Warning bijak membaca!!!
Rangga adalah seorang pemuda yang gemar membuat syair, hingga pada suatu malam dia bermimpi dikejar oleh seseorang kakek misterius yang mengaku sebagai titisan pendekar syair berdarah, sejak itu semua syair yang tercantum menjadi sebuah mantra sakti. dilarang keras untuk mempelajari atau menghafalkan syair yang ada di novel ini, karena semua hanya imaginasi author saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hafit oye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Kakak Adik Seperguruan
" Berliana??? "
Seorang pemuda bertubuh tegap sudah berada dipintu masuk kamar diantara pintu yang hancur, ketika mengetahui dua orang yang sedang melakukan hubungan intim dimana seorang wanita tentunya dia sangat mengenalinya. Betapa dirinya sangat terkejut, dibelakang pemuda itu ada sosok gadis cantik yang bersembunyi di balik punggungnya, pemuda itu tak lain adalah Rangga.
Eyang Cantilan masih tergeletak lemas dilantai, dengan darah mengalir diantara kedua telinganya, seperti tidak mampu untuk berdiri kembali, Berliana sangat terkejut ketika melihat kearah Rangga, begitu juga dengan Baladewa dia masih mengenali wajah Rangga, walau saat bertarung waktu itu pada saat tengah malam, dimana suasana gelap. Hanya penerangan dari lampu lentera yang terpasang di tenda.
Dengan melihat sosok kakak seperguruan nya sudah tergeletak tidak berdaya, membuat Baladewa keberaniannya menciut, dia mengakui ilmu pemuda itu pasti sangat tinggi.
Rangga menatap tajam kearah Baladewa dan Berliana, perasaannya semakin muak melihat wanita itu yang dulu pernah dicintainya.
" Biadab!! " Setelah berucap seperti itu tiba tiba tubuh Rangga seperti menghilang, namun belum sampai 1 detik.
Blaammm!!
Aaaaaaahh!
Baladewa mendongak bersama dengan itu semburan darah keluar dari mulutnya, dihadapannya sudah ada Rangga yang masing mengepalkan tangannya keatas.
Gedebuuug!
Baladewa terjengkang sampai mengenai tubuh Berliana, dimana wanita itu dalam keadaan berjongkok sedikit memiringkan tubuhnya, masih dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.
Tentunya hal itu sama seperti Baladewa belum sempat berpakaian, karena semua kejadian hanya dalam hitungan detik saja, sudah barang tentu keduanya belum sempat mengenakan pakaian.
" Liana! aku menemukanmu seperti ini sudah dua kali, lalu lantas apa yang menimbulkan dendam dihatimu padaku, sampai jauh jauh ketempat seperti ini, dengan rela kau jual harga dirimu, hanya ingin menuntut balas padaku, dimana seharusnya aku yang berhak sakit hati atas perbuatanmu! " ucap Rangga dengan bersuara keras.
Berliana hanya diam tak mengucap satu patah kata pun, kepalanya menunduk dengan tertutup oleh rambutnya yang tergerai. Tapi tidak ada sedikit pun penyesalan dihati wanita itu. Dia menutup mata hatinya untuk mengakui kalau memang semua kesalahan dari dirinya.
Baladewa yang sempat terkena pukulan Rangga, kembali sedang mengatur siasat untuk menyerang Rangga saat dia tengah lengah, begitu menurutnya Rangga sedang terlihat lengah, dengan cepat dia berlari memburu kearah Rangga dengan ilmu semu gunting tingkat tinggi.
Whoooossh!!
Szzztt!!
Blaaam!!
Kecepatan dari Baladewa masih terbaca oleh Rangga, secepat kilat Rangga menangkap pergelangan tangan Baladewa, hingga menimbulkan seperti arus listrik, tak lama kemudian ada suara ledakan kecil, bersama dengan itu tangan Baladewa hancur sebatas siku tangannya. daging daging yang hancur berterbangan di udara. Dengan cipratan cipratan darah menyembur kemana mana, termasuk mengenai wajah Baladewa.
Arrrrggggg!!!
Baladewa mengaduh kesakitan hingga tubuhnya sempoyongan lalu ambruk kelantai. Dalam rasa sakitnya dia masih sempat berpikir tentang pemuda itu, siapa sebenarnya pemuda yang sudah berhasil mengalahkan dirinya, ilmu tingkat tinggi yang dilancarkan untuk menyerang Rangga dalam keadaan yang dipikir olehnya, pemuda itu tengah lengah, dapat dikalahkan tanpa memusatkan pikirannya terlebih dahulu, ilmu yang sudah pada tahap tingkat tinggi.
