Di dunia yang memadukan sihir kuno dengan teknologi modern, seorang prajurit muda bernama Shaka bermimpi besar untuk menjadi Raja Ksatria. Demi mencapai tujuannya, Shaka mendirikan guild bernama Red Wings, tempat berkumpulnya para petualang pemberani dan unik. Setiap anggota Red Wings memiliki keterampilan dan tujuan yang berbeda-beda, namun semuanya berjuang demi mimpi Shaka yang ambisius: membangun era baru bagi para ksatria.
Impian Shaka untuk menjadi Raja Ksatria tak lepas dari pengaruh legenda Jovan Ardent, seorang ksatria pertama di dunia ini yang hidup seribu tahun lalu. Jovan tidak hanya menjadi tokoh legendaris; ia dianggap sebagai pendiri tatanan ksatria yang memengaruhi seluruh dunia hingga hari ini. Selama hidupnya, Jovan membawa kehormatan dan kekuatan yang mendefinisikan para ksatria sejati dan meninggalkan jejak sejarah yang memicu munculnya banyak pahlawan, termasuk Shaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zyura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jovan ardent
Jovan Ardent berdiri di puncak bukit hijau, memandang luas ke lembah di bawahnya yang dipenuhi oleh hutan purba dan sungai yang berkelok-kelok. Matahari pagi menyinari wajahnya yang tegas, menyorotkan kilauan dari armor peraknya. Meski tampak tenang di luar, pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan. Dunia yang selama ini ia kenal berubah dengan cepat, dan sebagai ksatria pertama, ia menyadari bahwa tanggung jawab besar ada di pundaknya.
Ia adalah seorang legenda hidup. Jovan Ardent, putra seorang petani yang bermimpi menjadi ksatria sejati, kini telah menjadi pahlawan yang dihormati oleh banyak bangsa. Berkat kehebatannya di medan perang, ia berhasil mengakhiri konflik besar yang melibatkan suku manusia, elf, dan makhluk-makhluk mistis. Dengan kekuatan dan keberanian yang ia miliki, Jovan tidak hanya dikenal sebagai seorang ksatria, tapi juga sebagai mediator antara berbagai ras dan makhluk-makhluk kuno yang hidup dalam mitos.
Namun, meski telah mencapai banyak hal, perjalanan Jovan belum berakhir. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di dunia. Beberapa waktu terakhir, rumor tentang kekuatan kuno yang mulai bangkit tersebar di seluruh negeri. Kekuatan yang disebut-sebut telah ada sejak zaman kegelapan, sebelum manusia dan makhluk-makhluk lain menguasai bumi. Jovan merasa bahwa inilah saatnya untuk mencari tahu kebenarannya, untuk memastikan bahwa dunia tetap aman dari ancaman yang tak terlihat.
“Pedang Ilahi…,” gumam Jovan pelan sambil meremas gagang pedangnya.
Pedang itu adalah salah satu dari banyak artefak kuno yang dikatakan memiliki kekuatan untuk menjaga keseimbangan dunia. Jovan telah mendengar legenda tentang pedang itu sejak ia masih muda. Dikatakan, pedang tersebut ditempa oleh para dewa dan diberikan kepada ksatria pertama, seseorang yang dianggap memiliki hati paling murni. Legenda itu kini tampak lebih nyata dari sebelumnya, seolah takdir memanggilnya untuk mencari dan melindungi artefak tersebut.
Jovan menarik napas dalam-dalam dan melangkah maju, memulai perjalanan yang akan mengubah segalanya. Di bawah sana, di hutan purba yang membentang di hadapannya, ia akan memulai petualangan baru. Petualangan yang akan membawanya melintasi berbagai negeri, bertemu dengan berbagai makhluk mitologis, dan menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat daripada yang pernah ia temui sebelumnya.
