Tiga sahabat, Reza, Bima, dan Fajar, terjebak dalam sebuah misi absurd di tengah gurun pasir setelah disedot oleh portal misterius. Dengan hanya lima nyawa tersisa, mereka harus menghadapi tantangan aneh dan berbahaya untuk mencapai harta karun legendaris. Setiap kali salah satu dari mereka mati, mereka "respawn" seperti dalam permainan video, tetapi jumlah nyawa mereka berkurang, mendekatkan mereka pada nasib terjebak selamanya di gurun.
Setelah berlari dari kejaran buaya darat dan selamat dari angin puting beliung yang disebut "Angin Putri Balalinung," mereka menemukan helikopter misterius. Meskipun tidak ada yang tahu cara mengendalikannya, Bima mengambil alih dan, dengan keberanian nekat, berhasil menerbangkan mereka menjauh dari bahaya.
"Bro, lo yakin ini aman?" tanya Reza sambil gemetar, memandangi kokpit yang penuh dengan tombol.
Bima mengangguk ragu, "Kita nggak punya pilihan lain, kan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vyann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Huaaa, Buaya Darattt
Setelah selamat dari kejaran kawanan banteng, Reza, Bima, dan Fajar terus melanjutkan perjalanan mereka di tengah gurun pasir yang tak berujung. Matahari terik membakar kulit mereka, sementara pasir yang bergulung-gulung tampak tak bersahabat.
"Bro, ini gurun kayak nggak ada habisnya, ya. Gue ngerasa udah jalan berjam-jam," keluh Fajar, sambil mengelap keringat di dahinya.
"Lo aja yang nggak kuat jalan. Tadi lari-lari dari banteng aja lo udah hampir pingsan," sahut Reza sambil tertawa kecil.
Bima yang berjalan di depan menatap mereka berdua dengan serius. "Udah, fokus aja deh. Gue nggak mau ada kejutan lagi. Setiap kita dapet surat, pasti ada sesuatu yang aneh."
Dan tepat seperti yang dikatakan Bima, suara *TING!* kembali terdengar dari atas. Sebuah surat turun dari langit, melayang perlahan hingga jatuh di depan mereka.
Fajar yang penasaran langsung memungut surat itu dan membacanya keras-keras, "Hati-hati di tantangan ini ada hewan yang tidak cukup satu cewek. Selamat Berjuang."
Mereka semua terdiam sebentar, merenungkan kalimat aneh itu.
Reza mengerutkan kening. "Maksudnya apa, ya? Hewan yang nggak cukup satu cewek? Ini gurun pasir, cewek aja nggak ada, apalagi hewan!"
Bima menatap surat itu dalam-dalam. "Kayaknya kita harus lebih waspada. Gue nggak yakin surat ini cuma buat bercanda."
"Ya iyalah, tiap dapet surat pasti ada aja yang bikin kita hampir mati!" Fajar bersungut-sungut sambil melempar surat itu ke pasir.
Tiba-tiba, pasir di belakang mereka mulai bergerak. Ada sesuatu yang bergerak cepat di bawah pasir, mengarah langsung ke mereka.
"Eh, lo pada liat nggak? Pasirnya kayak... gerak?" tanya Reza dengan suara tegang.
Belum sempat mereka berpikir lebih jauh, tiba-tiba terdengar suara mendesis keras, "Swissssss..."
Dari balik pasir, muncul kepala besar seekor buaya raksasa, mulutnya terbuka lebar dengan gigi-gigi tajam yang mengerikan. Dengan gerakan kilat, buaya itu langsung mencaplok Bima, menelannya bulat-bulat dalam sekali gigitan.
"HUAHHHHH!!" teriak Reza dan Fajar serempak, wajah mereka pucat pasi.
Fajar langsung berteriak, "BUWAYA DARAT!! LARIIIIII!!!" Dia langsung kabur secepat kilat, disusul oleh Reza yang tak kalah panik.
"Ini bukan buaya biasa, ini buaya mutan! Gila, gue nggak mau dimakan!" jerit Reza sambil lari terbirit-birit.
Sambil berlari, tiba-tiba terdengar suara *TING!* lagi dari langit. Mereka berdua berhenti sejenak dan menoleh ke atas.
