FRIEND WITH BABY (FWB)

"Udah ngak ada hal yang perlu kita bicarakan. Gue cuma mau kita saling menjauh satu sama lain." ujar Nayra.

"Lo ngomong kayak gini, seolah nggak pernah menghargai persahabatan dan pengorbanan gue sebagai teman selama ini Nay."

Sean berkata seraya menatap dalam ke mata Nayra.

"Sahabat lo bilang?"

Nayra balas menatap dalam mata Sean, bahkan tanpa berkedip sedikitpun.

"Sahabat mana yang ngambil kesempatan buat nidurin sahabatnya sendiri?. Hah?"

Nayra berkata dengan emosi yang tertahan.

"Gue udah bilang itu kecelakaan, Nay. Gue sama lo sama-sama mabuk. Lo juga ngira kalau gue ini Philo kan?"

Nayra terdiam, ia tak terima jika itu semua juga berawal dari kesalahannya sendiri. Ia tetap merasa dirinya adalah korban.

"Harusnya sebagai sahabat yang katanya mau melindungi, lo nggak harus ikut-ikutan malam itu. Cukup gue aja yang terima tantangan Cassandra dan lo tetap dalam keadaan waras. Lo bisa jagain gue sampai selesai dan kita pulang." ucap Nayra.

"Oke, di poin itu gue yang salah."

Sean mengakui hal tersebut. Ia terlalu cepat mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.

"Gue cuma nggak mau lo minum terlalu banyak. Seandainya ada pertanyaan yang nggak bisa lo jawab, mungkin gue bisa dan itu akan menyelamatkan lo dari hukuman. Setidaknya itulah yang gue pikirkan malam itu." lanjutnya kemudian.

Nayra lagi-lagi diam dan mengalihkan tatapan ke sudut lain.

"Gue berharap setelah ini, kita bisa pura-pura nggak saling mengenal satu sama lain." ujarnya.

"Lo nggak bisa hanya menyalahkan gue, Nay. Lo juga bodoh menerima tantangan itu. Lo sama Cassandra bukan anak SMP atau SMA lagi. Udah mau S2 masih aja kayak anak kecil."

"Itu urusan gue." ujar Nayra.

"Tapi dari situ lo jadi menghancurkan persahabatan kita."

Sean menghujam Nayra dengan tatapan yang semakin dalam.

"Lo juga ada andil disitu." Nayra tetap berusaha menyalahkan Sean.

"Kita melakukannya berdua, dalam keadaan sama-sama nggak sadar. Kalaupun gue mau jahat, udah selama ini gue lakukan. Dari kita kecil berapa kali gue nginep di rumah lo, lo nginep dirumah gue?. Ada nggak lo gue lecehkan dengan atau tanpa sengaja?"

Sean mengajukan pertanyaan yang Nayra sendiri sudah tau jawabannya. Selama ini memang Sean benar-benar adalah seorang teman yang baik.

Tak pernah sekalipun pemuda itu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Meski ia adalah laki-laki normal yang kadang tertegun melihat kecantikan Nayra.

Ia berusaha keras menjaga persahabatan dan kepercayaan diantara mereka. Sampai akhirnya hal yang tidak pernah diinginkan itu terjadi.

"Gue harap lo bisa merenungi semua ini. Jangan memutuskan sesuatu berdasarkan ego lo aja. Gue bisa aja nggak peduli dan melanjutkan hidup. Tapi lo adalah sahabat gue dan kita berteman udah lama." ujar Sean.

"Sean, lo di cari sama pak Agus."

Salah seorang rekan kerja Sean menemukan pemuda itu dan menyampaikan pesan.

"Oke." jawab Sean kemudian.

"Jangan pernah menghindar lagi kalau gue cari."

Sean berkata sekali lagi pada Nayra, kemudian ia berlalu mengikuti langkah rekan kerjanya untuk menemui sang atasan.

Nayra kembali pada Steffi dengan berjalan perlahan. Pikiran perempuan muda itu kini berkecamuk.

Di satu sisi ia memang tak bisa jauh dari Sean. Tetapi disisi lain bayangan hari kelam itu selalu membayangi pikirannya.

"Nay, dari mana lo?"

Steffi bertanya, namun Nayra tampak bengong.

"Nay."

Steffi membuyarkan lamunan temannya itu dan seketika Nayra pun tersadar.

"Gue, dari toilet." jawab Nayra kemudian.

Steffi menyadari jika toilet kantin berada di sisi lain. Bukan di arah tempat dimana tadi Nayra muncul.

Jelas temannya itu berbohong, namun Steffi tidak mau ikut campur. Sebab ia menduga telah terjadi masalah antara Nayra dan juga Sean barusan.

Ia hanya akan menunggu sampai Nayra bercerita sendiri. Kalaupun tidak, ia tidak akan mengorek-ngorek keterangan dari temannya itu.

"Ya udah nih, lo makan dulu aja."

Steffi menyuruh Nayra untuk makan, dan perempuan itu pun lalu mengangguk sambil meraih sendok.

***

"Sayang, lucu."

Felicia mengirimkan foto-foto bayi kepada Sean, disaat pemuda itu tengah sibuk-sibuknya bekerja. Jam saat ini masih menunjukkan pukul dua siang.

"Iya sayang."

Balas Sean lalu melanjutkan pekerjaan.

"Pengen punya anak kayak gini." balas Felicia.

"Iya." ketik Sean lalu mengirimkannya pada gadis itu.

"Koq iya doang?. Kayak nggak excited gitu kamu?"

Tiba-tiba Felicia merasa jika ia hanya bersemangat sendiri, sementara tidak demikian dengan Sean. Padahal Sean saat ini tengah mengurus beberapa pekerjaan yang harus di revisi.

Felicia sendiri merupakan anak orang kaya raya. Tak perlu kerja saja, sejatinya ia bisa hidup enak. Saat ini pun ia bekerja di kantor cabang milik orang tuanya sendiri. Dengan pekerjaan yang terbilang ringan tentunya.

Sehingga ia tidak tau bagaimana struggle nya orang-orang seperti Sean. Yang bekerja murni mengandalkan ijasah sarjana serta skill tanpa campur tangan orang dalam.

"Aku lagi ngerjain kerjaan ku, sayang."

Sean masih berusaha untuk meredam suasana.

"Alah, alasan aja kamu. Bilang aja kamu nggak mau nikah sama aku terus punya anak. Iya kan?"

Felicia berspekulasi sendiri dan merasa tersakiti sendiri pula. Tipikal perempuan yang suka membuat masalah, lalu merasa terluka akibat masalah tersebut.

"Sayang, aku bukannya nggak mau. Aku mau, tapi saat ini aku benar-benar lagi sibuk."

Sean sampai harus mengambil beberapa foto dan mengirimkannya pada Felicia. Semata-mata agar kekasihnya itu percaya terhadap apa yang ia katakan.

"Oh ya udah kalau gitu. Urus aja dulu yang menurut kamu lebih penting."

Felicia mengakhiri chat tersebut, namun masih dengan nada ngambek. Sean tak lagi menjawab, sebab jika diladeni bisa semakin panjang nantinya.

***

"Hahahaha."

"Hahahaha."

Sean tiba-tiba teringat pada Nayra yang selalu menertawai dirinya, saat tengah bermasalah dengan Felicia.

Bisa dibilang Nayra adalah tempat curhat terbaik Sean selama ini. Baik itu soal pekerjaan, keluarga, maupun hubungan asmara.

"Koq lo ketawa sih?. Bukannya prihatin sama temen yang lagi susah."

Sean selalu memberikan jawaban template-nya ketika sudah melihat Nayra terpingkal-pingkal.

"Habisnya lo dari dulu selalu aja dapat cewek yang aneh." ujar Nayra.

"Tapi kayaknya cewek semua begitu deh."

Sean mencoba menyamaratakan perempuan.

"Kagak, gue nggak gitu."

Nayra membela diri dengan jurus pick me nya.

"Mana pernah gue nanya-nanya sama Philo, kamu masih sayang nggak kalau aku lahir jadi kadal. Cewek lo doang begitu."

Nayra kembali tertawa, dan biasanya Sean akan melempar bantal ke kepala sahabatnya itu. Urutan berikutnya mbak Siti datang dengan membawa minuman serta makanan kecil.

Lalu mereka akan menghabiskan waktu dengan membicarakan banyak hal. Kadang Sean sampai tertidur di karpet bulu kamar Nayra sampai pagi. Kadang juga Nayra yang malah ketiduran di kamarnya.