Setelah beberapa hari berjalan melewati padang rumput dan perbukitan, Jovan tiba di sebuah desa kecil di tepi hutan. Desa ini dihuni oleh manusia dan elf yang hidup berdampingan dalam damai. Warga desa mengenali Jovan, wajah mereka bercahaya dengan kekaguman ketika mereka melihat sosok ksatria legendaris itu.
“Jovan Ardent, ksatria pertama. Kehadiranmu adalah sebuah kehormatan,” ucap salah satu tetua desa, seorang elf tua bernama Elandril, sambil membungkuk hormat.
Jovan hanya tersenyum tipis dan mengangguk. “Aku membutuhkan informasi,” katanya tegas. “Aku mendengar bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi di hutan ini. Apakah kalian tahu sesuatu tentang itu?”
Elandril mengangguk pelan. “Ada desas-desus, Jovan. Makhluk-makhluk kuno yang telah lama tidur mulai terbangun. Kami telah melihat bayangan-bayangan besar bergerak di hutan pada malam hari. Beberapa dari kami mendengar bisikan yang hanya bisa didengar oleh para elf tua. Itu bukan pertanda baik.”
Jovan menyipitkan matanya, merasakan ketegangan yang menggantung di udara. “Aku akan masuk ke hutan itu. Jika ada sesuatu yang membahayakan, aku akan memastikan tidak ada yang terluka.”
Elandril tersenyum lembut, meski wajahnya menunjukkan kekhawatiran. “Berhati-hatilah, Jovan. Hutan ini tidak seperti yang kau kira. Ada banyak hal yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia.”
Malam itu, Jovan memasuki hutan sendirian. Suasana berubah begitu ia melangkah masuk, seolah-olah udara di sekitarnya menjadi lebih berat, lebih gelap. Pepohonan raksasa menjulang tinggi, cabang-cabangnya membentuk langit-langit alami yang menyembunyikan cahaya bulan. Hutan ini dipenuhi dengan aura mistis, dan Jovan tahu ia tidak sendirian.
Langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara berderak dari belakangnya. Ia memutar tubuh, bersiap untuk menyerang, namun yang ia temui hanyalah seekor serigala hutan yang tampak lebih besar dari biasanya. Serigala itu menggeram rendah, matanya memancarkan cahaya merah yang aneh.
Jovan tahu ini bukan serigala biasa. Ini adalah makhluk mitologi—penjaga hutan kuno yang disebut Fenra. Dikatakan bahwa Fenra hanya muncul saat ada ancaman besar yang mendekati wilayahnya. Dengan hati-hati, Jovan meraih gagang pedangnya dan bersiap jika makhluk itu menyerangnya.
Namun, Fenra tidak melompat menyerang. Sebaliknya, ia hanya berdiri diam, menatap Jovan dengan mata penuh penilaian. Setelah beberapa saat, serigala itu berbalik dan mulai berjalan ke dalam hutan, seolah-olah memimpin Jovan ke suatu tempat.
Tanpa ragu, Jovan mengikuti makhluk itu. Mereka berjalan jauh ke dalam hutan, melewati sungai dan tebing-tebing batu, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah gua besar yang tersembunyi di balik air terjun. Di depan gua itu, berdiri sosok misterius—seseorang yang tampaknya sudah menunggunya.
Jovan mengenali sosok itu. Dia adalah Seraphine, seorang penyihir kuno yang dikenal memiliki hubungan dengan para dewa. Wajahnya yang cantik dan penuh rahasia tampak bersinar dalam cahaya redup air terjun. “Jovan Ardent,” ucapnya dengan suara lembut namun tegas. “Kau telah lama ditakdirkan untuk datang ke sini.”
Jovan mengangkat alisnya. “Apa maksudmu?”
Seraphine mendekat dan menatapnya dalam-dalam. “Kekuatan kuno yang selama ini kau dengar… itu bukan hanya legenda. Pedang Ilahi yang kau cari telah hilang selama ribuan tahun, tapi sekarang ada yang mencarinya untuk tujuan jahat. Dan kau, Jovan, adalah satu-satunya yang bisa menghentikan kehancuran yang akan datang.”
Jovan mengangguk, memahami beratnya tugas yang ada di hadapannya. “Di mana aku bisa menemukan pedang itu?”
Seraphine tersenyum samar. “Perjalananmu baru saja dimulai. Kau harus melintasi dunia manusia dan mitologi, bertemu dengan makhluk-makhluk yang telah lama kau kenal, dan menghadapi musuh-musuh yang lebih kuat dari sebelumnya.”
Dengan tekad yang membara, Jovan memulai petualangannya yang baru, menyadari bahwa dunia ini, dengan segala keajaibannya, membutuhkan perlindungannya lebih dari sebelumnya.
Jovan terus melangkah dengan hati-hati, setiap langkahnya menggema di gua yang gelap dan penuh misteri. Sejak tiba di tempat ini, ia merasakan kehadiran seseorang, sebuah aura yang membuat bulu kuduknya merinding. Suara langkahnya tiba-tiba terhenti ketika sebuah sosok muncul dari bayangan di depannya, pria tinggi berjubah hitam dengan jahitan mencolok di dahinya.
Jovan mempererat pegangan pada pedangnya, tetap waspada. “Siapa kau?” tanyanya, meskipun perasaannya sudah memberi isyarat bahwa sosok ini bukanlah orang biasa.
Pria itu tersenyum samar, sebuah senyum yang penuh teka-teki. “Kau tidak mengenalku, Jovan Ardent? Aku tahu banyak tentangmu.”
Suara pria itu terdengar rendah namun menusuk, menimbulkan kecurigaan dalam benak Jovan. Namun, ia tetap tak menjawab, menunggu pria itu mengungkapkan lebih banyak. Pria itu melangkah lebih dekat, hingga cahaya samar yang masuk dari celah gua menyoroti wajahnya.
"Namaku Moros," ucapnya dengan tenang. "Mungkin kau pernah mendengar namaku, mungkin tidak. Tapi yang pasti, aku memiliki tujuan yang akan mengguncang dunia ini."
Jovan tertegun mendengar nama itu. Moros, nama yang dikenalnya dari cerita-cerita lama, sosok jahat yang seharusnya sudah tiada. Sejarah menyebutkan bahwa Moros adalah makhluk yang berusaha menghancurkan dunia di masa lalu, tetapi berhasil dikalahkan oleh para pahlawan terdahulu. Namun, di hadapannya saat ini, Moros berdiri dengan hidup, seolah tak pernah terjamah oleh kematian.
“Kau seharusnya sudah mati,” ucap Jovan dingin.
Moros tersenyum lebih lebar, mengabaikan pernyataan itu. “Kematian adalah konsep yang terlalu sederhana, Jovan. Kau akan segera menyadari bahwa di dunia ini, ada hal-hal yang tidak bisa mati. Aku sudah kembali, dan kali ini... aku tidak akan membiarkan dunia ini tetap seperti ini.”
Jovan tetap berjaga, matanya tak lepas dari sosok di depannya. “Apa yang kau inginkan, Moros? Apa tujuanmu kali ini?”
Moros mendekat sedikit, namun masih menjaga jarak yang aman. “Aku tidak ingin menghancurkan dunia seperti yang mungkin kau pikirkan. Bukan seperti yang kulakukan di masa lalu. Tidak, kali ini aku ingin mengubahnya.”
"Bagaimana?" Jovan mengerutkan kening.
“Aku akan membuat dunia ini sesuai dengan gambaran kekuatanku,” jawab Moros, nadanya tenang namun penuh bahaya. “Sudah terlalu lama dunia ini dikuasai oleh aturan yang tidak adil. Kekuatan yang ada hanya untuk beberapa orang yang berpikir mereka berhak menentukannya. Keadilan, kebaikan, harapan... semua itu hanyalah ilusi yang dipaksakan oleh mereka yang berkuasa. Tapi, dunia ini memiliki potensi yang jauh lebih besar, Jovan.”
