama Riana."
"Kenapa kak! dia yang salah!"
"Kakak tau, tapi ini juga karena kakak."
"Apa sih! masih aja di bela! jelas-jelas dia salah kak!" Vani jadi tambah jengkel.
"Kakak yang udah bikin Riana jadi kayak gini, dia sakit hati karna kakak tolak." Vani bersidekap dada, ia kesal karna kakaknya kelihatan sangat sayang pada Riana hingga apapun yang gadis itu perbuat selalu dapat kata maaf dengan mudahnya.
"Kasih sayang kakak yang salah."
"Iya kakak ngerti."
"Hhh udahlah jangan bahas dia, nih kakak makan aja."
"Kamu masih marah sama kakak?"
"Nggak." Vano tersenyum kecil mengusap rambut kepala adiknya gemas. "Apa sih kak! kakak harus tanggung jawab loh! jangan ingkar! kasihan mbak Yuna! kakak udah hancurin masa depan orang!"
"Iya." Mau bagaimana lagi, mungkin memang begini takdir nya, Vano akan mencoba ikhlas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...