John Roki, Seorang siswa SMA yang dingin, Cerdas, dan suka memecahkan misteri menjadi logis (Bisa diterima otak)
Kehidupan SMA nya diawali dengan kode rahasia yang tanpa disadari, membawanya ke misteri yang lebih mengancam. Misteri apa itu? kok bisa makin besar? Selengkapnya dalam cerita berikut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoro Z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Game 7. Misteri ruang musik.
Keadaan kelas saat waktu istirahat, terasa tenang. Roki duduk di tempat duduknya, pojokan belakang dekat jendela. Hana dan Rose mengelilingi Roki, menggabungkan meja disekitar, sambil menikmati bekal makan siang mereka. Sesekali, mereka saling bertukar lauk, ngobrol mengenai berita terbaru, dan mengomentari drama semalam. Intinya, mereka jadi teman dekat.
“Roki, kamu nggak bosen main HP terus?” tanya Hana dengan senyum kecil, mencoba mencuri perhatian Roki.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar, Roki menjawab singkat, “Enggak.”
Rose menahan tawa, melihat reaksi dingin Roki yang sudah ia duga. “Gimana Hana rasanya, sudah terbiasa belum?”
Hana mendesah pelan, lalu menggigit sepotong sosis dari kotak bekalnya. “Ya, tapi kadang-kadang aku berharap dia bisa lebih memperhatikan kita, bukan ponselnya.”
Rose mengangguk sambil tersenyum. Ia tahu Hana merasa sedikit kesal, tapi dirinya sendiri perasaannya campur aduk, antara senang Roki tidak peduli dengan Hana dan sedih juga karena Roki memang selalu begitu. Cuek dan lebih fokus pada dunianya sendiri.
Namun, makan siang mereka terganggu oleh kedatangan seorang siswa dari pihak OSIS yang tiba-tiba masuk ke kelas. Dia mendekati Roki dengan langkah tegas.
“John Roki?” tanya siswa OSIS itu.
Roki menoleh malas, meletakkan ponselnya di meja. “Ya, ada apa?”
“Ketua OSIS ingin berbicara denganmu. Sekarang,” ucap siswa itu dengan nada serius.
Hana dan Rose saling berpandangan, jelas terlihat penasaran dengan apa yang terjadi. Tanpa banyak bicara, Roki bangkit dari kursinya dan mengikuti siswa OSIS itu keluar kelas.
Roki dibawa ke ruangan OSIS, yang terletak di salah satu bagian sekolah yang jarang dikunjungi siswa. Ruangan itu rapi dan tertata dengan baik, memperlihatkan profesionalisme organisasi sekolah. Di belakang meja, ada seorang siswa laki-laki yang duduk dengan seragam rapi.
Dia adalah Rehan Tommy, ketua OSIS yang dikenal disiplin dan dihormati oleh semua orang di sekolah, semua siswa sampai para guru, menghormati Tommy.
Tommy memandang Roki dengan tatapan serius. “John Roki, terima kasih sudah datang.”
Roki duduk di depan meja tanpa berkata apa-apa, hanya menatap Tommy dengan tatapan dingin yang khas. Tommy tidak terpengaruh oleh sikap Roki, sepertinya dia sudah terbiasa menghadapi berbagai macam siswa.
"Aku sudah mendengar tentangmu, Roki," kata Tommy, sambil meletakkan kedua tangannya diatas meja. "Meski kau masih kelas satu, rumor tentangmu cepat sekali menyebar. Ada yang mengatakan kau ahli dalam memecahkan masalah."
Roki hanya mengangkat bahunya. “Rumor tidak seperti kenyataan, rumor biasanya dibesar-besarkan.”
Tommy mengangguk, seolah setuju. “Mungkin ... Tapi kali ini aku tidak ingin bicara soal rumor, ada sesuatu yang lebih penting dari itu, aku perlu bantuanmu ... Sesuatu yang tidak bisa diselesaikan oleh siapapun di sekolah ini selama tiga tahun terakhir.”
Tommy membuka sebuah map di mejanya dan mengeluarkan beberapa lembar dokumen, lalu meletakkannya di depan Roki. “Ini tentang ruangan musik di lantai tiga. Ada cerita yang sudah lama beredar di kalangan siswa bahwa piano di ruangan itu sering berbunyi sendiri di malam hari. Kami sudah menyelidiki, tapi hasilnya selalu nihil”
Roki membaca sekilas dokumen-dokumen tersebut, melihat detail kejadian yang tercatat dari waktu ke waktu. “Jadi, piano berbunyi sendiri, menarik” tangkap Roki sambil baca “Apakah sudah ada saksi mata?”
Tommy mengangguk. “Beberapa siswa, bahkan guru musik, pernah mendengar suara itu. Tapi setiap kali diperiksa, tidak ada siapa pun di ruangan itu dan musiknya juga berhenti. Kami sudah mencoba segala cara untuk menyelesaikan misteri ini, termasuk memasang CCTV. Tapi anehnya, setelah diperiksa, CCTV gagal merekam”
“Kayaknya gak usah kutanya ya, apa keinginan mu” Jawab Roki sambil menaruh berkas-berkas dokumennya.