Moros berhenti sejenak, menatap Jovan dengan pandangan yang dalam. "Aku akan mengubah dunia ini menjadi tempat di mana kekuatan adalah segalanya. Mereka yang kuat akan memerintah, dan yang lemah akan hancur atau tunduk. Ini adalah hukum alam yang sebenarnya. Bukan aturan-aturan bodoh yang dibuat oleh manusia atau makhluk-makhluk suci lainnya.”
Jovan merasakan hawa dingin menyelimuti dirinya. "Apa kau pikir orang-orang akan mengikuti jalanmu? Bahwa mereka akan menerimamu begitu saja?"
Moros tertawa kecil, tawa yang penuh dengan keangkuhan. “Mereka tidak punya pilihan. Saat aku mengubah tatanan dunia, mereka akan melihat kebenaran yang sesungguhnya. Kau tahu itu, Jovan. Kau sendiri telah melihat betapa rapuhnya dunia ini, betapa mudahnya kebenaran diputarbalikkan.”
Jovan terdiam, tapi di dalam hatinya ia tahu Moros tidak sekadar bicara. Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ambisi kekuasaan. Moros mengerti cara kerja dunia ini, dan itulah yang membuatnya lebih berbahaya. Dia bukan hanya seorang penjahat yang ingin mendominasi, tapi seseorang yang percaya pada keyakinannya dengan sepenuh hati.
“Kau tidak akan berhasil,” ucap Jovan, nadanya tegas. “Banyak yang akan menentangmu.”
Moros tersenyum sinis. “Dan kau salah satunya? Kau tahu bahwa pada akhirnya, kekuatanlah yang akan menentukan segalanya. Kau mungkin ksatria pertama, tapi seberapa banyak yang sudah kau lihat? Berapa kali kau harus melawan kejahatan hanya untuk melihatnya kembali lagi? Dunia ini sudah terlalu rusak, Jovan, dan hanya aku yang bisa memperbaikinya.”
Jovan merasa kemarahan mulai membakar dalam dirinya, tapi ia menahannya. “Kalau begitu, kita akan melihat apakah dunia akan menerima perubahanmu, Moros. Tapi aku akan berdiri di jalanmu.”
Moros menatap Jovan dengan mata yang penuh tantangan. “Tentu saja kau akan berdiri di jalanku, ksatria yang suci. Tapi ingat, aku sudah hidup lebih lama dari kebanyakan makhluk di dunia ini. Aku telah melihat kejatuhan kerajaan, kehancuran peradaban, dan munculnya banyak kekuatan baru. Kau mungkin ksatria pertama, tapi aku adalah entitas yang lebih tua dari semua itu.”
Jovan tetap waspada, meskipun Moros belum menunjukkan tanda-tanda ingin menyerang. Ia tahu bahwa pertemuan ini hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar. Moros bukanlah ancaman yang bisa diabaikan, dan kekuatannya pasti melebihi apa yang bisa Jovan lihat sekarang.
“Kita akan bertemu lagi, Jovan Ardent,” kata Moros, suara rendahnya penuh keyakinan. “Dan saat itu tiba, dunia akan berada di ambang perubahan besar. Bersiaplah.”
Tanpa menunggu balasan, Moros berbalik dan menghilang kembali ke dalam kegelapan gua, meninggalkan Jovan sendirian dengan pikirannya. Jovan berdiri diam sejenak, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Pertemuan dengan Moros tidak hanya mengguncang dirinya, tapi juga memberikan firasat buruk tentang apa yang akan datang. Moros memiliki rencana besar, dan dunia yang dikenalnya mungkin tidak akan pernah sama lagi.
Jovan menggenggam pedangnya erat, matanya memandang ke arah Moros menghilang. Petualangan barunya baru saja dimulai, dan kali ini dia menghadapi musuh yang lebih berbahaya daripada yang pernah dia temui sebelumnya. Dunia ada di ambang perubahan, dan Jovan harus bersiap untuk apa pun yang akan datang.
-BERSAMBUNG-