Dari langit, Bima terlihat meluncur turun, kembali ke tanah dengan pose yang konyol, berputar-putar seperti mainan parasut. Dia mendarat dengan selamat tepat di sebelah Reza dan Fajar, wajahnya bingung.
"Hah? Gue balik lagi?" Bima berdiri dan memeriksa dirinya. "Gue mati tadi, kan?"
Reza langsung menunjuk tangan Bima. "Coba liat tangan lo!"
Bima mengecek tangan kanannya dan melihat garis hitam yang sebelumnya berjumlah lima kini hanya tersisa empat. "Astaga, nyawa gue berkurang! Gue tinggal empat sekarang!"
"Yah, lo udah kayak di game Mario sekarang. Sisa empat lives lagi!" kata Fajar sambil menepuk bahu Bima, mencoba menahan tawa.
"Ini bukan lucu, Faj! Gue beneran dimakan buaya darat tadi!" protes Bima dengan kesal.
Namun, mereka tidak punya banyak waktu untuk bercanda. Dari kejauhan, buaya darat itu masih bergerak cepat menuju mereka, mulutnya terbuka lebar siap menelan lagi.
"BUWAYA ITU MASIH NGEJAR KITA!" teriak Reza sambil menarik Bima dan Fajar. "Cepetan, cari tempat sembunyi!"
Tanpa berpikir panjang, mereka melihat sebuah tebing kecil yang terlihat cukup tinggi untuk dijadikan tempat berlindung. Dengan tenaga sisa yang mereka miliki, ketiganya langsung lari secepat mungkin menuju tebing itu.
Fajar, yang kali ini di depan, nyaris terpeleset beberapa kali di pasir, tapi tetap bertahan. "Cepetan naik! Buaya itu gede banget, jangan sampe kita dicaplok lagi!"
Mereka bertiga akhirnya sampai di tebing tersebut dan tanpa banyak bicara langsung memanjat ke atas, meski sesekali terjatuh karena pasir yang licin. Setelah beberapa saat, mereka berhasil mencapai puncaknya, terengah-engah namun selamat.
Buaya darat itu berhenti di bawah tebing, mendesis dengan marah sambil menatap mereka dari bawah. Setelah beberapa saat, akhirnya buaya itu menyerah dan kembali masuk ke dalam pasir.
Mereka bertiga terkapar di atas tebing, mencoba mengatur napas. Fajar, yang biasanya paling banyak bicara, hanya bisa terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahaha! Gila, bro! Kita hampir jadi makanan buaya lagi!"
Reza menggelengkan kepalanya, masih tak percaya. "Ini semakin aneh, bro. Gue nggak habis pikir, kita disuruh lawan buaya darat di tengah gurun!"
Bima, yang masih mencoba menenangkan dirinya, memeriksa tangannya lagi. "Serius, gue nggak mau nyawa gue abis kayak gini. Baru tantangan awal aja udah begini."
Fajar masih tertawa kecil. "Hahaha! Tapi jujur, tadi momen lo dimakan buaya tuh epic banget, Bim! Gue nggak bisa lupa wajah lo waktu dimakan."
Bima menatap Fajar tajam. "Gue nggak peduli epic atau nggak, gue udah mati sekali!"
Reza menyela sambil berdiri, melihat ke arah buaya yang sudah menghilang. "Oke, kita nggak boleh gegabah lagi. Setiap kali ada surat, pasti ada tantangan gila. Kita harus siap-siap untuk apa pun yang bakal terjadi."
Mereka semua mengangguk, meskipun suasana masih diliputi ketegangan dan kelelahan. Namun, seperti biasa, semangat mereka tak pernah benar-benar surut—terutama Fajar, yang selalu menemukan hal lucu di setiap situasi.
"Yah, setidaknya sekarang kita tahu satu hal," kata Fajar dengan senyum lebar.
"Apa itu?" tanya Bima.
"Buaya darat emang beneran ada! HAHAHA!" jawab Fajar sambil tertawa lagi.
Dan meskipun semuanya kesal, tak ada yang bisa menahan tawa juga.
Perjalanan mereka masih panjang, tapi untuk sekarang, mereka bisa sedikit bernapas lega—sampai tantangan berikutnya muncul.
**Bersambung...
Mati pun gk usah khawatir ya, yg penting balik.