Menceritakan perkembangan zaman teknologi cangih yang memberikan dampak negatif dan positif. Teknologi Ai yang seiring berjalannya waktu mengendalikan manusia, ini membuat se isi kota gelisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAIDA_AI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Strategi pehh
Suara langkah kaki terdengar menggema di dalam bunker saat kelompok Kai masih sibuk menyempurnakan rencana mereka. Papan putih di dinding kini penuh dengan diagram, persamaan, dan skenario serangan yang telah dianalisis dengan cermat. Arka, sebagai otak di balik semua perhitungan ini, terus memeriksa ulang segala sesuatu. Dia tahu bahwa satu kesalahan kecil dalam logika bisa membuat mereka kalah, dan dalam perang melawan Atlas, tidak ada ruang untuk kesalahan.
"Kayaknya ini bisa berhasil," gumam Arka sambil mencoret-coret beberapa skenario tambahan. "Kalau kita bergerak seperti yang sudah kita rencanain, Atlas nggak akan siap buat serangan balik kita. Kita harus ngacauin prediksi mereka sampai mereka nggak punya waktu buat ngelacak kita lagi."
Renata menatap peta digital yang menampilkan jalur-jalur bawah tanah kota. “Masalahnya sekarang, gimana kita bisa bergerak cepat tanpa menarik perhatian drone atau sensor mereka? Gue yakin mereka udah memperkuat pengawasan setelah peretasan kita yang terakhir.”
Kai, yang berdiri di dekatnya, berpikir sejenak sebelum menjawab. “Kita butuh gangguan. Sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian mereka cukup lama buat kita bisa masuk ke pusat kendali tanpa terdeteksi.”
Mila mengangkat tangan, senyumnya penuh semangat. “Gue bisa urus itu. Kita bisa bikin serangkaian ledakan kecil di beberapa titik strategis di kota. Gue tahu beberapa tempat yang bisa bikin mereka fokus ke situ.”
Arka mengangguk. “Itu bisa jadi pilihan bagus. Kalau kita bisa pecah konsentrasi mereka di beberapa area, mereka akan sibuk merespons ledakan dan kita bisa masuk tanpa banyak hambatan. Tapi kita harus ingat satu hal penting—Atlas masih mengandalkan *machine learning untuk menyesuaikan serangan mereka. Mereka belajar dari setiap gerakan kita.”
Renata tersenyum tipis. “Tapi kali ini, kita yang bakal bikin mereka bingung. Bukannya mereka yang nganalisis kita, kita yang bakal ngacak-ngacak algoritma mereka.”
Kai merasakan adrenalin mulai mengalir. Pertarungan ini mulai menjadi semakin menarik—bukan hanya tentang melawan robot atau teknologi canggih, tetapi tentang pertarungan kecerdasan. Dia tahu mereka harus menyusun rencana dengan hati-hati. Setiap pergerakan mereka harus diperhitungkan agar Atlas tidak bisa merespons dengan cepat.
“Gimana kalo kita pake metode randomisasi?” tanya Kai, melihat ke arah Arka. “Bukannya pake pola yang bisa ditebak, kita buat gerakan kita terlihat acak tapi sebenarnya masih terarah.”
Arka menyentuh dagunya, berpikir keras. “Itu bisa jadi ide bagus. Metode randomisasi itu sebenarnya sering digunakan dalam enkripsi data. Kalo kita bisa implementasiin logika serupa ke pergerakan kita, kita bisa bikin algoritma mereka kesulitan menganalisis.”
Renata menambahkan, “Tapi kita juga harus hati-hati. Kalo kita terlalu acak, malah kita sendiri yang bisa kebingungan dan kehilangan arah.”
Mila, yang biasanya lebih terfokus pada aksi fisik, kali ini tampak paham betapa pentingnya pemikiran mendalam ini. “Kita bikin aja dua lapis rencana. Yang pertama adalah rencana nyata kita buat serang pusat kendali mereka. Yang kedua adalah rangkaian gerakan acak yang bakal kita tampilkan di luar sana, biar mereka salah fokus.”
Arka tersenyum lebar. “Lo ngerti juga, Mil. Kita bisa buat pergerakan palsu, bikin seolah-olah ada beberapa tim yang bergerak di berbagai tempat. Mereka bakal repot ngelacak semuanya, padahal yang sebenernya cuma kita.”
Kai merasakan percikan harapan yang baru. Dengan rencana seperti ini, mereka benar-benar bisa mengalahkan Atlas dalam hal strategi. Dia menepuk bahu Arka dengan bangga. “Ini bakal berhasil. Kita punya logika, kita punya rencana, dan yang paling penting, kita punya niat buat ngelawan.”
---
Setelah beberapa jam berdiskusi, mereka akhirnya memutuskan untuk menerapkan beberapa teori matematika dalam penyusunan strategi. Salah satu teori yang mereka putuskan untuk digunakan adalah Teori graf. Teori ini memungkinkan mereka untuk memetakan seluruh jaringan terowongan dan rute di kota Neo-Jakarta dengan lebih efektif. Dalam teori graf, kota tersebut mereka bayangkan sebagai sekumpulan titik (atau vertex) yang dihubungkan oleh jalur-jalur (edge) yang mewakili jalan dan terowongan.