Berliana melihat hal itu terkejut bukan kepalang, walau dihatinya menyimpan dendam pada Rangga, dirinya tak mau gegabah menyerang begitu saja, dengan pikirannya terus berjalan bagaimana dia bisa kabur dari tempat itu.
Dendam dihati Berliana sepertinya akan terus panjang melanda dihatinya, apalagi dia melihat sosok gadis cantik yang kini kembali bersembunyi dibalik punggungnya, hatinya merasa sangat panas, apalagi secara wajah dan tubuh gadis itu lebih bagus dari pada dirinya.
" Sekarang cepat katakan dimana kalian sembunyikan orang tua dari kekasihku ini!! " Rangga menatap Baladewa yang masih mengaduh kesakitan, ceceran darah dari tanganya terus membasahi lantai kamar, Setelah mengucapkan hal itu, Rangga melihat Berliana bergerak untuk mengambil semua pakaiannya yang berceceran dilantai, dimana semua pakaiannya hampir terkena darah yang mengucur dari tangan Baladewa.
TIdak ada jawaban dari Baladewa selain mulutnya terus mengaduh kesakitan, disisi lain eyang Cantilan yang sudah sedikit memulihkan tenaganya, merencanakan tindakan yang sama seperti Baladewa, walau semua sudah terlihat siap sia, tapi amarah dan kelicikannya untuk menyerang ketika Rangga sedang terlihat lengah.
Begitu Menurutnya lengah, dirinya akan melancarkan sebuah serangan jarak jauh yang terbilang sangat cepat.
" Jadi kalian tidak ada yang menjawab!! Baiklah mungkin kalian memang pantas untuk dibinasakan, sebenarnya tanpa kalian memberitahu pun, aku akan bisa mengetahui keberadaan dari orang tua kekasihku. " Padangan sekilas mengarah kearah Berliana yang sudah mengenakan pakaian lengkap dengan stoking tebal menempel dikedua kakinya, Rangga memang sengaja membiarkan Berliana berpakaian kembali, bagaimana pun Rangga masih punya belas kasihan. Sangat tak elok jika membiarkan tubuh wanita yang pernah dicintai telanjang tanpa sehelai benang pun yang menempel ditubuhnya.
Whooooshh!!
Tapp!
Whooooshh!!
Jlebb!!
heuggh!
Duuaaarr!!
Dipikir oleh eyang Cantilan saat Rangga terlihat mengarahkan pandangan pada Berliana, saat itu posisi Rangga tengah lengah, namun perkiraan eyangnya salah, saat dirinya melempar sebuah pusaka berupa kujang berukuran kecil, dengan cepat Rangga menangkap kujang itu dengan kedua jarinya, lalu kujang itu dilemparkan kembali dengan cepat kearah eyang Cantilan, lalu kujang itu tepat mengenai dahinya, hingga ambruk dan tewas seketika, tidak lama kemudian kepalanya meledak
Hah!
Baladewa sangat terkejut melihat eyang Cantilan dengan bagian kepala hancur sebatas pangkal leher. Harapan untuk selamat apalagi bisa mengalahkan pemuda itu, kian menipis, akhirnya dengan suara terbata bata dia pun berucap, tapi masih berpikir bagaimana cara bisa menyerang pemuda itu. Kelicikan memang tidak akan pernah musnah pada hati yang sudah bersekutu dengan iblis.
" O-orang t-tua d-d-dari g-gadis itu ada disekitar s-sini. "
" Baiklah, aku percaya dengan ucapanmu, karena memang aku bisa merasakan walau ditutup oleh kekuatan dari bandot tau itu. " Rangga membalikan badanya, sebelum melangkahkan kaki Rangga sempat membelai lembut rambut Wilona. Gadis itu pun tersenyum penuh haru.
" Berjalanlah di depanku, aku tak ingin terjadi sesuatu pada dirimu. " Ucap setelah memutar tubuhnya, saat posisi sudah berhadapan dengan Wilona, sambil memegang kedua pipi gadis itu.
Lalu Wilona memutar tubuhnya untuk melangkah keluar kamar dibelakangnya Rangga terus menjaga dirinya. Dihati Rangga tidak niat untuk menghabisi Baladewa, pantang bagi dirinya untuk membunuh orang yang sudah tak berdaya, kecuali ada hal yang mendesaknya melakukan itu, seperti halnya terhadap eyang Cantilan tadi.
Beliana yang melihat kemesraan Rangga yang diberikan pada gadis itu, hatinya semakin panas dibuatnya, namun dia tahan semua itu sampai kelak bisa membalas semua sakit hatinya, Baladewa yang melihat Rangga hampir mendekati pintu kamar yang hancur, dengan sedikit harapan yang ada didalam dirinya untuk bisa membunuh Rangga dengan cara liciknya, dia pun lalu melayangkan sebuah senjata berupa Kunai kearah Rangga.
Whuuukk!!
Taapp!!
Whuuukk!!
Sreekk!!
Euuggh!!
Dengan masih posisi membelakangi Baladewa, Rangga menangkap kunai itu, lalu melemparkan kembali kepada si pemiliknya dengan tetap memposisikan membelakangi baladewa, kunai itu menggores leher Baladewa. Seketika itu dari lehernya menyembur darah yang cukup deras dan setelah tubuhnya mengejang ngejang tidak lama kemudian tewas seketika.
" Sebenernya aku tidak ada niat untuk membunuhmu, jadi dengan sangat terpaksa akhirnya aku membunuh kalian. " Ucap Rangga tatapannya sedikit nanar mengarah kearah dua jasad yang sudah tak bernyawa. Setelah itu pandangannya beralih menatap Berliana yang masih berdiri diam.
" Aku sangat menyayangkan dirimu Liana, entah setan apa yang merasuki jiwamu, sampai kamu harus berada ditempat seperti ini, ditambah dengan rela kau jual tubuhmu. Padahal aku pernah mencintaimu sedalam lautan. Hingga satu kesalahanmu sengaja kau tutupi dengan dendam yang tak beralasan. Aku berharap kamu berubah pikiran dan kembali kejalan yang benar. Semua belum terlambat Liana! cepat pergi dari tempat ini. Aku melepaskan mu. " Ucap Rangga seraya membalikan badan, menggenggam tangan Wilona dan mengajaknya keluar dari rumah itu.
Bukan sebuah penyesalan yang tumbuh dihati Berliana, melainkan rasa dendam yang bertambah dihatinya. Setelah Rangga berlalu, Berliana pun keluar dari rumah itu, dia berniat menuju gubuk tempat tinggalnya untuk membawa beberapa pakaian dan pergi meninggalkan tempat ini, meninggalkan dua mayat begitu saja.
Setelah berada di pintu rumah, Berliana melihat 10 orang murid dari Baladewa sudah terbujur kaku. dan sekitar 30 murid dari Eyang Cantilan semuanya mati dengan darah mengalir dari kedua telinga mereka. Sedikit bergidik ngeri melihat pemandangan itu.
Setelah itu dia langsung berlari setengah kencang mengarah kearah gubuk tempat tinggalnya. Tidak sampai 5 menit Berliana keluar kembali dengan menggendong tas ranselnya menuruni gunung. Tak memperdulikan cuaca yang semakin dingin dan gelap.
Sementara itu Rangga dan Wilona sudah berada disuatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggal eyang Cantilan. Pandangannya menyapu keseluruh penjuru arah. Secara terlihat oleh mata biasa hanyalah pemandangan biasa. Dimana disekelilingnya itu hanya terlihat deretan pohon pohon Rasamala yang menjulang tinggi ditengah kegelapan.
" Apa kamu kedinginan? " Rangga berucap pada Wilona yang terus memeluk tubuhnya erat.
" He'em...kapan kita bisa meninggalkan tempat ini, aku takut Rangga. Apa lagi tadi aku melihat kumpulan mayat mayat yang mengeluarkan banyak darah, dimana aku baru pertama kali melihat kejadian seperti itu. " Wilona bersuara disini leher Rangga. Namun dalam keadaan menutup matanya.
" Sebentar lagi kita akan keluar dari tempat ini sayang. Aku sudah menemukan keberadaan orang tuamu. "
Setelah mengucapkan hal itu Rangga menyapu tangannya di udara. Dalam sekejap saja sebuah rumah bilik seperti muncul secara tiba tiba diantara pohon Rasamala. Rangga pun tersenyum melihat kearah rumah bilik itu.