Bertetangga dengan seseorang yang sangat kamu benci adalah sebuah musibah besar. Hal itulah yang dialami oleh Bara dan Zizi.
Parahnya lagi, mereka berdua harus menikah untuk mendapatkan harta warisan yang sangat banyak.
Mampukah keduanya berdamai untuk mendapatkan keuntungan atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Kangen Ya?
"Jangan bercanda ya pak Alex!" tatap Bara masih dengan ekspresi yang sangat kaget dan tidak percaya.
"Tidak pak. Saya tidak pernah bercanda untuk setiap keinginan tuan besar." Alexander Lemos menjawab dengan wajah tenangnya.
"Tapi itu tidak mungkin! Aku samasekali tidak suka wanita itu. Aku membencinya!" balas Bara sengit.
"Sayangnya, itulah yang sangat diinginkan oleh beliau sebagai permintaan yang mungkin terakhir dalam hidupnya."
Bara menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia tetap menolak.
"Tidak! Aku tidak mau pak Alex. Apapun alasannya. Aku tetap tidak mau."
Alexander Lemos hanya menghela nafasnya dengan senyum tipis di bibirnya. Pria itu masih tampak sangat tenang. Pria berusia setengah abad itu hanya menepuk bahu Bara lantas berucap, "Semua aset tuan besar tak akan diberikan pada anda kalau permintaannya ini tidak dipenuhi."
"Apa?!" Suara Bara kembali tercekat.
Keputusan macam apa itu?
Bara semakin tak habis pikir dengan keputusan yang sangat tidak masuk akal ini.
"Seperti itulah keputusan beliau. Dan itupun ternyata sudah dibuat dalam surat wasiatnya."
Bara merasakan rahangnya mengeras. Ia tak terima keputusan sang papa. Ia menolak mentah-mentah. Pria itu pun meninggalkan Alexander Lemos dan kembali masuk ke ruangan ICU untuk menemui sang papa.
Meskipun ia yakin tidak ada gunanya protes pada seorang yang sedang sakit, tapi ia tetap ingin mengutarakan kembali kekesalannya.
Bara menatap papanya dengan tatapan nanar.
"Apa sebenarnya yang ada di dalam pikiranmu pa?!"
"Apakah diakhir kehidupanmu ini, kamu masih ingin membuat kami semua menderita hah?!" lanjutnya.
"Jangan pernah berpikir untuk menikahkan aku dengan wanita yang sudah menjadi bekas kamu pa. Aku tak pernah mau!"
Hasan Ishaaq Al Fayed langsung menunjukkan sedikit reaksinya mendengar perkataan sang putra. Mesin penghitung detak jantungnya langsung merespon.
"Aku tak pernah perduli dengan semua harta maupun aset yang kamu punya pa. Jadi serahkan saja semua aset papa untuk selingkuhan mu itu. Aku dan mama masih bisa hidup dengan usahaku sendiri!" putus Bara dan langsung keluar dari ruangan itu dengan emosi tertahan.
Semuanya sudah jelas. Ia dan mamanya bukanlah prioritas dari sang papa. Hanya wanita murahan itu yang ingin diberikan semuanya dengan alasan pernikahannya.
"Pak Bara!" panggil Alexander Lemos memburu langkah pria muda itu.
Bara tak perduli. Langkahnya semakin cepat keluar dari ruangan itu.
"Pak Bara tunggu! Dengarkan dulu!"
Tak dipedulikan lagi panggilan Alexander Lemos yang ingin menjelaskan beberapa hal lagi. Kepalanya tak bisa menerima kenyataan yang sangat menyakitkan ini.
Pokoknya hari ini juga ia akan kembali ke Indonesia. Melanjutkan hidup dengan mengurus usaha yang sudah ia rintis sendiri selama beberapa tahun ini.
Perusahaan yang sangat besar itu akan ia tinggalkan.
Percuma saja, jika ia harus menjadi budak papanya yang tak punya perasaan. Tak ada gunanya bersama dengan orang tua yang sangat egois seperti papanya.
Devano yang baru saja memberikan beberapa pelajaran penting pada Zizi di Perusahaan sampai sangat kaget dibuatnya. Pria itu tak menyangka kalau Bara akan kembali dari Singapura secepat itu.
"Maaf ya mbak Zi, saya harus menjemput pak Bara di Bandara. Jadi saya tinggal bersama mbak Meta ya," ucap pria itu undur diri.