“Dengan teori graf ini,” jelas Arka sambil menunjuk pada diagram besar di papan, “kita bisa memetakan rute terpendek antara titik-titik penting. Ini yang bakal kita gunain buat bergerak cepat dan nggak terdeteksi.”
Kai, yang mulai paham betapa pentingnya teori ini, mengangguk setuju. “Kalo kita bisa pake ini buat menemukan rute tercepat dan paling aman, kita bisa menghemat waktu dan energi. Dan juga, ini ngasih kita kemungkinan buat nyerang titik lemah mereka yang nggak mereka jaga dengan ketat.”
Arka kemudian menggambar beberapa jalur tambahan di peta. “Teori graf ini juga bisa kita gabungkan dengan algoritma dijkstra, buat nyari jalur terpendek tanpa ngelewatin area yang berbahaya. Atlas mungkin punya sistem pengawasan di beberapa area, tapi kita bisa nyari jalan lain yang lebih aman.”
Renata yang dari tadi mendengarkan dengan seksama akhirnya berkomentar, “Gue suka cara ini. Bukan cuma soal fisik atau keberanian, tapi kita juga pake otak buat ngalahin mereka.”
Mila, meskipun awalnya terlihat ragu dengan pendekatan ini, mulai bisa melihat kegunaannya. “Kalo ini bisa bikin kita bergerak lebih cepat dan mereka nggak bisa ngeprediksi gerakan kita, gue setuju. Tapi yang penting, kita harus siap buat improvisasi kalau ada hal-hal tak terduga.”
Kai mengangguk mantap. “Ya, meskipun kita pake matematika dan logika, kita tetep harus fleksibel di lapangan. Kalo ada situasi yang berubah, kita harus siap buat menyesuaikan.”
---
Setelah strategi disusun, kelompok kecil mereka bersiap untuk menjalankan rencana. Mereka memutuskan untuk bergerak dalam beberapa kelompok kecil, menyebar di seluruh kota untuk menciptakan kebingungan. Mila akan memimpin serangan gangguan dengan ledakan kecil di area yang sensitif, sementara Kai, Renata, dan Arka akan fokus pada serangan utama di pusat kendali.
Arka, yang biasanya lebih banyak bekerja di balik layar, kali ini ikut serta dalam aksi lapangan. Dia membawa perangkat hacking yang sudah diprogram untuk meretas sistem pertahanan Atlas dengan cepat. "Kali ini kita harus bekerja dengan cepat dan presisi. Setiap detik berharga."
Kai memimpin mereka melalui jalan-jalan sempit dan terowongan yang gelap. Dengan menggunakan teori graf yang sudah mereka pelajari, mereka berhasil menemukan rute terpendek menuju pusat kendali Atlas tanpa terdeteksi oleh drone pengintai.
Begitu mereka mendekati pintu masuk pusat kendali, Arka segera bekerja dengan alat-alatnya, mengakses jaringan keamanan. "Gue butuh waktu beberapa menit buat ngebobol sistem ini. Lo semua siap-siap, siapa tahu ada penjaga yang muncul."
Renata berjaga-jaga di pintu, senjatanya siap, sementara Kai memeriksa sekeliling memastikan tidak ada hal yang mencurigakan. "Kita harus cepat. Mila udah ngasih gangguan besar di sisi timur kota, tapi gue yakin Atlas bakal segera nyadar ini cuma tipuan."
Beberapa menit kemudian, pintu pusat kendali terbuka. Arka berhasil membobol sistem keamanan. "Kita masuk," katanya dengan suara lega.
Kai memimpin mereka masuk ke dalam ruangan besar yang penuh dengan komputer dan layar monitor yang menampilkan berbagai data. Di sinilah Atlas mengendalikan seluruh operasi mereka di kota.
Arka segera mengakses terminal utama, memulai peretasan besar yang akan mematikan sebagian besar sistem pengawasan dan kontrol Atlas. Renata dan Kai berjaga-jaga, siap menghadapi siapa pun yang datang.
Namun, saat Arka hampir selesai dengan peretasannya, alarm keras mulai berbunyi. "Sial, mereka tahu kita di sini!" teriak Renata.
Pasukan Atlas tiba-tiba muncul di pintu masuk. Mereka dipersenjatai dengan lengkap, bersiap untuk menghentikan serangan kelompok Kai. “Kita harus bertahan!” teriak Kai sambil menembak ke arah musuh yang datang.
Arka terus bekerja dengan cepat, mencoba menyelesaikan peretasan sebelum mereka dikepung habis-habisan. "Gue cuma butuh beberapa detik lagi!"
Kai, dengan tembakan yang tepat, berhasil menjatuhkan beberapa pasukan Atlas, tapi mereka terus berdatangan. Renata juga terus menembak, melindungi Arka yang masih berusaha mematikan sistem.
"Tunggu, gue berhasil!" teriak Arka tiba-tiba. Semua layar di ruangan itu padam, dan seluruh sistem Atlas di kota Neo-Jakarta mati total.
"Bagus, sekarang kita keluar dari sini!" Kai memberikan perintah cepat, dan mereka semua berlari keluar dari pusat kendali sebelum pasukan musuh bisa mengepung mereka.