“Aku suka dengan orang yang cepat tanggap” Tommy tersenyum lebar, merasa puas.
Saat Roki berdiri ingin pergi, Tommy menghentikannya. “Aku juga sudah mengatur seorang pendamping dari OSIS untuk menemanimu malam ini. Ini aturan sekolah, tidak ada siswa yang boleh berada di sekolah saat malam hari, tapi beda cerita dengan OSIS”
Waktu pun berlalu, sore itu, setelah jam pelajaran berakhir, Roki bertemu kembali dengan Hana dan Rose. Mereka sudah menunggu di pintu gerbang sekolah, penasaran dengan apa yang terjadi di ruangan OSIS.
“Apa yang kamu lakukan di ruangan OSIS?” tanya Hana cepat, tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Roki memasukkan tangannya ke saku, lalu menjawab singkat. “Mereka punya masalah di ruangan musik. Piano yang berbunyi sendiri.”
Rose menatapnya dengan mata melebar. “Ah itu! Itu cerita lama yang pernah aku dengar. Konon, ruangan musik itu berhantu.”
Hana menelan ludah, tampak sedikit gugup. “Berhantu? Seriusan?”
Roki hanya mengangkat bahu. “Mungkin ada penjelasan lain, jangan sedikit-sedikit salahkan hantu. Untuk menjelaskannya secara logis, aku harus menyelidikinya”
Hana, meskipun agak takut, dia tidak bisa menahan rasa penasarannya. “Kamu akan menyelidikinya sendiri?”
Roki dengan nada ragu-ragu menjawab “Em... Tidak, aku akan ditemani salah satu anggota OSIS”
“Kalau begitu, kami ikut,” jawab Rose cepat dengan nada tegas.
Roki melirik Rose dengan senyum jahat. “Terserah, kalo nangis ketakutan, aku gak ikutan”
Setelah pulang kerumah masing-masing untuk ganti baju dan menyiapkan peralatan untuk malam hari, mereka kumpul lagi ke sekolah tepat pada jam 8 malam.
Roki sudah datang terlebih dahulu, tak lama kemudian, Rose dan Hana mulai kelihatan.
“Cie-cie, sudah menunggu lama ya?” ucap Hana sambil menyenggol bahu Roki.
Roki sambil bermain ponsel menjawab dengan datar “Tidak juga”
Beberapa menit kemudian, Rose yang sudah mulai sedikit bosan mulai bertanya. “Dimana anggota OSIS yang akan menemani kita?” Nada bicaranya sedikit emosi.
Dari belakang mereka tiba-tiba ada suara. “Maaf atas keterlambatannya” Suara seorang gadis dibelakang Rose dan Hana.
Rose dan Hana sontak kaget sambil teriak singkat, Roki menatap gadis itu tanpa berkata-kata apa-apa.
Gadis itu tersenyum menahan tawa melihat respon Rose dan Hana. “Perkenalkan nama ku Garcia Marlina, panggil aja Marlina. Aku salah satu anggota OSIS, yang akan menjadi pendamping kalian”. Perkenalan Marlina dengan nada halus.
Mereka langsung menuju ruangan musik di lantai dua. Ketika mereka sampai di sana, suasana terasa aneh. Tidak ada suara apapun, namun hawa dingin menyelimuti mereka.
Marlina, yang selalu tegas dan serius, paling depan memandu jalan, Rose dan Hana ditengah, sedangkan Roki mengikuti paling belakang.
“Kita sudah sampai di ruangan musik.” Ucap Marlina sambil mengarahkan senternya ke pintu masuk ruangan musik.
Mereka mulai memeriksa ruangan musik dengan seksama. Hana dan Ayaka terlihat agak was-was, sementara Roki tetap tenang, matanya memeriksa setiap sudut ruangan.
Tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda, suara piano mulai terdengar. Mereka semua terkejut, Roki bertindak cepat menghampiri Piano.
Roki membuka tutup piano dan memeriksa tutsnya, namun tidak ada yang bergerak. Suara itu masih terdengar, namun lebih halus dan semakin pelan.
Rose yang berdiri di dekat jendela tiba-tiba melihat sesuatu. "Roki, ke sini!" teriaknya.
Roki segera menghampiri Rose. Di luar jendela, tepat di seberang gedung, ada sebuah bayangan yang bergerak cepat. Itu bukan bayangan manusia, lebih seperti siluet samar yang tidak jelas. Roki menyipitkan mata, mencoba fokus, tapi bayangan itu seketika menghilang.
"Apa itu tadi?" tanya Hana, bingung.
"Kita harus menyelidiki lebih jauh." kata Roki tenang, tapi dengan nada serius.
Marlina yang sejak awal tenang, sedikit mulai gelisah dengan ruangan yang semakin gelap, karena semua senter diarahkan keluar jendela.
Malam itu berakhir dengan penuh pertanyaan. Roki belum menemukan jawaban pasti, namun dia merasa semakin tertarik dengan misteri yang ruangan musik.
Hana dan Rose, meskipun sedikit takut, bertekad untuk terus membantu. begitu juga dengan Marlina, dia sedikit antusias dengan teka-teki ini.