Zizi tersenyum lebar. Ia bersyukur karena harus selesai saat itu. Kedua matanya sudah tak bisa dikontrol lagi. Kantuknya sudah sangat berat.
"Ah iya pak Dev. Saya juga sudah capek. Belajarnya nanti saja ya. Udah ngantuk banget nih."
Devano mengiyakan saja. Ia kasihan juga karena harus memaksa gadis tamatan SMA itu belajar banyak hal tentang perusahaan karena permintaan Hasan Ishaaq Al Fayed.
🌻
Devano tak tahu harus berbuat apa. Sejak Bara tiba di negara itu dalam hitungan belasan jam saja, pria itu tak bicara sedikitpun.
Tak ada perintah ataupun tugas yang diberikan oleh bos nya itu padanya. Hingga ia jadi bingung sendiri. Tak harus melakukan apa.
Mau pulang takutnya ia dibutuhkan. Tapi tinggal di tempat itu tanpa melakukan sesuatu, jadi berasa seperti patung. Akhirnya ia berinisiatif untuk menghampiri Bara yang sejak tadi hanya sibuk dengan gadgetnya.
"Apakah tuan besar sudah lebih baik pak?"
Bara tidak menjawab. Ia hanya sibuk men Scroll layar handphonenya dengan pikiran yang sangat jauh ke antah berantah.
"Apakah nyonya besar sudah tahu kalo tuan besar sedang sakit?" tanya Devano lagi. Akan tetapi Bara lagi-lagi tak menjawab.
Devano pun menghela nafasnya. Ia sudah bisa menebak apa yang telah terjadi di Singapura. Benang kusut ini sepertinya masih akan tetap kusut. Ia cukup paham bagaimana sifat Bara yang sangat dingin seperti ini.
Semuanya disebabkan karena urusan keluarganya yang beberapa tahun ini lumayan cukup bermasalah dan berada pada situasi yang sangat kritis.
Devano akhirnya memilih mencari tahu informasi tentang sang bos besar lewat Alexander Lemos, pamannya sendiri. Melalui sambungan telepon pria itu pun mendapatkan kabar tentang kesehatan Hasan Ishaaq Al Fayed yang belum mengalami perubahan.
Devano cukup sedih juga karena pria tua yang selama ini sangat baik padanya dan keluarganya ternyata belum sadar juga. Akan tetapi ia terus berharap dan berdoa agar pria itu sembuh dan pulih kembali.
Sungguh, ia sangat ingin terbang ke Singapura saat ini juga untuk bisa melihat langsung keadaan pria itu. Tapi melihat keadaan Bara yang sangat aneh seperti ini membuatnya ikutan stress.
Pria itupun berusaha memancing pembicaraan agar ruangan itu tidak sepi dan menyeramkan. Akan tetapi Bara tetap tak terpancing. Hingga akhirnya, ia memilih untuk pamit pulang.
"Daripada kering di sini, lebih baik saya pulang saja pak," ucap Devano seraya berjalan ke arah pintu.
"Gak ada minuman apalagi makanan. Kemarau banget! Mending bertamu ke rumah tetangga," sindir Devano dan langsung mendapatkan timpukan bantal kursi dari tangan Bara.
"Hahahaha. Takut ya pak kalo aku bertamu ke rumah tetangga yang cantik itu."
Bugh
Sekali lagi bantal kursi yang lain langsung mendarat indah di kepala pria itu. Dan semakin membuat Devano ngakak parah. Itu artinya pancingannya berhasil.
"Kelola perusahaan papa Dev!" titah Bara ditengah tawa ngakak Devano.
"Hey! Tiba-tiba ngomong kok langsung gak jelas!" balas Devano berubah kesal.
Bara hanya memasang ekspresi dingin tak perduli.
"Memangnya pak Bara mau ke mana?!"
"Gak kemana-mana." Bara menjawab santai sesantai semilir angin Pantai.
"Ish!" Bibir Devano langsung mencebik.
"Ya udah. Kalo gitu panggil tetangga baru itu ke sini Dev!" ucap Bara setelah lama terdiam. Devano tersentak kaget.
"Kangen ya?"
Bugh
"Hahahaha... Kangen kok gak mau ngaku!"
Bugh
🌻
Like Like Like
Vote Vote Vote
Komen Komen Komen 😍
trus devano gimana dong, ..ga kasian, dia blm kesurga thor 😀