Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah di ujung jalan
Di rumah, Arini mondar mandir cemas.
" bang, susulin adik kamu gih. ini udah jam setengah satu, Hp-nya juga mati.
ibu khawatir dia kenapa napa. " pintanya dengan wajah gelisah.
" iya, bu. aku ambil jaket dulu, " jawab arif
Arini baru saja duduk di tempat tidur, mencoba menenangkan dirinya, ketika tiba tiba terdengar suara tembakan dari luar.
" astaghfirullah, suara apa tuh? Mas, kamu denger nggak? " serunya panik mendengar suara keras itu
" iya, kayak suara pistol, " jawab Harmadi, ayah sambung Alice, dengan wajah tegang.
Tok! Tok! Tok!
" bu Arini,pak Harmadi, assalamualaikum, " seorang warga mengetuk rumah mereka
" iya, siapa? " tanya Arini, membuka pintu dengan cemas.
" anak ibu di bawa kerumah sakit," kata pria itu
" astaghfirullah... kenapa anak saya? dia kenapa?! " Arini menjerit, nyeri di dadanya semakin parah. Tubuhnya limbung, hampir tak sadarkan diri, membuat Harmadi harus memapahnya ke sofa
Di lokasi kejadian, polisi menodong kan pistol ke arah pria yang mencoba melarikan diri.
" jangan lari! " perintah polisi dengan tegas.
DOR!
satu tembakan tepat mengenai kaki pria itu, membuat nya terjatuh. polisi dengan mudah menangkap nya.
sementara itu, Alice menangis di samping tubuh Alvaro yang penuh darah. " Al, bangun! Gue mohon, buka mata lo. jangan tinggalin gue! " serunya putus asa, mencoba menekan luka di punggung Alvaro dengan hijab nya tapi darah tak berhenti mengalir.
" ada apa, pa? ibu kenapa? tanyanya khawatir, melihat ibu nya yang pingsan di sofa.
" adik kamu dibawa kerumah sakit, " ucap seorang pria tua yang berdiri di depan pintu.
" kenapa dengan adik saya"? tanya arif dengan suara bergetar.
" kalian kerumah sakit dulu, nanti saya ceritakan di jalan, " pinta pria tua itu.
Di dalam mobil, pria tua itu menjelaskan semuanya. Mendengar apa yang terjadi, Arini kembali pingsan karena syok.
***
Sesampainya di rumah sakit, Arif langsung mencari adiknya, sementara Harmadi membawa Arini ke ruang periksa. Melihat Arini yang masih tak sadarkan diri, Harmadi memutuskan untuk tidak ikut bersama Arif.
Dari kejauhan, Arif sudah bisa melihat Alice yang duduk meringkuk ketakutan di depan ruang operasi. Wajahnya pucat dan penuh kecemasan.
“Bang!” seru Alice begitu melihat kakaknya datang mendekat.
Arif berlari menghampiri Alice. “Kamu nggak apa-apa, Al?” tanyanya sambil memeriksa tubuh adiknya dengan cemas. Pandangannya langsung hancur ketika melihat kondisi Alice—pakaian acak-acakan, hijab yang terlepas, luka gores di pipinya, dan bajunya yang kotor berlumuran tanah.
“Bu mana, Bang?” Alice bertanya lirih, sadar Arif datang sendiri.
“Ibu lagi diperiksa dokter. Tadi sempat pingsan setelah dengar kamu ada di rumah sakit... mungkin masih belum sadar sekarang.”
“Kalau gitu ayo kita lihat Ibu,” desak Alice sambil mencoba berdiri meski kakinya gemetar.
“Ibuuu...” lirih Alice saat melihat ibunya terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Hatinya remuk. Dua orang yang paling ia cintai kini terbaring tak berdaya, semua karena dirinya. Rasa bersalah membuncah, menyelubungi seluruh pikirannya.
“Ibu... ini Alice, Bu. Bangun, Bu... Alice di sini sekarang,” suaranya bergetar, tenggelam dalam tangis. Air matanya tak terbendung saat ia menatap wajah Arini yang selalu dipenuhi kecemasan untuk dirinya.
Arini menitikkan air mata ketika perlahan membuka matanya. Di sampingnya, Alice menggenggam erat tangannya sambil terisak-isak, seolah tak ingin melepaskan.
Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Arini bangkit dan menarik Alice ke dalam pelukannya. Dalam pelukan itu, ia menyalurkan kehangatan dan kekuatan, berusaha memberikan ketegaran kepada putrinya di tengah badai yang sedang mereka hadapi.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor